Jilid 07 : Hiruk pikuk

2.5K 45 0
                                    

Mendengar kata2 dara In Hong, sekalian orang tampak tegang, terutama sasterawan mata ke keranjang itu.
Tong Kui Tek, engkong dari si dara, berkata tenang?, "Tak perlu terburu-buru, dia kan belum turun tangan!"
Dengan kata2 itu Tong Kui Tek hendak memberi peringatan bahwa apabila Sun Kian berani bertindak, Tong Kui Tek tentu akan mengorek biji matanya.
Sasterawan tukang merusak wanita tenang2 saja bersenyum. Tetapi sebenarnya dalam hati dia juga gentar dan tak berani bertindak lebih lanjut.
Wan-ong Kui telah memperhitungkan situasi luar itu. Kawanan begal dan penjahat itu tentu akan saling berebut. Dia harus gunakan akal untuk mengadu domba mereka.
"Hm, apakah kalian anggap kereta itu milik kakek moyang kalian?" serunya dengan geram, "masakan seenaknya sendiri saja kalian mengadakan pembagian rejeki seolah-olah harta dan nona dalam kereta itu sudah menjadi milik kalian?"
Macan-gembong Beng Ho tertawa gelak2, "O, engkau mengira engkau masih berhak memiliki barang yang engkau antar itu?"
"Aku yang mengantar, aku yang bertanggung jawab," sahut Wan-ong Kui dengan marah, "kalau kalian hendak merampok, harus tanya dulu pada pedangku ini apakah mau menyerahkan atau tidak kepada kalian!"
"Uh, yang punya kewajiban, rupanya mulai unjuk gigi. Lalu bagaimana kita?" Tong Kui Tek tertawa.
"Karena aku yang datang lebih dulu maka aku yang akan menghadapi pengawal itu," kata Macan-gembong Beng Ho, "Tong loya, kalau aku sampai rubuh, baru nanti engkau yang maju!"
Dengan kata2 itu Beng Ho menyatakan bahwa menurut peraturan dunia Rimba Hijau, yang datang lebih dulu, dia yang berhak pada barang itu.
Tong Kui Tek tertawa gelak2, "Bagus, memang dengan cara itu, kita tak saling merusak persahabatan. Sun laute, engkau harus antri di belakangku. Kalau nanti aku kalah, barulah engkau yang maju !'
Sebenarnya Sun Kian tak puas diatur begitu. Pengawal kereta itu hanya seorang pemuda yang cakap seperti anak perempuan. Tentu mudah bagi kelima harimau Lusan untuk mengalahkannya. Dan kalau kelima harimau itu menang, mereka tentu akan minta bagian yang paling banyak. Kalau soal harta, itu sih boleh saja, terserah kalau diambil mereka semua. Tetapi kalau mereka juga akan mengambil mempelai perempuan, ah, dia pasti akan menggigit jari. Dan diapun tahu bahwa di kalangan kelima macan Lusan itu, Macan-putih Beng Lok juga paling gemar akan paras cantik.
Hampir saja Sun Kian hendak menentang ucapan Tong Kui Tek tetapi tiba2 terlintas dalam pikirannya, "Ah, dara cucu Tong Kui Tek itu juga menghendiki si mempelai perempuan tak mungkin dia akan menyerahkan begitu saja kepada ke lima harimau Lusan. Hm, biarlah aku menerima saja. Kalau lelaki tua dengan si dara itu nanti ribut dan bertempur dengan kelima macan Lusan, mereka tentu akan sama2 menderita luka. Pada waktu itulah aku baru turun
tangan untuk membereskan mereka semua. Tetapi kalau
sekarang aku menentang tentulah aku yang akan bertempur
deng an kelima macan Lusan itu." y
Demikian setelah memperhitungkan untung ruginya, akhirnya Sun Kian mengangguk tanda setuju.
"Nah, kalau begitu silakan saja engkau maju, macan tua," seru In Hong.
"Jangan kuatir, nona In," sahut Beng Ho, "kalah atau menang aku tetap akan mempersembahkan limaratus tail emas kepadamu."
Habis berkata dia terus hendak maju tetapi Macan-hitam Beng San cepat maju, "Toako, menghadapi pemuda semacam itu, tak perlu toako yang maju, cukup serahkan aku saja," katanya seraya mendahului melangkah kehadapan Wan-ong Kui.
"Wan-ong Kui, apakah engkau benar2 tak mau menyerahkan kereta itu ?" serunya.
"Aku sih boleh2 saja tetapi sayang pedangku ini tak suka dengan tingkah laku manusia2 yang tak tahu undang2."
"Ha, ha, undang-undang ? Kerajaan sudah mengungsi ke selatan, dimana-mana kacau. Mana ada undang-undang
lagi ?"
"Justeru karena kacau kita wajib menjaga undang-undang. Baik atau buruk, kerajaan Beng adalah negara kita. Sebaik-baiknya raja Ceng, tetapi dia orang asing maka lebih baik raja Beng. Dengan perbuatanmu mengacau undang2 ini, berarti engkau membantu orang Ceng yang hendak merampok negeri kita itu !"
"Persetan raja Beng atau raja Ceng. Sudah berpuluh tahun aku tinggal di daerah ini, hidup dan mendapat makan disini. Daerah ini adalah daerah kami, kekuasaan kami. Kamipun mempunyai undang2 sendiri di daerah ini."
"Sudahlah, jangan banyak mulut." bentak Wan-ong Kui, "kalau engkau mampu mengalahkan pedangku ini, baru nanti erigkau boleh bicara lagi!"
"Lihat golok !" Beng San segera melayangkan golok menabas kepala Wan-ong Kui. Tetapi Wan ong Kui cepat menyelinap ke samping dan menabas lengan orang.
Macan-hitam Beng San terkejut. Cepat2 dia tarik goloknya tetapi diluar dugaan Wan-ong Kui lepaskan sebuah tendangan yang tepat mengenai lengan Beng San. Jago ketiga dari kelima Macan Lusan itu tak mengira kalau lawan memiliki jurus yang sedemikian hebat. Dan diapun menyesal mengapa tadi hanya menarik pulang goloknya dan tak mau loncat mundur.
Tring
Golok mencelat ke udara. Sesosok tubuh melesat maju, menyambar golok dan berseru, "Sam-le, terimalah golokmu dan silakan mundur. Biar aku yang menghadapi pemuda cengeng ini !"
Yang maju itu adalah Macan-loreng Beng Wan jago kedua dari Lu-san-ngo-hou. Dia bersenjata sepasang gembolan atau besi bundar sebesar buah kelapa yang berduri tajam dan memakai tangkai. Setiap gembolan besi itu tak kurang dari limapuluh kati beratnya. Sepasang gembolan besi itu disebut Song-thiat-jui. Sebenarnya sudah jarang sekali orang persilatan yang menggunakan senjata seberat itu. Tetapi Macan-loreng Beng Wan senang memakai senjata itu karena berat dan perkasa.
Lo-cia-hian-si atau dewa Lo-cia-mempersern bahkan-permainan, demikian jurus yang dimainkan Beng Wan ketika membuka serangan kepada Wan-ong Kui. Sepasang gembolan itu menderu-deru laksana dua ekor harimau yang berkejar-kejaran uutuk menerkam mangsa, Hebatnya bukan kepalang, anginnya sampai mengeluarkan bunyi seperti prahara.
Wan-ong Kui terkejut akan kesaktian tenaga Beng Wan. Walaupun ia memiliki po-kiam (pedang pusaka) yang dapat menabas segala besi logam, tetapi ia tak mau sembarangan adu kekerasan dengan lawan yang bertenaga hebat itu.
Ia tahu bagaimana harus menghadapi lawan, yang bertenaga kuat itu. Hoa-gui-hong-u atau Bunga-mekar-kumhang-menari, maka berlincahan ia mengelilingi lawan. Menghindari setiap kemung kinan adu senjata, mencuri kesempatan pada setiap kemungkinan untuk balas menyerang.
Rupanya sasterawan berwajah pucat Sun Kian yang mengikuti jalannya pertandingan itu, diam2 cemas. Dengan Macan-loreng saja kemungkinan pemuda Wan-ong Kui itu sukar untuk menang, dan andaikata menang, masih ada Macan-gembong Beng Ho, Macan-tutul Beng Gi dan Macan-putih Beng Lok. Mampukah pemuda itu mengalahkan mereka. Ah, kemungkinan besar, pemuda itu tentu akan kehabisan tenaga dan kalah.
"Celaka, kalau kawanan Ngo-hou itu menang tentu sukar untuk merebut mempelai yang cantik itu," pikirnya. Akhirnya ia nekad. Selagi orang2 sedang bertempur, ia hendak mengambil nona mempelai itu.
"Hai, mau kemana engkau!" tiba2 In Hong terkejut ketika melihat Sun Kian sudah berada di depan kereta.
Sun Kian berpaling dan tertawa, "Ah, hanya sekedar melihat bagaimana sesungguhnya mempelai dalam kereta ini. Kalau memang cantik, kita nanti berunding. Tetapi kalau tidak cantik, perlu apa aku membuang waktu tinggal di sini?"
In Hong berpaling meminta persetujuan engkongnya. Teapi sementara itu Sun Kian sudah langsung melangkah maju dan menyingkap tenda dan susupkan kepalanya.
"Ah ," ia terlongong-longong ketika nona cantik
yang berada dalam kereta itu tersenyum manis kepadanya.

Blo'on Cari JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang