Author POV.
Pagi ini Vany berangkat ke kantor bersama Bian. Tentunya di tambah sang sopir yang mengemudikan mobilnya. Sebisa mungkin Vany tak menanyakan apa pun tentang kejadian tadi malam, walaupun sebenarnya benaknya begitu ingin bertanya banyak hal saat ini.
Dia bahkan tidak tahu, apakah ada kemungkinan Bian tahu bahwa Vany yang tadi malam memindahkan pria itu ke kamarnya dalam keadaan mabuk berat.
Ekspresi pria itu bahkan kelewat datar, sampai Vany harus berkali-kali menahan kesal karena merasa hanya di anggap sebagai pajangan, sejak memasuki mobil beberapa menit yang lalu. Karena nyatanya pria itu seakan tak melihat keberadaan Vany di sampingnya.
Masalah apa penyebab pria itu sampai semabuk semalam, tentu bukan hak Vany untuk ikut campur.
Itu kan privasi pria itu sendiri.
Hanya saja kali ini ada satu hal yang begitu mengganjal dalam hati wanita itu. Itulah yang membuat Vany begitu gemas ingin bertanya banyak hal pada Bian.
Tapi, melihat ekspresi pria itu sekarang, mungkin sebaiknya itu ia lakukan nanti saja. Dari pada harinya jadi kacau nantinya. Setidaknya ia ingin tenang sejenak, ah tidak-tidak....kan memang harinya tidak pernah baik selama ada pria ini di dekatnya.
Setelah menempuh perjalanan yang lumayan lama karena sedikit macet, akhirnya mereka tiba juga di kantor.
Tanpa perkataan sedikit pun Bian keluar lebih dulu dari mobil. Membiarkan Vany tertinggal di belakangnya seraya membawa berbagai berkas yang katanya di perlukan hari ini. Pria itu yang tadi menyuruhnya membawa semuanya berkas seberat ini.
Yang membuat kesal adalah, Bian tak sedikit pun berniat membantu Vany walaupun dia jelas tahu Vany terlihat kesusahan membawa semua berkas itu di tangan kecilnya.
Sebisa mungkin Vany berusaha mengimbangi langkan lebar Bian melewati lobi, menuju lift khusus para petinggi kantor. Membiarkan sang sopir membawa mobil yang di tumpangi mereka tadi untuk di parkirkan.
Huh, selalu saja begini! Apa mereka tak punya pekerjaan lain selain membicarakan dan mengurusi orang lain!
Dalam hati Vany bersungut-sungut kesal melihat beberapa karyawan secara terang-terangan memperhatikan mereka. Lalu semuanya terhenti setelah Vany dan Bian memasuki lift lalu pintu itu tertutup, membawa mereka menuju lantai teratas setelah Bian memencet tombolnya.
"Ya tuhan, apa kau tak merasa risi sedikit pun dengan tingkah mereka tadi? Aku bahkan sampai ingin mencongkel mata mereka rasanya!" sungut Vany yang akhirnya menyuarakan kekesalannya.
Sementara orang yang di tanya hanya diam, menatap Vany dengan satu alis terangkat di sertai senyum miring andalannya yang benar-benar membuat Vany semakin kesal saja.
Wanita itu memilih menarik napas dalam lalu membuangnya kasar.
Percuma berbicara dengan dia!
Ting!
Pintu lift terbuka, mereka kembali berjalan menuju ruangan direktur yang pintunya jelas terlihat paling berbeda dari yang lain.
Dalam hati Vany terus merapalkan doa, menguatkan diri untuk siap menghadapi hari-hari penuh penderitaannya lagi.
Cklek!
Bian membuka pintu ruangan di depan mereka, lalu masuk terlebih dahulu, di susul Vany di belakangnya yang susah payah menutup pintu itu kembali.
Dan harusnya Vany tahu, bahkan sebelum dia mulai melangkah menuju meja kerjanya, pria itu sudah mulai memberikan Vany penderitaan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage With(out) Love
Romance[18+] Seorang wanita cantik yang harus hidup yatim piatu sejak kecil, bahkan harus menghidupi dirinya sendiri dengan susah payah. Siapa sangka hidupnya akan berubah 180 derajat. Yah, dia bahkan tidak pernah membayangkan akan terjerumus dalam k...