Jilid 01 : Benci tapi rindu

6.7K 74 2
                                    

Kawanan burung gagak yang berkaok-kaok terbang melalang di udara makin menambah keseraman pada jalan yang membelah hutan sebuah pegunungan, di wilayah Holam.

Hari menjelang petang dan jalan sunyi senyap. Satu-satunya manusia yang berada di jalan itu hanya seorang pemuda yang mengendarai seekor kuda putih. Dandanannya seperti seorang sasterawan, wajahnya cakap sekali sehingga lebih tepat kalau dikata cantik. Usianya sekitar 18 tahun.

Rupanya dia merasa bising juga mendengar suara burung gagak yang menyengat telinga itu. Ia mengeluarkan sebuah benda sebesar kelengkeng lalu diayunkan kearah burung itu.

Gaok . . . gaok . . .!

Dua ekor gagak melayang jatuh ke tanah. Tetapi bukan merasa gembira, kebalikannya pemuda sasterawan itu menghela napas.

"Ah, masih jauh terpautnya. Sekali lontar suhu dapat merubuhkan lima ekor burung, sedang aku hanya dua ekor," gumamnya seorang diri. 

Diam2 ia berjanji akan lebih giat berlatih ilmu melontar Hui-hong-ciok (batu terbang), agar dapat mencapai tataran seperti suhunya.

Melihat dua orang kawannya jatuh, kawanan gagak itu terbang pergi tetapi beberapa saat kemudian mereka datang lagi dan berkaok-kaok riuh sekali.

"Setan alas," desuh pemuda itu seraya terus hendak menjemput hui-hong-ciok lagi. 

Tetapi pada lain saat dia teringat bahwa gagak itu burung pemakan bangkai. Kemudian disusul pula dengan penimangan, tak mungkin kawanan gagak akan terbang berkerumun apabila di tempat itu tiada terdapat bangkai hewan maupun manusia.

Serentak dia teringat akan suasana negara dewasa itu. Kotaraja Pakkia sudah jatuh ke tangan tentara Ceng. Baginda Cong Ceng bunuh diri, putera mahkotanya lenyap dan pemerintah kerajaan Beng hijrah ke daerah selatan, kota Lam-kia. Pemberontakan timbul dimana-mana. Perampok, perusuh dan pengacau berpesta pora diatas ratap tangis rakyat yang sengsara.

"Raja Ceng harus bertanggung jawab atas kesengsaraan rakyat ini. Aku bersumpah untuk membunuh setiap prajurit Ceng, perampok, pengacau yang membuat rakyat sengsara," katanya dalam hati, "dan juga dia, manusia blo'on, yang telah membuat aku sengsara begini rupa."

Tiba2 ia terkejut menyaksikan seekor gagak terkena sebatang panah dan meluncur jatuh ke bawah, "Eh, rupanya ada orang yang sedang bertempur. Kemungkinan besar, kawanan perampok sedang mengganas." serentak ia mencongklangkan kudanya menuju ke tempat kawanan gagak beterbangan.

Beberapa saat kemudian dia dapat mendengar suara gemerincing senjata beradu. Dia makin mempesatkan lari kudanya. Tiba di tepi hutan, ia terkejut menyaksikan suatu pemandangan yang mengerikan. Sebuah kereta rubuh di tepi jalan, beberapa sosok mayat terkapar malang melintang di tengah jalan dan dua orang lelaki tengah menyeret seorang gadis. 

Gadis itu meronta dan menjerit-jerit minta tolong. Sedang tiga lelaki tengah membuka beberapa peti.

Seketika meluaplah amarah pemuda sasterawan. Ia tahu apa yang terjadi. Jelas kelima lelaki itu bangsa penyamun yang tengah merampok harta benda dan gadis.

"Lepaskan, bangsat!" sambil terjangkan kuda kemuka tangannyapun berayun.

"Aduh . aduh . . . , " terdengar kedua lelaki yang tengah menyeret gadis itu menjerit keras. 

Yang seorang rubuh dan yang satu terhuyung-huyung ke belakang sambil mendekap bahu kirinya.

Selekas tiba, pemuda sasterawan itu terus menyambar tubuh si gadis dan dinaikkan ke atas kudanya, "Jangan takut, nona. Peganglah kendali erat2," bisik pemuda itu.

"Putih, bawalah nona itu ke tempat yang aman," serunya pula lalu ayunkan tubuh berjungkir balik ke belakang. 

Tring, ia membabat sebatang panah dengan pedangnya.

Blo'on Cari JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang