High Hopes-12

32 5 0
                                    

Semakin hari keadaan Alya semakin memburuk.

Badannya sudah sangat kurus.

Rambutnya sudah hampir botak.

Kantung matanya membesar dan menghitam.

Seluruh tubuhnya mulai kaku.

Lidahnya kelu.

Ia sudah bagaikan bayi besar yang tidak bisa berbuat apa-apa.

Malam ini, seluruh keluarga Alya datang termasuk teman-teman Alya. Hanya satu yang tidak ada, Kenzie.

Mereka semua menangis melihat keadaan Alya sekarang. Mata terpejam dengan alat bantu bernafas.

Dokter menyarankan agar melepas alat bantu dari seminggu lalu, namun Tania menolak menurutnya, Alya pasti bisa sembuh.

Namun sekarang, melihat keadaan anaknya yang seperti itu. Ia menjadi ragu, Tania merasa bahwa ia terlalu egois dengan memaksa Alya hidup dengan alat bantu.

Pasti anaknya sedang kesakitan, maka malam ini ia akan berbicara kedokter didepan seluruh orang yang ada dikamar rawat Alya.

"Maaf sebelumnya dok"

"Apa Alya tidak ada kemungkinan untuk...."

"Hidup?" tanya Tania kemudian airmata mengalir dari matanya.

Dokter terdengar menghela nafas sebentar, "Hanya 1% kemungkinan Alya hidup. Sekarang kita hanya bisa menunggu mukjizat dari Allah" ucap dokter Danny.

Tania menyeka airmata nya, kemudian ia menghembuskan nafasnya kasar. Tidak ia tidak mau egois lagi.

"Buat temen-temennya Alya, tante mohon maaf sebesar-besarnya untuk kalian kalo misalnya Alya punya salah..."

Isak tangis semakin terdengar jelas, mereka tidak menyangka bahwa orang yang terbaring itu adalah teman mereka, terlebih Karin yang menatap Alya dengan tatapan kosong.

"Dan buat keluarga, saya mohon maaf kalo Alya punya salah, belum jadi yang terbaik, saya mohon maafkan..."

"Karna malam ini, saya sudah mengikhlaskan Alya, saya sudah menerima apabila alat bantu dilepas..."

Dan perlahan Dokter bersama perawat lain mulai melepas alat bantu, tidak ada pergerakan dari Alya. Setelah benar-benar terlepas, dokter menaruh tangannya dihidung Alya. Kemudian dia menggeleng.

Sekarang Tania sudah menangis kejer, Faris pun menenangkan Tania walau hatinya pun teriris melihat anak perempuanya terbujur kaku.

Tak terkecuali Aldy, dirinya pun mendekat kearah Alya, dan sekarang ia hanya bisa tersenyum walau airmata telah mengalir, "Lo adalah adik terbaik yang pernah gue punya" bisiknya ditelinga Alya.

Satu persatu orang-orang membisikkan kesan mereka tentang Alya.

"Curang, lo ninggalin gue sendiri" airmata Karin benar-benar tidak bisa ditahan.

"Hiks hiks... gue sama siapa Al? Katanya kita mau lulus trus lulus bareng, katanya kita mau jalan-jalan bareng, katanya kita mau suskses bareng, katanya mau nikah bareng sama cogan-cogan kita, katanya kita bakalan sahabatan sampe nikah dan pergi"

"Tapi kenapa lo ninggalin gue?" tanya Karin lirih.

"Sahabat macem apa yang ninggalin sahabatnya sendiri. Gue harus curhat sama siapa nanti? Nanti gue duduk sama siapa? Siapa yang gue butuhin kalo galau? Harus kemana gue cari orang yang rela dimarahin sama gue cuman karna PMS. kemana Al? Kemana?!"

Karin menangis sejadi-jadinya, ditelungkupkan tangannya agar menutupi wajahnya yang sudah berantakan.

Hanif mendekati Karin lalu menenangkannya dengan cara mengusap-usap bahu Karin pelan.

"Lo harus kuat, Alya gabakal suka dan tega ngeliat lo kaya gini, lo mau liat Alya sedih disana?" tanya Hanif.

Karin hanya menggeleng lemah.

"Lo harus ikhlasin Alya, biarin dia tenang. Lo gamau kan dia hidup tapi ngerasa sakit?" tanya Hanif lagi.

Dan lagi-lagi Karin hanya menggeleng lemah.

"Sekarang, gue mau ngomong sama Alya lo bisa minggir?"

Karin pun mengangguk kemudian keluar menyusul seluruh teman dan keluarga Alya.

Dan dalam keheningan ini, hanya ada Hanif dan Alya.

"Kenzie pasti beruntung banget bisa dapet cewek kaya lo. Jujur gue iri" ucap Hanif kemudian terkekeh pelan.

"Waktu lo pertama kali blg kalo lo sakit, gue rada gapercaya. Tapi sekarang gue percaya, dan maaf kayanya gue sama Karin gabisa nurutin permintaan terakhir lo"

Flashback on.

"Rin, Nif gue punya permintaan sama kalian" ucap Alya dengan suara yang mulai melemah.

"Apa?" ucap Karin dan Hanif berbarengan.

"Kalo gue meninggal, tolong jangan bilang sama Kenzie. Bilang aja gue pergi keluar negri dan gaada kabar"

"Lo gila?! Kenzie itu pacar lo Al, lo mau dia sedih?!" maki Karin kesal.

"Gue udh gapacaran lagi sama dia" balas Alya sedih.

"Tapi apa lo yakin? Setelah dia tau kalo lo ilang gaada kabar dia bakal baik-baik aja. Lo yakin?"

"Lebih baik gitu, daripada dia tau gue mati"

"Lo egois, kalo dia tau lo udh meninggal setidaknya dia tau harus kemana kalo kangen elo, kalo dia taunya lo keluar negri terus dia ngejar lo. Apa lo tega?"

Alya berpikir sebentar, apa yang dikatakan Karin benar.

"Tapi gue mohon Rin, Nif. Gue mohon banget jangan blg" mohon Alya.

"Serah lo deh" kemudian Karin pergi keluar.

"Nif? Lo mau kan nurutin permintaan gue?"

Hanif menghela nafas lelah, "Gue gak janji".

"Oiya tolong nanti kalo gue udh gaada, ambil kota bentuk hati dikamar gue dimeja belajarnya. Warnanya hitam putih gitu"

"Apaansi lo ngomongnya mati terus, lo bakal sembuh. Gue yakin"

Flashback off.

Hanif pun keluar, menghampiri Karin yang sedang terbengong.

"Mau kasih tau Kenzie?" tawar Hanif.

Karin pun menoleh lalu tersenyum, Hanif sependapat olehnya.

***

Haaii...

Maaf yaa Alya nya ditiadakan alias K.O alias mati alias meninggal.

Setelah ini epilog, abis epilog itu end. Dan High hopes bener-bener selesai.

Kalo gitu makasihh dan sampai jumpa di 2 chaptet terakhir♡

*03-12-16*

High HopesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang