Part 12

545 25 0
                                    

"Aku–"

Iqbaal menunggu kelanjutan kalimat yang dilontarkan oleh mulut (Namakamu), namun (Namakamu) tetap menggantungkan kalimatnya, yang ada (Namakamu) justru menatap Iqbaal dengan tatapan yang sulit diartikan membuat Iqbaal menaikan sebelah alisnya.
Ingin rasanya (Namakamu) menceritakan semua masalahnya kepada Iqbaal, namun...

Ahh! Sudahlah!

(Namakamu) tidak ingin masalahnya diketahui oleh semua orang, cukup hanya dirinya, Tuhan, dan Salsha saja yang mengetahui masalahnya.
(Namakamu) tersenyum getir, kemudian mengubah posisinya dari tertidur menjadi terduduk bersandar pada sandaran ranjang rumah sakit.

"Aku apa?"

(Namakamu) menggelengkan kepalanya.

"Gak jadi, aku cuma mau bilang kalo aku gak apa-apa."

Sebuah senyuman lembut terukir manis di bibir (Namakamu), membuat Iqbaal seolah terhipnotis dengan senyuman lembut (Namakamu).

Entah hanya perasaannya saja atau memang kenyataan, namun yang pasti Iqbaal merasa ada yang berbeda dari raut wajah (Namakamu).

Raut wajah (Namakamu) menggambarkan kekecewaan dan kesedihan yang mendalam, Iqbaal tidak tau pasti apa yang dialami oleh (Namakamu), namun Iqbaal rasa (Namakamu) pasti sekarang sedang mengalami hal yang membuatnya terpuruk.

Entah sadar atau tidak, namun tiba-tiba saja Iqbaal merengkuh tubuh (Namakamu) kedalam pelukannya, membiarkan (Namakamu) meluapkan semua masalahnya di dada bidangnya.
(Namakamu) sedikit tersentak saat Iqbaal tiba-tiba saja merengkuh dirinya kedalam pelukan Iqbaal, namun (Namakamu) merasa sangat nyaman berada di dalam pelukan Iqbaal.

Ia membenamkan wajahnya pada dada bidang Iqbaal berusaha meluapkan semuanya di dada bidang Iqbaal.

Iqbaal merasakan kemeja yang ia kenakan mulai basah akibat tetesan air mata (Namakamu), (Namakamu) menangis sesegukkan, semua masalah yang ia alami seakan sirna semua kala mendapat pelukan hangat dari Iqbaal.

Tangan Iqbaal bergerak mengelus lembut rambut coklat (Namakamu), berusaha memberikan kehangatan dan kenyaman untuk (Namakamu), Iqbaal yakin saat ini (Namakamu) sedang mengalami masalah yang berat, terbukti dari suara tangisan (Namakamu) yang terdengar sangat memilukan.

(Namakamu) merasa sangat nyaman berada di dalam pelukan Iqbaal, seandainya saja Iqbaal itu suaminya pasti saat ini ia sudah memeluk Iqbaal lebih erat lagi, namun ia hanya seorang pengasuh anak Iqbaal atau lebih tepatnya pembantu tidak lebih, ia tidak boleh berpikiran kalau ia bisa menjadi istri seorang Iqbaal.

Iqbaal melepaskan pelukannya lalu tangan Iqbaal menyeka airmata yang masih menempel di pipi tirus (Namakamu) kemudian tersenyum lembut.

"Udah ya kamu gak usah nangis lagi, kalau ada masalah gak usah sungkan buat cerita sama aku, aku siap kok dengar cerita kamu siapa tau aku bisa bantu."

"Iya, makasih ya Baal."

(Namakamu) mencoba untuk tersenyum selembut mungkin walaupun senyuman itu akhirnya luntur kembali, namun (Namakamu) harus tetap terlihat tegar di depan Iqbaal dan berusaha tersenyum agar Iqbaal tidak mengetahui semua masalahnya.

"Yaudah sekarang kamu istirahat ya, aku mau ke kantin rumah sakit dulu."

(Namakamu) mengangguk kemudian memposisikan dirinya berbaring senyaman mungkin, lalu Iqbaal menarik selimut rumah sakit sampai sebatas dada (Namakamu).

(Namakamu) memejamkan kedua matanya agar ia bisa segera terbuai ke alam mimpi namun...
(Namakamu) membuka matanya saat ia merasakan ada sebuah benda hangat yang menempel di keningnya.

She Is My DaughterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang