"Al, ada yang lo sembunyiin dari gue ya" ucap Karin seraya memperhatikan Alya begitu intens.
Yang diperhatikan jadi salah tingkah, bingung juga menjawab apa.
"Perasaan lo doang kali ah" elak Alya.
"Serius?" tanya Karin memastikan.
"Sumpah, gue ga bohong" yakin Alya.
"Gue gak bilang lo bohong. Hayoo apaan, kasih tau elah pelit lo, lupa yaa kan diantara kita gaboleh ada yang disembunyiin"
Hampir 3 tahun Alya berteman dengan Karin.
Bertahun-tahun mereka jalanin dalam suka maupun duka.
Gaada yang ditutup-tutupin dalam persahabatan mereka.
Alya ragu menceritakan kepada Karin.
Tapi mungkin memang saatnya untuk memberitahu Karin.
"Rin, ada yang mau gue omongin" ucap Alya.
"Ngomong aje kalii"
"Gak disini, gimana kalo ketaman?" usul Alya.
Dan mereka pun berjalan menuju taman belakang.
"Kenapaa kayanya rahasia banget"
Alya menghela nafas gusar, jujur ia bingung ingin memulai darimana.
"Rin, gue sakit" ucap Alya pada akhirnya.
"Tuhkan! Pantes muka lo pucet. Ayoo ke UKS gue anterin ntar lo kenapa-napa lagi"
Jauh dilubuk hati Karin ia sudah sangat penasaran maksud dari perkataan Alya, hanya saja ia menutupinya.
"Gue serius, gue gatau ini penyakit apa namanya tapi setiap dua minggu sekali gue harus kemo, ataoga cuci darah" ucapan Alya bagai petir disiang bolong bagi Karin.
"Gue gasuka cara bercanda lo!" balas Karin ketus.
"Gue tau lo gapercaya, tapi sumpah gue gaboong. Dan maaf selama kita temenan gue boongin lo karna gue pun baru tau ini pas gue masuk kelas 3 ini"
"KENAPA?! KENAPA LO GAK LANGSUNG CERITA SAMA GUE?! APA GUE ORANG BARU BAGI LO HAH, KENAPA?!" bentak Karin seraya menahan tangisnya.
Sungguh ia tidak menyangka bahwa sahabatnya ini memiliki penyakit yang serius.
"Bukan gi-gitu, gue gamau bu-buat lo khawatir" ucap Alya takut.
"Lo bego! emang sekarang gue gak khawatir? Lo bilang sekarang atau kemarin bahkan nanti pun gue khawatir"
"Maaf"
"Kapan kemo lagi? Apa kata dokter? Apa yang bisa buat lo sembuh? Apa larangan makanannya? Kemungkinan kapan lo sembuh?" tanya Karin bertubu-tubi.
Pertanyaan yang keluar dari mulut karin seakan menohok hati Alya.
"Rin, g-gue"
"Apa?" sela Karin cepat.
"Kata dokter kemungkinan gue sembuh udah gaada, dan katanya umur gue cu--"
Tangis Alya pecah saat itu juga, jujur ia lega karna sahabatnya tau. Tapi ia juga sedih mengingat apa yang dibicarakan dokter sewaktu itu.
"Gausah percaya, dokter cuman nakutin lo. Lo harus yakin lo sembuh karna gue akan selalu ada disamping lo kok" ucap Karin dengan senyuman.
Kemudian mereka berpelukan, benar-benar pelukan yang sangat erat seakan tidak mau terpisah.
Karin terlalu takut ditinggalkan sahabat satu-satunya yang sudah menemaninya selama hampir 3 tahun ini.
Dan Alya terlalu takut meninggalkan sahabatnya satu-satunya yang selalu ada disampingnya selama ini.
Intinya mereka takut untuk kehilangan satu sama lain.
"Kenzie tau?" tanya Karin.
"Jangan bilang Kenzie gue mohon" jawab Alya.
"Gak bisa lah Al! Dia pacar lo"
"Tapi gue gamau Kenzie punya pacar penyakitan kaya gue"
"Anjing. Gue gatau lagi sama pola pikir lo!" ucap Karin yang sudah kesal.
"Gue mau minta tolong sama lo" pinta Alya.
"Apa?"
Dan Alya pun membisikkan sesuatu kepada Karin, Karin sempat melotot tak percaya namun Alya berusaha meyakinkan. Mau tak mau Karin mengikuti apa yang diinginkan oleh Alya.
¤¤¤¤¤
"Hanif! Tungguu" panggil Alya.
Hanif pun berhenti ketika melihat Alya yang berlari mengejarnya.
"Kenapa Al?" tanya Hanif to the point.
"Kenzie sama Alvin gaada?"
"Dah balik tadi duluan. Kenapa?"
"Bisa ngomong bentar ga?" tanya Alya.
"Boleh, mau dimana?"
"Caffe Gerouch aja gimana? Kan deket tuh" tawar Alya.
Hanif pun tampak berpikir sebentar lalu mengangguk.
Mereka pun pergi menuju caffe.
Tak sampai 10 menit mereka sudah sampai ditempat yang dimaksud.
"Mau pesen apa?" tanya seorang waiters.
"Saya cheesecake sama tiramisu aja mba. Kalo lo Nif?" tanya Alya.
"Sayaa croisant sama caramel latte aja mba" ucap Hanif.
"Baik ditunggu sebentar yaa" waiters tersebut tersenyum kemudian pergi dari hadapan mereka.
"Gue mau minta tolong sama lo" ucap Alya.
"Minta tolong apa? Selagi bisa gue pasti mau bantu" jawab Hanif seraya tersenyum.
"Buat Kenzie cemburu sama kita"
"Hah? Maksud lo?"
Dan Alya pun kembali membisikkan sesuatu seperti yang ia bisikkan kepada Karin.
Hanif terlonjak kaget, bahkan sangat kaget. Pandangannya menatap Alya tidak mungkin.
Namun Alya tersenyum sambil berusaha meyakinkan, ini yang terbaik.
Dan Hanif pun hanya pasrah dan mengangguk, tak lama pesanan mereka pun datang.
Mereka memakan pesanan mereka dengan hening yang menyelimuti, pikiran mereka melayang-layang entah kemana.
¤¤¤¤¤
Haii...
Parahh gatau lagi mau ngetik apa, jadinya gini deh. Sumpahh abal dan jelek bangett, tapi boleh dong tetep vote and coment?? Hehe makasihh lhoo;)
*03-11-16*
KAMU SEDANG MEMBACA
High Hopes
Teen FictionKenali Alya Querannia, salah satu siswa Bintang Harapan. Anaknya baik, pintar, polos, dan cantik. Hidupnya biasa saja, terkesan datar dan sepi. Ia bukan anak famous yang terkenal dimana-mana ataupun punya kenalan sana-sini. Sahabatnya cuman satu, Ka...