Tujuh Belas - Julita

6.8K 522 3
                                    

Apakah ini mimpi? Oh tidak! Ini kenyataan.

Dominic sekarang ada di sampingku, tepatnya kami sekarang sedang berada di ruang UKS.

Cowok itu tanpa berkata apa-apa mengobati kakiku yang lebam akibat ketimpa kayu tadi.

Dan bodohnya lagi, aku hanya diam saja, tidak berani berkata apa-apa.

Tapi aku kan tidak boleh takut, lagian kan dia manusia. Arghh.. Harus berapa kali aku berkata seperti ini? Tapi dia itu emang hanya MANUSIA. Sama seperti aku, jadi seharusnya aku tidak boleh takut.

"Lo.. A-apa-apaan sih gendong-gendong gue kayak gitu?" Tanyaku akhirnya.

Kemudian cowok itu yang sedang mengelus-ngelus pergelangan kakiku yang lebam dengan obat salep terhenti. Lalu ia menatapku tajam, seolah-olah aku sudah berbuat sebuah kejahatan yang sangat fatal tadi.

Cowok itu akhirnya berdeham, "ya obatin lo lah!" Ia berkata dengan ketus. Seakan-akan tidak tulus mengobatiku.

"Ahh.. Pelan-pelan..." Ucapku dengan meringis kesakitan ketika cowok itu menekan kakiku yang lebam itu. Dasar gila! Masa menekan luka lebamnya, nggak tahu sakit apa? Coba kalau dia yang terluka, pasti dia sudah marah seperti harimau mengamuk.

Omong-omong, aku jadi teringat akan pertama kali aku bertemu dengan cowok itu setelah sekian lama aku bersekolah di sini.

Kini malah aku yang terluka karenanya. Kok bisa seperti ini ya?

"Sori gue nggak sengaja." Tiba-tiba saja aku tercengang dan terkesiap.

Apa? Dia tadi bilang apa? Sori?

Demi apa nih, seorang Dominic bisa bilang begitu? Yang aku dengar sih cowok itu sangat kasar dan dinginnya minta ampun

"Kalo orang minta maaf itu ngerespon." Dominic berkata lagi sambil menutup obat salep itu dan menaruhnya kembali ke dalam kotak P3K.

Aku langsung menelan ludah, "akhh.. Iya thanks ya udah nolongin gue tapi.." Perkataanku menggantung begitu saja di udara.

Mata Dominic langsung menyipit menatapku, aku menelan ludah lagi. Entah kenapa rasanya begitu canggung.

"Tapi apa?" Cowok itu lalu berdiri dan mendekatkan wajahnya di hadapanku. Dan hal itu langsung saja membuatku gugup dan menahan napas.

Aku langsung mendorong bahunya agar menjauh dariku, "apaan sih?" tanyaku sedikit jengkel.

"Lo ngapain juga gendong-gendong gue gitu?" Aku memberanikan diri untuk bertanya lagi tentang hal itu.

Entah apa yang di pikirkan oleh cowok gila itu, kini dia malah tersenyum tidak jelas seperti itu.

Tapi senyuman itu hanya bertahan dua detik saja, kemudian wajahnya berubah menjadi datar lagi.

"Jangan kege-eran deh, kalo tadi kita jalan bakalan lama. Gue cabut dulu." Detik itu juga kemudian Dominic berbalik dan meninggalkanku sendirian di ruang UKS.

Dan untuk kedua kalinya perawat sialan itu entah kemana.

Dan ketika aku sedang terbengong karena kepergian Dominic yang seperti angin berlalu, Lenia muncul dari balik pintu.

"Ya AMPUN KAK LITA! SUMPAH DEMI APA NIH KOK BISA DOMINIC GENDONG LO?!"

Suaranya menggelegar di seluruh penjuru ruang UKS ini.

Dasar adik sialan, masih bisa-bisanya dia tanya kek gitu. Bukannya nanya keadaan gue.

Bukan Salahnya Hujan (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang