Jilid 02. Pinjam kepala

3.5K 45 0
                                    

Mendengar ocehan si orang aneh, Kolera-tua melonjak bangun. Ada sesuatu yang tersembunyi di balik kata2 orang aneh itu.
"Ngaco !" bentaknya, "kalau tak memandang umurmu masih muda, saat ini engkau tentu sudah kuhajar !" 

Setelah berkata dia terus berputar tubuh dan ngeloyor pergi.

"Eh, datang lagi seorang," seru pendekar Huru Hara seraya tersenyum, "apakah engkau tak mau menemui kawan sekerja untuk ngobrol-ngobrol dulu ?"

Kolera-tua berhenti dan berpaling memandang kearah utara. Dari arah itu tampak segulung sinar merah yang terbang mendatangi. Dalam sekejab saja, sinar merah itupun sudah tiba di muka pagoda.
Ternyata sinar merah itu adalah pakaian dari seorang anak yang saat itu tegak berdiri di halaman pagoda.
Dikata 'anak' sebenarnya kurang tepat karena umurnya sudah hampir 40 tahun. Tetapi kalau disebut orangtua, pun kurang sesuai karena wajahnya tampak kekanak-kanakan.

Mungkin karena tubuhnya pendek kecil, pipi licin tidak berkumis dan berjanggut, apalagi gemar memakai baju merah, maka orang menyangkanya seperti anak. Juga ada keistimewaan lain yalah, bahwa dia selamanya tak memakai sepatu.
Memang sukar untuk menyebut seorang mahluk seperti dia. Anak atau orangtuakah ? Paling-paling dikatakan saja 'bayi tua'.
Melihat kedatangan orang itu, benar juga Kolera-tua batalkan maksudnya hendak pergi. Dia segera tertawa menyapanya, "Ang Hay Ji, sudah lama kita tak ketemu !"
Anak tua baju merah itu ternyata bernama Ang Hay Ji yang berarti Bocah merah. Dia tertawa mengikik seperti anak kecil lalu balas memberi salam, "Idih, Kolera-tua, mengapa engkau berada disini ?"
Aku juga menjadi tetamu," sahut Kolera tua,
"Idih," seru Ang Hay Ji terkejut lalu berpaling kearah si Huru Hara.
"Budak kecil, apakah engkau yang memakai nama Huru Hara dalam surat undangan itu?" seinnya.

Sambil masih asyik mempersiapkan satai tikusnya, Huru Hara menjawab, "Iya."
Angkuh dan tengik sekali sikap si Huru Hara dalam menjawab pertanyaan tetapi diluar dugaan Ang Hay Ji tidak marah malah tertawa, "Engkau mengundang aku kemari, apa keperluanmu?"
"Ada deh," sahut Huru Hara.
"Apakah ada kang-tau ( obyek ) yang hendak engkau berikan kepadaku?"
Huru Hara mengangguk.
"Coba katakan!"
"Sabar dulu," kata Huru Hara, "nanti setelah semua datang, baru kukatakan."

"Eh, budak kecil," seru Ang Hay Ji, "lagak langgammu mau meniru tokoh2 sakti yang aneh, ya?"
"Mengapa engkau mengatakan begitu?" balas Huru Hara.
"Apa maksudmu menggunakan nama Huru Hara itu?"
"Negara diserang tentara Ceng, pemberontakan timbul, perampok seperti jamur dimusim hujan, rakyat hidup dalam penderitaan dan ketakutan, apakah itu bukan suasana huru-hara ? Aku memakai nama Huru Hara agar setiap detik aku selalu ingat akan keadaan negara dan rakyat kita saat ini."
"Apa faedahnya hanya mengingat saja ?".

"Tentu saja ada," sahut Huru Hara, "percuma pikiran kita harus selalu ingat. Dan apabila pikiran sudah terisi dengan ingatan itu maka kau tentu akan mencari usaha untuk meringankan penderitaan rakyat. Beda dengan kalau kita tak mengingatnya, kita mudah terpikat kesenangan diatas keluh rintihan rakyat."
"Wah, wah, hebat benar omonganmu," seru Ang Hay Ji, "apakah engkau mempunyai rencana untuk meringankan penderitaan rakyat ?"
"Ada deh."
"Coba katakan."
"Tunggu saja nanti setelah semua sudah datang."
"Ih, engkau masih mengundang lain tetamu lagi ?" seru Ang Hay Ji.
"Ya, dia masih menunggu kedatangan lima tokoh lagi," selutuk Kolera-tua.
"Siapa ?"

"Manusia-pemakan-serigala Sebun Pa, Harpa asmara Hoa Lan Ing, Landak-besi Ma Hion, Im pohpoh dan paderi Gemar-segala-apa."
Mendengar itu mendeliklah mata Ang Ha Ji lalu berteriak keras2, "Bocah badung, otak lempung, minta dipentung ! Engkau berani mengundang ke Tujuh-pembunuh-besar ? Idih, kalau engkau tak punya uang sebanyak limapuluh ribu tail perak tak mungkin engkau dapat menyuruh mereka datang kemari."
"Belum tentu, bung. Untung atau buntung sang nasib tergantung. Tuh, paderi Gemar-segala-apa sudah datang," sahut Huru Hara.

Blo'on Cari JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang