Fanmeet #2

6K 778 16
                                    

*chapter 2*

"Aku sudah menyerahkannya pada sekretaris perusahaan." kugigit kuku jemari tanganku sambil melihat jam tangan dengan cemas.

"Ah ya, terimakasih. Hati-hati dalam perjalananmu. Mama akan menghubungimu saat tiba di rumah nanti." ujar suara di seberang sana.

"Ya, baiklah, aku mengerti." ujarku lagi dengan terburu-buru. Kumatikan ponselku lalu menghela napas panjang.

Sekitar setengah jam lalu, ibuku menelponku dengan tiba-tiba dan memintaku untuk mengantarkan beberapa berkas sketsa miliknya yang tertinggal di rumah. Aku yang sedang dalam perjalanan menuju Vivapolo terpaksa pulang ke rumah dan mengantarkan berkas tersebut ke kantornya.

Kulirik lagi jam tangan yang melingkari pergelangan tanganku. 10 menit tersisa sebelum waktu yang dijanjikan. Aku mempercepat langkahku dan mengeratkan genggamanku pada tas jinjing yang kubawa.

Tepat di perempatan jalan, aku berpapasan dengan seorang wanita senja berumur sekitar 60 tahun yang terlihat kebingungan. Awalnya aku berniat mengabaikannya, namun melihat gelagat aneh wanita itu, aku tahu ada sesuatu yang salah dengan dirinya.

Aku pun menghampirinya.

"Bibi, ada yang bisa kubantu?" ujarku hati-hati. Aku menekuk kedua lututku saat berbicara kepadanya karena wanita itu hanya setinggi pundakku.

"Pulang. Aku ingin pulang." jawabnya dengan wajah memelas.

"Dimana rumah bibi?" aku mulai merasa bingung. Wanita itu diam sesaat setelah terlihat berpikir keras selama beberapa menit.

"Aku tidak tahu." jawab bibi itu. Ia mulai meremas jemari tangannya seperti orang yang ketakutan.

"Kenapa aku di sini?" tanyanya padaku.

"Bibi, jangan panik.  Berusahalah tenang, apa kau mengingat jalan pulang ke rumahmu?"

Aku menarik napas dalam. 

"Mungkin aku.." ucapanku tertahan. Terbesit dalam benakku untuk tidak melanjutkan kalimat tersebut. Aku sedikit ragu.

"Mungkin aku bisa mengantarmu pulang." kulanjutkan kalimatku dengan setengah hati, memikirkan janji makan siang ke Vivapolo hari ini yang mungkin terancam batal demi menolongnya.

Bibi itu tidak menjawab,  malah terlihat semakin panik dan gelisah.

Aku bingung. Muncul pikiran untuk meninggalkannya, tapi aku tidak setega itu. Aku melihat sekitar berharap ada orang lain yang mungkin bisa membantuku.

Tiba-tiba seorang wanita dengan sweater biru tua menghampiri kami. Aku baru saja hendak membuka mulutku untuk menjelaskan situasi ini kepada wanita itu, tapi wanita itu langsung memeluk bibi yang berada di hadapanku.

"Yatuhan, terimakasih!" ucapnya, lebih kepada dirinya sendiri.

Wanita dengan sweater biru tua itu melepaskan pelukannya dan menengok ke arahku. Matanya berkaca-kaca. Ekspresi lega jelas terpancar diwajahnya.

"Ah, dia ibuku. Dia menderita alzheimer. Kami baru saja berbelanja di minimarket tapi aku lengah sehingga aku tak melihatnya pergi. Aku sangat panik, untunglah kau melihatnya. Sungguh, aku sangat berterimakasih!!" Ucap wanita itu sambil memegang kedua tanganku.

Aku mengangguk dan tersenyum. Dadaku terasa hangat.

"Maaf jika ia menyusahkanmu." sekali lagi, wanita itu bicara padaku.

"Ah, tidak masalah. Senang bisa membantumu." jawabku sopan.

"Apa kau berniat untuk makan siang di rumah kami? Anggap saja ucapan terimakasih. Rumah kami tidak jauh dari sini." wanita itu bicara dengan ramah.

FanmeetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang