Part 2. Senyuman Awal Derita

1.5K 56 6
                                    

Aku hanya ingin menjalani hidup yang sederhana. Cukup dengan senyuman dan rasa damai. Namun saat kini aku mulai tersenyum, nyatanya yang aku rasakan jauh dari kata damai.

Author POV.

Brakk!

Suara barang yang sengaja di jatuhkan itu sontak menjadi sorotan para karyawan yang ada.
Betapa tidak, setelah rapat usai, Vany langsung kembali ke ruangan nya dan menjatuhkan dengan kasar semua dokumen-dokumen sialan itu di atas meja. Tak peduli dengan tatapan dan raut bingung semua orang yang melihatnya dari celah pintu yang sedikit terbuka.

Kepalanya terlalu pusing untuk memikirkan apa pun. Setelah ia berusaha mati-matian di dalam ruang rapat tadi, betapa menyebalkan ketika klien nya itu hanya berkata,
"Baiklah, akan kami pertimbangkan kembali."

HANYA ITU!!! Ya tuhan!

Sementara keadaan perusahaan semakin memburuk, tidak ada waktu lagi untuk menunggu. Tidak ada lagi!

"Tenanglah, nona. Kita masih memiliki kesempatan. Setidaknya kita bisa kembali merayu mereka agar bersedia untuk bekerja sama dengan perusahaan ini. Anda tahu, lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali, bukan?" Terang Jack berusaha yakin.
Memang ada benarnya, tapi tetap saja itu sia-sia.

"Ayolah, Jack! Kita tidak memiliki waktu lagi sekarang. Dan..jika dalam waktu satu minggu kedepan perusahaan tidak mengalami kemajuan. Aku...aku akan menyerah saja," ucapnya putus asa.

Sekretatisnya itu hanya bisa menatap iba ke arah Vany. Memang benar, dalam waktu dekat perusahaan ini bisa benar-benar hancur jika tidak segera mengalami kemajuan. Bahkan bisa saja lebih cepat dari perkiraan mereka.

"Baiklah, saya tidak bisa berkata apa-apa lagi. Jika anda perlu sesuatu, anda bisa panggil saya atau..." ucap Jack yang tergantung saat Vany mengangkat tangannya untuk menghentikan ucapan nya. Jack hanya tersenyum masam lantas membungkuk hormat dan berlalu meninggalkan Vany yang sedang menyembunyikan wajahnya di atas meja.

"Harus bagaimana lagi sekarang? Arghh! Ayolah paman Andrew, kau membuat kepala ku akan pecah!" geram Vany mengacak-acak rambutnya.

15 menit berlalu. Vany hanya diam dan tetap menyembunyikan wajahnya di atas meja. Memikirkan cara apa pun yang terlintas di otaknya. Sayangnya, otaknya yang cantik itu sedang tidak berguna sama sekali.

Tok tok tok!

Suara ketukan pintu membuyarkan Vany dari lamunannya. Pintu itupun terbuka, dengan malas Vany mengangkat kepalanya untuk menatap ke pusat suara. Nampak seorang pengawalnya tengah berdiri di ambang pintu. Yahh, lebih tepatnya orang itu hanya akan menjadi pengawalnya ketika di dalam kantor saja.

"Maaf, nona. Tuan Jack ingin anda kembali ke ruang rapat sekarang. Menurutnya ini penting. Permisi..."
Terangnya dengan sopan lalu kembali menutup pintu. Berlalu pergi begitu saja bahkan sebelum Vany sempat memahami maksud ucapannya itu.

"Kenapa aku harus kesana lagi? Dan...penting? Memangnya ada apa?" batin Vany, bingung.
Ia pun akhirnya menuruti kemauan sekretatisnya itu.

Tapi, kenapa Jack tidak datang dan mengatakannya sendiri? Jika itu penting, kenapa harus lewat orang lain? Pertanyaan itulah yang terus berputar di dalam otak Vany.

Setibanya di ruang rapat. Tatapan Vany langsung menyusuri setiap sudut ruangan itu dan mencari keberadaan sekretarisnya. Dimana orang itu? Tidak ada siapa-siapa di dalam ruangan tersebut.
Dan... Tap! tap! tap!
Suara langkah seseorang membuat Vany mengedarkan pandangannya waspada ke segala penjuru.

Marriage With(out) LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang