Part 5. Trouble

992 47 8
                                    

"Ma..mak...MAKSUDNYA?!" kaget Vany.

Hening sejenak.

Bukannya memberikan jawaban, Andrew malah tersenyum, sementara Bian hanya memutar matanya jengah.

"Aduhh.... Tenang Vany, tenang...... Kau hanya salah dengar barusan" Vany bergumam, berbicara dengan dirinya sendiri seakan tak menyadari keberadaan orang lain di sekitarnya.

"Kau sama sekali tidak salah dengar, nak" kalimat itu sontak membuat Vany kembali mengangkat kepalanya dan menatap Andrew dengan ekspresi bingung.
Dahinya mengkerut, mewakilkan pertanyaan 'apa maksudnya?'

Andrew cukup mengerti dengan maksud tatapan itu.
"Itu semua benar, sebentar lagi kau akan menikah dengan keponakan ku"

Vany masih terdiam tak percaya, dia hanya menatap kosong entah benda apa yang ada di depannya saat itu. Perlahan Vany memutar kepalanya ke arah Bian. Meneliti ekspresi yang di tunjukan pria itu sekarang. Terlihat dia tengah memijit pangkal hidungnya dengan mata terpejam. Terlihat frustasi. Entah kenapa.

Tak lama, ia kembali sadar. "Ehh, tunggu-tunggu paman!" Vany mengangkat tanganya, bermaksud menghentikan niat Andrew yang hendak kembali berbicara.

"Umm..aduhh, maaf ya paman.... Hari ini tuh bukan hari ulang tahun Vany, dan...aku rasa...aku.... Aduh, gimana ya? Kejutan ini tidak lucu... Eh, maksudnya, um...ini hanya lelucon, kan? Paman hanya bercanda, bukan?"
Vany tetap tak mempercayai apa yang telah di dengarnya. Semua ini tidak lucu, dan dia harap ini tidak benar.
Lalu sadar, ia merasa tidak enak telah menyela ucapan Andrew yang sudah di anggapnya seperti paman sendiri.
Di lihatnya Andrew yang malah memasang senyum geli nya sekarang.

Apa aku terlalu berlebihan?

"Ini bukan lelucon atau sebagainya, nak"
Kata Andrew menahan tawa.

"Aku memang ingin kalian menikah karena kedua orang tua kalian sudah menginginkannya sejak dulu" Andrew menjelaskan dengan santai. Tanpa menghiraukan keterkejutan di wajah Vany.

Dahi Vany mengkerut.
"Ke-kedua orang tua? Mak-maksudnya?" Vany tergagap ragu dengan pertanyaannya sendiri.

"Iya. Kedua orang tua kalian sudah saling mengenal sejak dulu. Dan mereka sudah menyepakati satu hal. Ketahuilah, sebenarnya kalian sudah di jodohkan sejak kalian masih kecil. Jadi paman rasa, sekarang adalah waktu yang tepat untuk mewujudkan perjodohan itu"

Oh tidak! Ini bencana! Kenapa semuanya jadi kacau?

Ya tuhan... Aku...di jodohkan dengan dia... Oh my god, DIAAA!!!!!

Vany membatin seraya melirik Bian, meneliti pria itu dari ujung rambut sampai ujung kaki.

Bian memang sosok pria yang tampan, bahkan lebih tepat di sebut, SANGAT TAMPAN.
Dan yang jelas, dia kaya raya, semua orang pun pasti mengenal siapa dirinya.
Yah... Memang sejauh ini Vany belum menemukan kekurangan dalam sosok pria di sampingnya itu.

Dia memang.... Uhhhh, seperti malaikat.... Oh, ya tuhan! Apa-apaan sih, Vany!!! Ihhh!!

Lalu Vany teringat kejadian tadi pagi. Kejadian dimana pria itu mencium bibirnya tanpa izin di depan banyak orang. Dan...

Oh iya, sikapnya!!!

Cara bicaranya saja tidak sedikitpun berperasaan! Mana ada pria baik-baik seperti itu. Iya, kan?

Vany langsung membuang mukanya, mengenyahkan rasa kagumnya pada pria di sampingnya itu.

Kenapa dia hanya diam, sih? Jangan-jangan dia setuju... Oh NO!!
Batinnya kesal pada Bian.

Marriage With(out) LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang