Part 12. Undangan Dan Kesialan.

707 26 2
                                    

Follow ig: lindhaningrum29

Happy reading....

Author POV.

Waktunya jam pulang kantor. Vany mengerang pelan pada posisi duduknya seraya meregangkan tubuhnya yang terasa pegal semua. Hari ini benar-benar melelahkan.

Dring... Dring...

Suara ponsel membuyarkan sumpah serapan Vany tentang betapa beratnya hari ini. Oh. Tentu saja itu hanya dia lakukan dalam hati.

Dia melirik dengan ujung matanya ke arah meja Bian. Pria itu terlihat enggan mengangkat panggilan di ponselnya itu. Dan entah sadar dari mana, pria itu balas menatap ke arah Vany seakan tahu jika wanita itu sedang mengamatinya diam-diam. Vany yang tertangkap basah segera merapikan berkas-berkas di atas mejanya, berpura-pura tidak tahu apa pun.

Dengan malas Bian akhirnya mengangkat panggilan itu setelah dering yang ketiga kalinya. “Hm...ada apa, paman?”

‘Paman? Oh, maksudnya paman Andrew? Hebat juga ya, bisa membuat iblis gila itu terlihat kesal. Ha ha ha...’ batin Vany merasa senang melihat wajah kesal Bian. Baginya apa pun yang berhubungan dengan kekesalan pria itu adalah hiburan terindah di matanya.

“Aku sedang sibuk. Kalau memang penting, paman saja yang kesini!” ucap Bian pada orang di seberang telepon sana. Nada bicaranya begitu tak enak di dengar.

“....” Vany tidak dapat mendengar jawaban paman Andrew karena jarak mejanya yang lumayan jauh dengan meja Bian. Tapi raut wajah yang di tunjukkan Bian cukup menjelaskan semuanya.
‘Huh! Tidak denganku, tidak dengan orang lain, tetap saja cara bicaranya kasar! Dasar tidak tahu sopan santun!’

Dalam hati Vany terus menggerutu tentang pria itu. Dia berpikir, mengidam jenis apa yang dulu di rasakan Mamanya Bian, sampai anaknya bisa seperti ini?

“Ya, ya, ya! Aku usahakan nanti!” raut wajah Bian terlihat begitu kesal. Tangan kanannya menyugar rambutnya sendiri, membuat tatanan rambut itu jadi berantakan. Dan sialnya, Vany justru melihat pria itu semakin tampan dengan rambut acak-acakannya itu.

Dengan kesal Bian memutuskan panggilan itu sepihak, lalu melempar ponsel mahalnya itu ke atas meja kerjanya begitu saja.

Pria itu menggeram tertahan. Kedua tangannya mengacak-acak rambutnya menjadi semakin berantakan. Dengan tatapan sengit dia menatap Vany yang kali ini jelas tertangkap basah tengah mengamatinya terang-terangan. Wanita itu sontak menjatuhkan sebuah map yang sedang di pegangnya tanpa sengaja. Lalu menyelipkan rambutnya ke belakang telinga dengan gerakan salah tingkah.

“Siap-siap. Paman menyuruh kita ke rumahnya!” ucap Bian yang langsung mendapat kerutan dahi dari Vany.

‘Dia bicara dengan siapa?’

“Kenapa malah bengong?!” sentak Bian.

“Eh! Tidak, tidak! Maksudku iya...eh!” jawab Vany gelagapan.

‘Bodoh....bodoh! Tentu saja dia bicara denganmu! Memangnya siapa lagi? Kau kira ada orang lain di ruangan ini!’ rutuk dewi batin Vany. Menyalahkan kelakuan konyolnya barusan.

Akhirnya mereka bersiap-siap, membereskan meja kerja masing-masing, lalu setelahnya pergi menuju rumah paman Andrew.

Jalanan sedikit macet, namun akhirnya mereka tiba di pelataran rumah mewah ini setelah menempuh waktu lumayan lama.

Bian turun dari mobilnya di ikuti Vany yang di bukakan pintu oleh seorang penjaga yang ada di pelataran tersebut. Rumah orang kaya memang selalu di jaga ketat seperti ini. Dari yang Vany lihat, ada sekitar 7 orang terpencar mulai dari gerbang sampai pintu masuk rumah megah ini. Hampir sama dengan suasana di rumah ataupun Villa milik Bian.

Marriage With(out) LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang