Hari ini adalah hari akan di berikannya keputusan terhadap Sungjae. Semua segera berakhir setelah ini. Ratu sudah memegang surat keputusan dari para tetua kerajaan. Ini memang akan sangat sulit. Tapi apapun harus di hadapi. Setelah polemik panjang yang terjadi di istana. Keadaan politik pun tak menentu.
Masyarakat juga sudah terbagi menjadi dua kubu. Kubu pendukung Sungjae dan kubu yang meragukan keabsahan Sungjae sebagai Putra Mahkota.
Masyarakat di luaran sudah dengan gelisah menantikan pidato kenegaraan Ratu yang akan segera di sampaikan pada pukul dua siang.
Sementara Sungjae dan Sooyoung kini masih menikmati waktu mereka berdua. Tengah duduk berdua di ruang kerja Sungjae. Berbagi selimut di atas sofa. Sooyoung menyenderkan kepalanya di atas dada Sungjae, yang kini tengah sibuk membuka sebuah buku diatas pangkuannya.
Sooyoung menatap baris-baris kalimat yang ada di sana tanpa minat. Ia masih belum bisa tenang, ketika keputusan belum dikeluarkan oleh keluarga kerajaan.
"Oppa," Sooyoung memanggil Sungjae pelan. Jarinya ia bawa ke atas dada Sungjae, menyentuhkan pelan.
Sungjae hanya berdehem. Ia masih terus membuka lembaran buku yang sebenarnya tak dibacanya sama sekali. Pipinya ia tempelkan di atas puncak kepala Sooyoung. Memberikan sentuhan langsung antara kulit wajahnya dengan surai lembut kecoklatan Sooyoung.
"Apa kau sudah siap?" Sooyoung kembali bertanya. Ia mendongak. Menyejajarkan jarak pandang mereka. Sungjae menghindar, ia pura-pura sibuk, membuka dan menutup bukunya. Hingga Sooyoung gemas dan menutup buku itu kasar. Melemparkannya sembarang ke atas meja.
"Kau yakin dengan semua ini?" Sooyoung masih terus bertanya. Lelaki di hadapannya benar-benar pintar berklamufase menjadi sebuah batu. Dia sama sekali tak bersuara sejak tadi.
Sooyoung gemas, kini cubitannya sudah berakhir di perut Sungjae.
"Yaaa, sakit Park Sooyoung" Sungjae merajuk. Mengelus-elus perutnya dramatis.
"Aku bicara padamu Yook Sungjae." Kini gantian Sooyoung yang merajuk, manyun dan bersidakep, karena pria di depannya ini sungguh tak menghiraukannya.
"Untuk apa aku menjawab pertanyaan yang sudah jelas jawabannya?" Sungjae balas mencubit pipi Sooyoung.
"Aku tak takut kehilangan apapun." Sungjae menghela nafas, dan membuangnya kasar. "Karena semua ini awalnya memang bukan milikku"
Sooyoung menautkan kedua alisnya, ia bingung dengan arah pembicaraan Sungjae.
"Karena yang terpenting itu kau adalah milikku." Sooyoung tersenyum malu. Ia memukul bahu Sungjae pelan, mencibir dan bilang jika Sungjae hanya gombal belaka.
Tapi senyum dibibirnya tak pernah lepas. Ia bahagia, ternyata dirinya sudah menjadi seseorang yang berharga untuk orang lain.
.
.
.
.
.
San kini tengah menemui ibunya di rumah sakit. Ia masih ingin terus membujuk ibunya. Mengatakan jika mereka harus berhenti di sini. Cukup sampai di sini.
"Ibu, aku masih penasaran siapa sebenarnya yang membakar istana" San pura-pura bodoh. Sebenarnya ia sudah tahu sejak kemarin. Saat ia akan menjenguk ibunya, ia tak sengaja mendengar percakapan mereka -Sora dan sekertaris pribadinya- perihal rencana yang sudah mereka susun untuk menggulingkan tahta Sungjae.
"Tentu saja Sungjae, bukankah itu sudah jelas" Sora menjawab pertanyaan anaknya tenang. Ia kembali menghirup aroma teh yang menguar dari kepulan asap putih dalam gelas porselen putihnya. Sebelum kemudian menyesapnya perlahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Hours √ TAMAT
Fanfic"Selamat datang di istana Park Sooyoung, calon Putri Mahkotaku" Ratu berucap seraya membentangkan tangannya bersiap memeluk Sooyoung yang terdiam membatu. Ff sungjoy yang terinspirasi dari drama Korea Princess Hours