Part VIII

9.1K 583 3
                                    

Happy reading!^^

*****
BRIAN

Aku dan Demi sedang menunggu Lee pulang sekolah, di cafe dekat sekolah Lee. Ternyata benar yang sahabatku katakan, aku mempunyai seorang anak perempuan yang sekarang berumur lima tahun. Lima tahun ini aku terlalu sibuk dengan teman kencanku yang tidak bisa di hitung dan juga sibuk memasak dan membuka restaurant baru.

Yang ku pikirkan sekarang ini, apa Lee menerimaku sebagai ayahnya? Bagaimana jika dia tidak menerimaku? Bagaimana kalau ternyata Lee kecewa padaku karena aku tidak menemuinya selama lima tahun ini? Aku melirik Demi yang sedang minum jus jeruknya dengan tenang.

"Dem," Demi menatapku bingung, "Lee memanggilmu apa?" lanjutku

"Mommy" jawabnya "kenapa?" lanjutnya, bingung.

"Berarti dia memanggilku daddy?"

"Ya terserah kamu mau di panggil apa sama Lee." ujar Demi, tersenyum lembut.

"No. Pasangannya mommy itu daddy. Jadi dia memanggilku daddy."

Ya aku memutuskan Lee memanggilku daddy. Supaya cocok dengan Demi yang di panggil mommy.

"Emm. Brian, bolehkah aku bertanya sesuatu tentangmu?" Demi menatapku gugup.

"Em.. Apa itu?"

"Kamu sebenarnya asli mana? Apakah ada keturunan Indonesia?" Aku tersenyum mendengar pertanyaannya nya.

"My dad is France and my mom Indonesian. Dan ketika umurku dua puluh satu tahun, aku memilih France sebagai." jelasku

Demi mengangguk  mengerti.

"And you?" Tidak adil bukan jika hanya aku yang menjelaskan asal usulku.

"Australian and Indonesian. I'm Indonesian." jawabnya

"You have sister?"

"No. Aku anak tunggal."

"Aku berfikir dulu juga aku akan menjadi anak tunggal. Karena mommy tidak bisa mempunyai anak lagi. Sampai akhirnya, adiknya mommy kecelakaan dan yang selamat cuma anak mereka yang berumur dua tahun. And then my parents adoption my niece. Dan pada akhirnya aku nggak jadi anak tunggal. I'm happy because i have brother." ceritaku padanya.

"Em, keluarga kamu tinggal di mana?"

"Paris. Karena adikku masih harus menyelesaikan sekolah menengah atasnya."

"Kamu tinggal di Indonesia dari kapan?" tanyanya

"Em maybe when i five or six. I don't know, i forget." Aku mengangkat kedua bahuku. "Kamu lahir di sini?" lanjutku

"Ya aku lahir di Bali, karena keluarga mama kebanyakan di Bali dan nenekku juga dulu di Bali, jadi waktu mama mau melahirkanku, beliau mau melahirkan di temani oleh nenekku. Jadilah aku lahir di Bali, tapi pas umurku dua tahun, kami pindah lagi ke Jakarta sampai aku lulus smp." ceritanya padaku.

Aku tersenyum, kami sudah memulai membuka diri masing-masing. Ya, kami akan menjadi orang tua Lee, jadi harus saling mengenal satu sama lain.

"Aku lahir di Paris." kataku

"Kamu bisa bahasa France?" tanyanya polos

"Kamu bercanda? Tentu saja aku bisa."

"Enak ya, kalau pas natal pulang kampungnya ke Paris. Coba kalau aku, paling banter ke Jogja atau ke Jakarta." Demi meringis.

Aku hanya tersenyum mendengarnya. Aku harus membicarakan ini padanya, aku sudah memikirkan ini dari tadi.

"Em Demi, aku mau ngomong serius, bisa?" Aku menatap matanya dengan tajam

"Emm bisa," jawabnya gugup

"Karena Lee anak aku juga, aku ayahnya. Jadi mari kita omongin ini. Aku akan bertanggung jawab, bukan dengan cara menikahimu. Tapi aku akan mengirimkan biaya sekolah atau keperluan yang lainnya untuk Lee. Kamu setuju kan?"

"Kamu nggak usah..." Sebelum dia melanjutkan aku memotongnya terlebih dahulu, "Lee anak aku juga Demi, kamu jangan egois. Aku ayahnya. Seenggaknya aku bisa bertanggung jawab dengan cara ini."

Demi menatap mataku lekat. "Kamu nggak keberatan?"

"Of course not! She my daughter."

Demi mengangguk, aku tersenyum melihat itu. "Thank you." ujarku

"Ya."

Yang bisa kulakukan cuma ini, aku tidak mungkin menikahi Demi, oh god i don't love her. Dan aku juga tidak ada niatan untuk menikah di umurku yang masih muda ini.

*****
DEMI

Aku melihat jam, masih setengah jam lagi waktu Lee pulang sekolah. Aku telah menyetujui apa yang di inginkan Brian tadi. Dia ingin ikut andil dalam urusan biaya sekolah ataupun yang lainnya untuk Lee, berarti dia juga akan ikut andil dalam kehidupan Lee nantinya. Aku setuju karena tidak mungkin aku menikah dengannya. Aku yakin dia sudah mempunyai pacar.

"Kamu nggak mau pesan makanan?" tanyanya

"Em, biasanya Lee pulang sekolah langsung makan." jawabku

"Makanan apa yang paling di sukai Lee?"

Dia ternyata mengikutiku memanggilnya Lee, walaupun awalnya dia sempat protes.

"Em, Lee nggak pemilih kalau soal makanan. Biasanya aku suka nanya hari ini dia mau makan apa dan Lee akan menjawabnya. Apa yang dia inginkan setiap harinya." jelasku

"Kamu selalu menanyakannya?" tanya Brian bingung.

Aku menganggyk, "iya."

Aku menoleh ketika melihat anak-anak sekolah Lee sudah ada yang keluar. Aku memutuskan untuk keluar, supaya Lee bisa melihatku.

Aku berdiri, "aku ke depan dulu. Nanti Lee nggak tahu kalau aku disini." Lalu berjalan keluar cafe dan menyebrang. Aku duduk di halte depan sekolah, tempat biasa aku menunggu Lee.

"Mommy!" Aku menoleh melihat Lee yang tersenyum lebar. Aku membuka kedua tanganku dan Lee masuk ke dalam pelukanku.

Aku mencium kepalanya, "how your school?" tanyaku

"Good. Lee tadi belajar hitung-hitungan." jawabnya semangat

"Oh ya? Lee bisa nggak?"

"Bisa dong! Lee kan pinter!"

Aku tersenyum mendengarnya, "iya anak mommy pinter," lalu mencium pipinya.

"Lee." panggilku

"Ya mommy?" Lee menatapku bingung.

"Ada yang mau ketemu Lee. Tapi Lee janji dulu sama mommy jangan marah ya?"

Aku mengulurkan jari kelingkingku bermaksud untuk pinky promise.

"Okay." Lee mengangguk lalu mengaitkan kelingkingnya.

"Anak pinter." Aku mencium pipinya, "nah sekarang kita ke cafe yang ada di seberang sana." Aku berdiri dengan Lee di gendonganku.

Aku sengaja tidak menjelaskan pada Lee karena aku memberikan kesempatan pada Brian untuk menjelaskannya langsung pada Lee.

To be continued...
*****

Thank you for read, don't forget to Vote, guys!😁

Be FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang