Dua Belas

40 6 0
                                    

Pagi ini pukul 06.00 Medelyn menyiapkan berkas-berkas yang harus ia siapkan. Untul rapat dengan perusahan tetangga. Sebagai pewaris muda Medelyn sangat keteteran karena ia belum memiliki pengalaman. Tapi, berkata sekertaris keluarganya lah ia mengerti apa yang harus ia kerjakan.

"Ini sudah. Bagian ini sudah terpenuhi. Mmm sepertinya semua sudah." Ucap Medelyn dengan memeriksa dokumennya.

Medelyn bergegas menuju lobi apartemennya. Lalu mengendarai mobilnya dengan kecepatan stabil. Setelah sampai di kantor milik perusahan tetangga, Medelyn pun segera menuju ruang rapat. Ia di di temani oleh beberapa rekan kerjanya di kantor.

Medelyn duduk di kursi yang sudah di siapkan. Lalu memeriksa kembali file-filenya. 

"Selamat pagi semua, senang sekali kita bisa bertemu lagi." Suara itu membuyarkan apa yang di lakukan Medelyn.

Matanya tertuju pada wanita paruh baya itu. Ia seperti berumur 40an tapi, entahlah Medelyn bukan peramal.

Rapat dimulai. Masing-masing perusahan mempresentasikan perusahannya. Sampai giliran Medelyn.

⚫⚫⚫

Setelah rapat selesei, semua tamu keluat meninggalkan ruangan itu. Medelyn juga mengikiti mereka. Tapi langkahnya paling terakhir. Lalu pundaknya serasa ada yang memegang.

"Kau dari perusahan keluarga kalr?" Tanya wanita paruh bayah itu.

"Iya benar, memangnya ada apa bu?"

"kau sangat mudah untuk memimpin sebuah perusahan. Berapa umurmu?"

"Umurku baru sembilan belas tahun." Ujarku dengan senyuman.

"Hebat sekali dirimu. Siapa namamu?" Kata wanita itu sambil mengulurkan tangannya.

"Medelyn Kalr." Jawabku dengan membalas uluran tangannya.

"Oke Medelyn. Aku Cindy. Presdir dari perusahan ini."

Lalu kami berbincang-bincang mengenai perusahaan. Seteleh beberapa menit. Aku berpamitan untuk pulang. Karena harus ada pekerjaan yang aku urus.

⚫⚫⚫

"Hei Kinan! Bisakah kau memberi contekan di saat ulangan Kimia?" Kinan menoleh ke sumber suara. Saat ini ia duduk di meja perpustakaan sekolahnya.

"Ya. Asal jangan ramai." Jawab kinan denan santai.

"Wahhh kau adalah teman yang baik yang pernah ada. Terima kasih." Sorak Fela.

Setelah itu Fela meninggalkan Kinan yang sendirian di bangku perpustakaan. Kinan membuka lembar demi lembar kertas. Membaca huruf demi huruf.

"Bolehkah aku duduk di sini?"

Kinan menoleh ke sumber suara. Lalu mendongakan sedikit wajahnya.

"Silahkan." Ucapnya lalu itu.

Lelaki itu menarik kursi yang kosong di sebelah Kinan. Lalu mulai membuka bukunya juga.

Hening menyelimuti mereka. Tidak ada sekata pun yang mereka ucapkan. Sibuk dengan bukunya masing-masing.

Lalu beberapa menit kemudian, Lelaki itu beranjak dari bangkunya. Ia membuka ponselnya sesekali. Lalu berdecak.
Entah. Apa yang di lakukan lelaki itu.

"Kau satu kelas dengan Sam? Aa... maskudku Samantha." Lelaki itu mencoba membuka topik pembicaraan. Menatap Kinan dengan mata abu-abunya.

"Benar. Memangnya ada apa?" mata Kinan bertemu dengan mata lelaki itu.

ANTARA HUJAN DAN SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang