Part 11

598 28 0
                                    

(Namakamu) menangis sesegukkan seraya berlari kecil keluar dari apartement yang terasa seperti neraka itu.

Tangisan (Namakamu) terdengar sangat memilukan siapa saja yang mendengar isak tangis (Namakamu) pasti dapat merasakan sakit yang dirasakan oleh (Namakamu).

Langkah kaki (Namakamu) memasuki lift kemudian tangannya bergerak menekan tombol angka 1 di lift.

(Namakamu) menutup mulutnya dengan kedua tangannya, bahunya bergetar mengiringi isak tangis (Namakamu) yang terdengar sangat memilukan.

Mengapa dirinya diperlakukan seperti seorang pelacur yang hanya untuk memuaskan nafsu Alwan saja? Apa salah dirinya sehingga dipandang rendah oleh Alwan seperti ini?

Hati (Namakamu) bagaikan teriris pisau yang sangat tajam, sakit, perih, dan pedih menjadi satu, dirinya selalu menjadi tempat pemuas nafsu bagi Alwan sejak dulu.

Alwan merebut semua kebahagiaannya, mulai dari pendidikan, kehormatan (Namakamu) sebagai wanita, sampai akhirnya tumbuh seorang nyawa dalam perut (Namakamu).

Alwan pergi begitu saja meninggalkan dirinya dalam kesendirian, berkalut dalam kesedihan yang mendalam, hingga (Namakamu) bertemu dengan Aldi, seorang pria yang mau menerima (Namakamu) apa adanya.

'Cling!'

Pintu lift sudah terbuka namun (Namakamu) belum juga beranjak dari posisinya sekarang, ia terdiam mematung sampai akhirnya seseorang mengejutkan (Namakamu).

Dengan cepat (Namakamu) menyeka airmata yang sedari tadi berderai menelusuri pipi tirusnya kemudian tersenyum kepada orang tersebut lalu beranjak keluar dari lift.

(Namakamu) melangkah keluar dari lobi apartement dengan airmata yang kembali berderai.

Langit cerah berwarna biru kini perlahan berubah menjadi kelam, semburat awan hitam menandakan jika sebentar lagi akan turun hujan.

(Namakamu) tidak mempedulikan langit yang mulai gelap, ia terus berjalan tanpa arah seraya menangis, ia tidak peduli dimana dirinya sekarang yang pasti (Namakamu) ingin menghilangkan rasa sakit yang ia rasakan.

(Namakamu) ingin pergi sejauh mungkin dan menyendiri seperti beberapa tahun yang lalu, ia tidak mau bertemu dengan siapa-siapa untuk sementara ini, dirinya sudah terlanjur sakit dan kecewa.

Tetesan hujan mengiringi isak tangis (Namakamu), langit seakan tau apa yang dirasakan oleh (Namakamu) dan ikut merasakan kesedihan (Namakamu).

Langitpun ikut menangis melihat keadaan (Namakamu) sekarang, andai saja Tuhan mengirimkan seorang malaikat yang mau menemani dirinya saat ini.

(Namakamu) terduduk sembarang di trotoar jalan membiarkan tubuhnya basah akibat tetesan hujan yang semakin lama semakin deras.

(Namakamu) menangis sejadi-jadinya di pinggir jalanan yang nampak sangat sepi ini, ingin rasanya ia mengakhiri hidupnya saat ini juga, (Namakamu) merasa tidak ada gunanya lagi ia hidup, dirinya sudah ternodai dua kali oleh Alwan.

Bagaimana jika dirinya hamil untuk yang kedua kalinya?

Apakah Alwan akan bertanggung jawab?

Pasti tidak!

Alwan bukanlah sosok yang bertanggung jawab, ia hanya ingin menikmati tubuh (Namakamu) saja tanpa mau mengakui darah dagingnya sendiri.

(Namakamu) tidak mau kejadian beberapa tahun yang lalu itu terulang lagi, ia tidak mau mengandung anak dari Alwan lagi, cukup sekali saja ia merasakan hal itu.

(Namakamu) memeluk lututnya sendiri, seluruh tubuhnya sudah basah total, bibir merah (Namakamu) kini berubah menjadi biru.

(Namakamu) merasa sangat kedinginan saat ini, kepala (Namakamu) mendadak sangat pusing.

She Is My DaughterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang