Tujuh Belas

81 5 0
                                    

Kinan berusaha memejamkan matanya. Tapi rasa kantuk tak kunjung datang. Segala cara telah ia lakukan untuk membuat ia terlelap. Tapi hasilnya nihil.

Kinan beranjak dari tempat tindurnya. Berjalan ke arah balkon kamarnya. Kinan membuka jendeka yang membatasi kamarnya dengan balkon.

Lalu kinan melihat ke arah langit. Bintang yang bertaburan membantu bulan menyinari gelapnya malam.
Kinan terus menatap langit sesekali kedip.

setelah beberapa hari makan malam dengan Bara, Kinan susah untuk tidur.

Brakk..

Suara itu membuyarkan lamunan Kinan. Ia mencari sumber suara itu. Ah ternyata di dapur. Tetapi siapa malam-malam buta seperti ini berkeliaran di dapur?
Kinan mepambatkan langkahnya untuk memastikan siapa yang berisik.

"Kakak sedang apa?" Ucap Kinan yang mengetahui Leon lah yang menjatuhkan gelas.

"Aku lapar. Mencari hal yang bisa di masak. Tapi setelah oprasi aku susah untuk melihat dengan jelas." Terang Leon.

"Kalau begitu akan ku buatkan ramen. Bagaiman?"usul Kinan.

"Tak masalah."

Kinan menyiapkan beberapa perlenglapan untuk membuat ramen. Sedangkan Leon hanya duduk di meja makan dengan tenang.
Beberapa menit menunggu, Kinan datang membawa ramen dan secangkir kopi panas.

"Silahkan di nikmati."ucap Kinan ramah.

Leon hanya mengangguk. Lalu memakan ramennya.
Setelah memastikan Leon kenyang, Kinan kembali ke kamarnya. Merebahkan tubuhnya. Lalu matanya terpejam.

"Bunda ulang tahun aku kali ini kita makan kimchi yayaya?"rengek anak kecil dengan jepitan pita di rambutnya.

"Baiklah. Kita makan kimchi bersama ayahmu juga. Oh apakah pamanmu tak kau undang?"jawab sang ibu dengan ramah.

"Tentu aku mengundangnya."jawab gadis kecil itu dengan senyuman manis.

Entah sejak kapan bayangan itu terus menghantui Kinan.
Lalu, matanya terbuka. Keringat dingin bercucuran di kepalanya. Jantungnya berpompa kencang. Sungguh saat ini ia membutuhkan udara yang extra.

"Ah mimpi macam apa itu."gumam Kinan.

***

"Enak sekali. Siapa yang memasak sebanyak ini?"lontar Adrian yang telah berada di apartemen Jacob.

"Sekertaris kantorku memberiku semua ini. Tidak mungkin juga aku memakannya dikantor sendirian. Jadi aku mengundang dirimu?"jelas Jacob sambil memasukan kue beras di dalam mulutnya.

"Sop rumput laut ini sangat enak. Apa lagi kimcinya, seperti buatan kakak iparku dulu."nada bicara Adrian menjadi turun.

"Ah kau ini, gampang sekali bernostalgia. Sudah nikmatilah saja makanan ini semua."

"Aku juga tidak bisa berlama-lama di sini bung. Aku ada janji dengan kepala sekolah sma favorit di kota ini."jelas Adrian sambil meminum kopi hangatnya.

Setelah selesei makan, Adrian berpamitan untuk pergi menemui tamunya.

Adrian menancap gas mobilnya. Menyusuri dinginnya kota. Melihat gemerlapan lampu kota.
Sesampainya di tempat yang ia tuju, Adrian turun dari mobilnya.

Ia berjalan menyusuri bangunan yang di sebut sekolah itu. Pukul 07.00 malam sekolah ini masih ada beberapa murid yang mengikuti pelajaran tambahan.

"Hey bung!"

Ia menoleh ke sumber suara itu. Oh ternyata itu orang yang ia tunggu-tunggu.

"Bagaimana kabarmu? Berapa tahun ya kita tidak bertemu?"tanya Adrian sambil menerka-nerka.

ANTARA HUJAN DAN SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang