Chapter 13

469 33 2
                                    

***

Aku merindukanmu,

Pada setiap luka yang menganga dan tawa-tawa kecil

Pada setiap duka dan segala kelegaan yang mengalir

Aku merindukanmu, sayangku

Bahkan jika saatnya kau berbaring,

Dan aku memelukmu seiring nafas yang mengering

***

         Jessica sudah sampai ke kamar rawat Kris, melalui jendela kaca yang sengaja tidak ia kunci saat kunjungan terakhirnya. Untung saja Ia mengikat talinya dengan kuat, sehingga Ia bisa sampai dengan selamat di ruangan itu. Tidak ada yang berubah, Kris-nya masih tertidur disana, seolah bagai mayat hidup dengan wajah teramat tirus dan kulit pucat pasi tanpa rona. Borgol itu masih melekat di tangan kiri kekasihnya, sehingga Ia dengan cekatan kembali melepas borgol itu, berharap rasa sakitnya sedikit berkurang.

Di ranjang rumah sakit yang sempit itu, Jessica menidurkan dirinya disamping Kris, tidak peduli jika Ia harus tidur menyamping dengan tubuh yang hampir merosot karena tidak ingin menyentuh luka ditubuh Kris. Ia menghadapkan dirinya pada wajah kekasihnya itu, lalu dengan lembut berbisik ditelinganya "aku datang lagi untuk memenuhi janjiku, apa ini yang kau inginkan?"

Kris sama sekali tidak merespon, tapi Jessica yakin bahwa Kris mendengarnya "jika kau tak ingin aku melakukannya, kau harus bangun sekarang juga"

Kris masih tidak bergerak, sehingga membuatnya menangis tertahan. Sungguh, Ia tidak sanggup melihat Kris menderita, tapi Ia juga tidak menginginkan segalanya berakhir secepat ini. Hanya saja, Kris seolah sudah menyerah atas semuanya, membiarkannya menjerit frustasi dalam hati. Apapun pilihan yang diambilnya, tidak akan membuat mereka kembali hidup bersama pada akhirnya.

Jessica bangkit dengan perlahan, terduduk lalu memandang wajah Kris sekali lagi, menguatkan hatinya yang telah hancur. Dengan tubuh yang bergetar hebat, tangan itu terjulur, berniat membuka masker oksigen yang menutup wajah tampan kekasihnya. Ia tampak begitu terkejut saat tiba-tiba Kris menggerak-gerakkan kelopak matanya, lalu membukanya secara perlahan.

Jessica terpaku ditempatnya, memandang kedua mata elang yang selama ini begitu hidup namun kini tampak tanpa gairah. Keduanya tidak bergeming beberapa saat, hingga dengan susah payah Kris memberi isyarat ringan pada Jessica untuk memeluknya.

Entah kekuatan dari mana, Jessica mendudukkan Kris, menopang seluruh berat badan pria itu yang ternyata tidak jauh lebih berat daripada dirinya, dan memeluknya erat sambil terduduk.

Dengan seluruh tenaganya yang tersisa pula Kris mengeratkan tangannya pada pinggang gadis itu, mencium aroma strawberry dari ceruk lehernya yang kini menopang kepalanya. Sementara Jessica mendengar desahan nafas Kris yang putus-putus, karena ia telah melepas alat bantu nafasnya tadi. Mereka berada dalam posisi itu cukup lama, meski tanpa bicara sepatah katapun, karena berapapun banyaknya kata yang ingin terucap, semuanya hanya akan membuat keduanya semakin terluka.

"aku pikir kau tidak akan bangun lagi, Kris" Jessica kembali menangis tertahan, takut suara tangisnya akan membangunkan dua orang polisi yang berjaga diluar.

"maaf" suara Kris berat dan serak, juga sangat lirih, bahkan seolah kata sesingkat itu telah menghabiskan seluruh tenaganya. Sekujur tubuhnya terasa sakit dan sulit bergerak, tapi kehangatan Jessica menyelimuti tubuhnya, menyuntikkan kekuatan baginya untuk tidak melepas kedua tangannya dari pelukan gadis itu.

"aku hampir saja membunuhmu jika saja kau tidak bangun" Jessica masih menangis, tapi Ia selipkan sebuah tawa singkat, luapan rasa bahagianya karena Kris ternyata belum menyerah

"bagus" jawab Kris singkat, membuat Jessica mengerutkan dahinya

"apanya yang bagus? kau hampir saja mati karena aku" Jessica hampir saja berteriak jika Ia tidak ingat bahwa dua polisi itu masih berjaga diluar, sekalipun Ia merasa, mereka pasti tertidur pulas karena Ia mendengar suara dengkuran dari balik pintu.

"kau ingat janjimu" Kris berkata cukup panjang, sehingga membuatnya terbatuk beberapa kali. Jessica begitu khawatir, lalu tangannya mengusap punggung Kris yang basah oleh keringat dengan lembut.

"aku takut sekali Kris" Jessica akhirnya mengungkapkan ketakutannya, perasaan yang terus membuatnya tidak tenang, bahkan meski Kris kini sudah berada dalam dekapannya

"kau masih sanggup berdiri, kan? kita harus keluar dari sini, Kris" Jessica menghapus air matanya, dengan senyum tergambar jelas dari bibirnya yang mungil. Baginya, jalan terang untuk mereka berdua sudah ada di depan mata. Mereka hanya perlu keluar dari ruangan menyedihkan itu, lalu mereka bisa langsung menuju ke markas mereka yang baru. Suho dan Baekhyun pasti senang sekali melihat Kris datang.

Hanya saja, Kris tidak mengatakan apapun, sehingga Jessica dengan gusar kembali berkata "Kris, kau tenang saja, jika kau tak sanggup berdiri, aku bisa menggendongmu kok"

Kris kini justru menggeleng pelan, membuat Jessica kalut bukan main "kenapa begini, Kris? kau tidak boleh menyerah. Kau mencintaiku, kan?

"maafkan aku, Sica-ya" ucapan Kris menohok hatinya, kata-kata itu seolah isyarat bahwa Kris sudah menyerah, lalu sekali lagi Ia bertanya dalam hati 'benarkah ini saatnya?'

"saranghae" Kris kembali berkata dengan teramat pelan, tapi dapat didengar jelas oleh Jessica, karena bibir Kris yang begitu dekat dengan telinganya.

Jessica mengangguk, "nado saranghae yo, neomu saranghae" suara itu lebih seperti bisikan, tapi ia tahu Kris dapat mendengarnya karena ia merasakan pundaknya yang basah, air mata Kris tengah mengalir untuk pertama kalinya, mungkin juga yang terakhir.

Jessica sadar, Kris benar-benar sudah menyerah. Ia kini berharap agar waktu tidak bergulir dengan cepat, atau jika perlu, kembalikan saja waktunya pada hari dimana Ia dan Kris seolah tak terpisahkan. Namun, dengan besar hati Ia berkata

"gomawo, untuk segalanya, aku akan mencintaimu selamanya. Jika kita bertemu lagi, aku yakin akan jatuh cinta pada pandangan pertama seperti saat pertama kali kita bertemu" Jessica tertawa getir, Ia bahkan sudah menghapus air matanya, tidak ingin Kris melihatnya terus menangis seperti gadis lemah. Di pundaknya, Kris mengangguk pelan.

"hmm"

Jessica secara reflek menahan nafasnya saat dirasanya seluruh beban Kris menimpa tubuhnya, dan tangan yang tadi memeluknya telah terkulai ke samping, tanda bahwa Kris sudah membentangkan jarak yang begitu jauh tak tergapai.

Gadis itu membaringkan tubuh kekasihnya dengan perlahan, lalu dengan lembut mengecup keningnya, kedua matanya yang terpejam, dan bibirnya yang lembut namun membiru. Dengan cepat ia keluarkan pistol yang dibawanya dari dalam tasnya, lalu tanpa ragu menempelkan pistol itu tepat di pelipisnya dan menarik pelatuknya, hingga bunyi pistol ditembakkan menguak kesunyian kamar rawat itu, membuat kedua polisi yang berjaga di depan pintu berjengit kaget, lalu membuka pintu dengan tergesa dan langsung terbengong-bengong dengan pemandangan di depan mereka.

***

To Be Continued.


Till Death Do Us PartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang