(Namakamu) kini sudah sampai disebuah rumah, rumah yang terlihat kokoh dengan pilar-pilar besar yang menyokongnya ini adalah tempat dimana ia meninggalkan bayinya lima tahun yang lalu.
Rumah ini masih tampak sama seperti lima tahun yang lalu, tidak ada yang berubah.Tangan (Namakamu) bergerak hendak mengetuk pintu berwarna putih ini namun diurungkannya, (Namakamu) sudah lebih dari satu jam berdiri di depan rumah ini, berungkali (Namakamu) ingin mengetuk pintunya namun tidak jadi.
Sedari tadi ia hanya mondar-mandir tidak jelas didepan pintu rumah orang yang menjaga bayinya selama ini. Ia bingung harus mengatakan apa kepada pria itu-pria yang sudah menjaga bayinya- tidak mungkin kan kalau tiba-tiba saja (Namakamu) datang dan mengatakan kepada pria itu bahwa dirinya adalah ibu kandung dari bayi itu.
Pria itu pasti tidak langsung percaya begitu saja, tapi kalau ia tidak mengatakan yang sebenarnya...Arghh!!
(Namakamu) mendesah kesal, apa mungkin pria itu akan percaya kalau dirinya adalah ibu kandung anak itu? (Namakamu) menghela nafasnya perlahan, kemudian dengan seluruh keberaniannya (Namakamu) akhirnya mengetuk pintu besar yang berwarna putih ini.Tidak membutuhkan waktu yang lama hingga terbukalah pintu besar ini dan nampaklah seorang wanita muda dari balik pintu.
(Namakamu) mengernyitkan alisnya. Mengapa yang keluar wanita? Bukankah dulu penghuni rumah ini dan yang mengambil bayinya adalah seorang pria?
Apa mungkin wanita ini istri pria itu?Dengan cepat (Namakamu) menggelengkan kepalanya menepis semua pikiran negativ yang berputar-putar diotaknya.
Pandangan (Namakamu) kembali terfokus pada wanita muda itu, wanita itu tersenyum ramah pada (Namakamu)."Siapa ya?" Wanita itu bertanya dengan ramah.
"Mmm..sa-saya (Namakamu), saya ke-kesini ma-mau cari pria yang tinggal disini." (Namakamu) menjawab dengan terbata-bata ia takut kalau wanita ini adalah istri pria itu, ia juga takut kalau wanita ini akan cemburu padanya.
"Pria?" Wanita itu mengerutkan keningnya.
"Iya pria."
"Maaf, disini gak ada pria, saya disini tinggal sendirian, mungkin orang yang kamu maksud udah pindah, soalnya saya juga baru pindah disini."
"Oh, gi-gitu ya, maaf kalo saya ganggu, kalo gitu saya permisi dulu."
(Namakamu) melangkahkan kakinya keluar dari pekarangan rumah ini. Jadi pria itu sudah pindah? Pindah kemana pria itu?
(Namakamu) tidak tau siapa nama pria itu, jadi mana mungkin ia bisa mencari alamat rumah baru pria itu.
(Namakamu) menghela nafasnya kemudian tangannya bergerak menghentikan sebuah taksi dan menaikinya.Tujuan (Namakamu) saat ini adalah restaurant yang tadi siang ia kunjungi, siapa tau disana ia bisa bertemu dengan pria dan anak perempuan itu lagi.
__________________________________Pukul 7 malam.
(Namakamu) berdecak kesal, pasalnya sudah lebih dari 2 jam ia menunggu di restaurant ini, namun pria dan anak perempuan itu tidak ada. Sudah hampir 4 gelas kopi (Namakamu) habiskan hanya untuk menunggu kedatangan mereka, yang (Namakamu) harapkan adalah pria itu bersama anak perempuannya makan malam di restaurant ini, tapi sialnya pria itu tidak makan malam di restaurant ini.
(Namakamu) mengambil dompetnya dari dalam tas, mengambil selembar uang 50 ribu, menaruhnya diatas meja, kemudian ia segera beranjak meninggalkan restaurant ini.
__________________________________Iqbaal memijat keningnya, ia merasakan kepalanya sangat pusing, pekerjaan yang begitu banyak mengharuskan Iqbaal untuk lembur malam ini. Pikiran Iqbaal melayang memikirkan anaknya.
Apakah anaknya sudah makan?
Apakah anaknya baik-baik saja?
Begitulah kira-kira pertanyaan yang muncul dibenak Iqbaal, ia sangat mengkhawatirkan keadaan anak semata wayangnya itu. Bukannya ia tidak percaya kepada dua sahabatnya-Kiki dan Bastian, namun ia hanya ingin memastikan bahwa anaknya baik-baik saja.
Sangat berlebihan mungkin, tapi hanya itu yang bisa Iqbaal lakukan, Iqbaal hanya bisa mengkhawatirkan keadaan anaknya tanpa tau keadaan yang sebenarnya.
Iqbaal beranjak dari kursi nyamannya menuju pantry kantor yang berada di sebelah ruangan kerjanya, ia berniat untuk membuat kopi, mungkin segelas kopi hangat dapat menyegarkan pikirannya kembali.
_______________________Gelak tawa yang keluar dari mulut mulut sang malaikat kecil itu menggema di seluruh kamar ini.
Saat ini Kiki dan Bastian sedang bermain bersama keponakan mereka-Kiara."Hahahaha geli Om, Om Babas tolongin Kia dong ahahhaha."
"Hayoo mau nyerah apa enggak?"
"Hahahahaha iya deh Kia nyerah Om, ampun."
Kiki menyudahi aktivitasnya yaitu menggelitiki tubuh Kiara, sedari tadi memang Kiki menggelitiki tubuh mungil Kiara. Kemudian Kiki segera merengkuh tubuh mungil Kiara kedalam pelukannya dan mengecup gemas kedua pipi chubby Kiara.
"Hmm.. jadi Om Babas gak dianggap nih, tadi aja minta tolong sama Om Babas, eh sekarang Om malah dicuekin."
"I'am sorry Uncle, Kia lupa kalau ada Om Babas hihi."
Kiara melepaskan pelukan Kiki lalu turun dari ranjangnya, menghampiri Bastian, dan segera memeluk Bastian yang sedang membereskan mainan milik Kiara dari belakang.
"Sorry ya Om."
"Hmm.."
Bastian hanya berdehem menanggapi permintaan maaf Kiara.
"Om marah sama Kia?"
"Enggak kok sayang, Om mana bisa sih marah sama Kia."
Bastian membalikan tubuhnya, kemudian segera memeluk tubuh mungil Kiara dan mengecup gemas pipinya.
"Hahaha geli Om pipi aku."
"Yaudah sekarang Kia sama Om Kiki dulu ya, Om Babas mau mandi dulu." Bastian mengecup kening Kiara sekilas.
Kiara mengangguk kemudian melangkahkan kakinya menuju ranjang lalu Kiara memposisikan tubuhnya dengan nyaman disebelah Kiki yang sedang berbaring menghadap kearahnya kemudian menarik selimut tebal bergambar hello kitty miliknya sampai sebatas dada.
Kiki mengerutkan keningnya saat melihat aktivitas Kiara itu.
"Kia mau bobo?"
Kiara menggelengkan kepalanya.
"Kia belum ngantuk om, Kia cuma mau denger cerita dari Om."
"Cerita apa?"
"Cerita tentang Mama Kia, Ayah bilang Mama Kia itu cantik, emang mama cantik ya Om?"
Kiki terdiam saat mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Kiara, ia bingung harus menjawab apa, jangankan melihat wajahnya, tau siapa ibu kandung Kiara saja tidak. Bisa-bisanya Iqbaal mengatakan kalau ibu kandung Kiara cantik, darimana Iqbaal tau kalau ibu Kiara cantik? Sedangkan tau siapa orangnya saja tidak.
Ya Tuhan! Bisakah Kiara bertanya yang lain saja? Apapun pertanyaan Kiara akan Kiki jawab asalkan jangan pertanyaan yang satu ini, pertanyaan ini bagaikan sebuah pertanyaan yang tertera disebuah kertas ujian, atau mungkin lebih susah daripada pertanyaan saat ujian.
"Om.. kok diem sih? Jawab dong."
Suara Kiara membuyarkan lamunan Kiki. Ia harus apa sekarang?
"Emm..."
"Non Kiara! Makan dulu yuk."
Beruntung ada Bi Surti yang segera memanggil Kiara untuk makan malam jadi Kiki tidak perlu memikirkan jawaban dari pertanyaan Kiara tadi.
Bi Surti adalah asisten rumah tangga dirumah Iqbaal, ia juga yang membantu merawat Kiara dari bayi hingga sekarang. Tugas Bi Surti hanyalah memasak, mencuci, menggosok, menemai Kiara sekolah, dan memandikan Kiara.
Selebihnya dilakukan oleh Iqbaal sendiri atau dilakukan oleh kedua sahabatnya-Kiki dan Bastian.
"Nah, sekarang Kia makan dulu biar cepet gede, yuk turun tuh Bi Surti udah manggil."
Kiki melangkahkan kakinya menuju dapur sambil menggandeng tangan Kiara.
________________________________________________________________
Hiii ^^ Saya terlalu lama ya updatenya? Maaf ya karena kesibukan sekolah, ngurusin fp, dll jadi gak sempet-sempet buat update di Wattpad...
Jangan lupa di vote dan di vomment yaa ^_^
Terimakasih!
KAMU SEDANG MEMBACA
She Is My Daughter
RomanceBerawal dari sebuah incident yang membuat (Namakamu) hamil dan melahirkan seorang bayi perempuan. (Namakamu) tidak sanggup merawat anak itu sendirian sehingga ia menitipkan anaknya pada seorang pria yang mau menerima bayinya dengan baik. Kini setela...