Udara malam mulai terasa membekukan permukaan kulit. Semilir angin pun ikut membelai lembut anak-anak rambut yang tak terikat.
Hingar-bingar kesibukan yang tergambar dengan jelas menandakan bahwa kota tersebut termasuk kedalam kategori kota metropolis. Lampu gedung-gedung pencakar langit seakan-akan menggantikan cahaya bintang yang tertutup awan mendung. Walau pun begitu tak ubahnya menjadikan malam ini menjadi sepi. Bahkan suara bising kendaraan yang hilir-mudik pun masih menghiasi keramaian jalanan kota. Dan tak sedikit pula pasangan muda-mudi yang juga ikut meramaikan tempat ku berada saat ini.
"Udah malam, ngapain sih kita kesini. Mending juga gue tidur di rumah daripada ngelakuin hal gak jelas kayak begini." suara Arka yang sedari tadi tak henti-hentinya menggerutu.
"Bukannya gue juga udah nyuruh lu pulang dari tadi?" jawab ku malas. Menggangu sekali dia. Menggerutu saja kerjaannya dari tadi. Huftt.
"Opung ngancem gue kalo gue gak nganterin lu sampe rumah, fasilitas yang gue dapet bakal di tarik semua. Udah pulang aja yuk." ucapnya lemas.
"Yaitu sih derita lu. Gak perduli gue."
"Lagian ini udah malam. Gak baik anak perawan keluar malam-malam. Emangnya mau di godain om-om mesum mata keranjang?"
Ku buang nafas ku jengah. Dasar setan tengil, jelas-jelas dia yang sedang menggodaku dengan kerlingan nakal matanya. Rasanya ingin sekali ku colok mata segarisnya itu, biar tambah merem atau biar gak bisa melek aja sekalian.😑
Tiba-tiba saja Arka berdiri dari tempat duduknya. Lalu ia menyuruh ku untuk menunggunya disini setelahnya ia berjalan entah kemana dan meninggalkan ku sendiri.
Mau kemana dia. Ah bukan urusan ku juga. Masa bodolah dia mau kemana. Mau dia pulang pun, bukan masalah untuk ku. Memangnya aku takut kali ya. Aku juga bisa pulang sendiri kok. Malah bagus kalo dia pulang duluan, jadi aku gak usah dengerin gerutuannya yang membuat panas telinga.
Ku perhatikan orang-orang yang berlalu lalang dihadapan ku. Dan juga segerombolan di sebrang sana sedang menonton pertunjukan seniman jalanan yang sangat memukau. Mulai dari akrobatik, sulap, dan juga ada band-band jalan yang sedang menunjukan kebolehannya.
Sepertinya tidak ada salahnya jika aku mengabadikan moment seperti ini dengan memotret. Ku keluarkan ponsel ku dan mulai membidik obyek di depan ku.
Saking fokusnya mengabadikan pertunjukan yang menarik perhatian ku, hingga membuatku tak menyadari bahwa Arka sudah kembali dan menghalangi bidikan foto ku. Arka berdiri dihadapan ku dengan kedua tangannya yang sudah penuh dengan sesuatu.
"Minggir! Ngalangin aja." usir ku.
Bukannya menepi dari hadapan ku, Arka malah menyodorkan apa yang dibawanya kepadaku.
"Apaan nih?" tanyaku.
Ia memberikan ku piring tertutupi kertas nasi yang terletak diatas dua mangkuk yang ia susun seperti layaknya pelayan rumah makan Padang yang mengantarkan makanan pelanggannya. Mungkin, ia memberikan piring itu kepadaku agar aku membantu membawakannya. Ia begitu tampak kesulitan sekali saat membawanya tadi.
"Udah ambil dulu aja sih. Panas nih." ucapnya lalu ku ambil sodorannya itu. Ku letakan ponselku dan mengambil piring yang tertutupi kertas nasi. Dan ku letakan di samping ponsel yang berada di kursi panjang yang ku duduki.
"Ini kerak telor sama sekoteng." lanjutnya lalu duduk di sampingku. Setelahnya Arka kembali menyerahkan mangkuk yang sepertinya berisi sekoteng hangat kepadaku.
"Buat apaan?" tanyaku lagi.
"Buat siram tanaman." Arka mendengus kesal. "Emangnya fungsi makanan itu buat apa? Ya buat di makanlah. Gitu aja kok nanya buat apa." ucap Arka sewot.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nalika Hydrasyah
Teen FictionBerjalan dengan lambat! #8- Cassanova (21/07/18) #23- Novel Remaja (22/07/18) #94- Pengkhianatan (01/04/19) #702- High school (15/03/19) --------------------- Judul lama: My Name Is Nalika. Ini adalah sepenggal kisah klasik dimasa SMA. Yang bercerit...