Suara bisik-bisik para siswi terdengar di koridor. Siapa lagi yang jadi bahan perbincangan, kalau bukan Seokjin atau Jin, most wanted di sekolah. Tampan, tinggi, pintar, jago main gitar, anak dari CEO perusahaan pula.
Jin mengambil buku-buku di loker sambil tersenyum pada siswi yang menyapanya. Kamu menahan senyum ketika Jin berada 1 meter di samping kananmu. Ya, loker kalian berdekatan. Dan saat ini kamu sok sibuk merapikan loker untuk modus menatap Jin diam-diam.
"Oppa, tolong terima ini. Makasih," seorang gadis memberikan sebuah kotak kado, lalu langsung bergegas pergi sebelum Jin mengucapkan terima kasih.
Belum sampai semenit, adik kelas menghampiri Jin dengan membawa kotak cincin. "Oppa, tolong pakai ini ya? Sebagai tanda cinta fans,"
Kamu mendengus. Bagaimana bisa gadis itu berani meminta Jin memakai cincin yang samaan dengan milik gadis itu?
Jin tersenyum. "Makasih. Tapi maaf, aku gak bisa pake,"
"Lho, kenapa?" tanya gadis itu. Gadis berambut panjang itu mempoutkan bibirnya, kecewa. Sok manis, pikirmu.
"Aku udah punya tunangan. Nanti dia marah," sekali lagi, Jin tersenyum dan berjalan meninggalkan gadis itu menuju kelas.
Para siswi menatap Jin tidak percaya, tak terkecuali kamu. Pupus sudah harapanmu. Inikah yang dinamakan kalah sebelum berlomba? Kamu bahkan belum memberitahukan perasaanmu padanya.
Dengan wajah muram, kamu pun kembali ke kelas untuk mengikuti pelajaran selanjutnya.
***
"(y/n), mandi dulu sana," perintah mamamu.
Kamu yang sedang tiduran sambil membekap wajah dengan bantal langsung mengeluh. "Nanti aja Ma. Masih jam tiga ini,"
"Ya karena udah jam tiga, kamu harus siap-siap,"
Kamu menyingkirkan bantal dari wajah dan menatap mamamu. "Mau ngapain?"
"Nanti ayah ada acara makan malam sama temennya. Kita sekeluarga harus ikut,"
Lagi-lagi kamu mengeluh. Pasalnya, jika ayahmu mengajak kamu makan malam bersama temannya, pasti ujung-ujungnya kamu hanya sebagai pelengkap keluarga. Ayahmu sibuk mengobrol dengan temannya, dan ibumu juga sibuk berbincang dengan istri dari teman ayahmu.
"Nanti Mama beliin novel terbaru deh,"
"Ok," kamu langsung beranjak dsri tempat tidur untuk mandi.
***
Kamu menatap dengan kagum restoran mewah ala Italia. Bangunan dengan cat putih, aroma masakan yang menggugah selera, membuatmu ingin segera masuk dan memakan hidangannya.
"Yuk masuk. Temen Ayah udah di dalem," ajak ayah.
Kamu dan kedua orang tuamu masuk ke restoran. Lalu Ayah bertanya pada waitress di mana meja reservasi atas nama Kim. Si pelayan pun menunjukan jalan ke sebuah balkon yang sudah direservasi oleh orang yang bermarga Kim itu. Tampak sepasang suami istri sedang mengobrol. Ketika kalian masuk, obrolan mereka teralihkan dan segera menyambut kalian dengan penuh senyuman.
"Akhirnya datang juga," sapa seorang pria sambil memeluk ayahmu akrab.
Ibumu dan istrinya pun langsung cium pipi kanan-kiri.
"Ini (y/n)? Wahh, udah gede ya, jadi makin cantik," puji istri dari teman ayahmu.
"Hehe, halo tante," kamu menyalami wanita itu walaupun masih bingung bagaimana dia tahu namamu, padahal kamu yakin ini baru pertama kali kalian bertemu.
"Sama-sama cakep, pasti cocok," puji teman ayahmu. Semua yang ada di situ terkekeh bersama, kecuali kamu yang hanya bisa menampilkan senyum bodoh karena tak mengerti situasi.
"Yaudah yuk duduk dulu," lelaki bermarga Kim itu mempersilahkan keluargamu untuk duduk.
"Oiya, kamu bisa panggil kami Ibu dan Ayah lho," ujar wanita itu ramah.
Kamu mengangguk pelan sambil tersenyum bodoh. Kamu semakin tidak mengerti maksud mereka.
"Uhm, ke mana Seokjin?" tanya ibumu kemudian.
Kamu tidak begitu peduli dengan apa yang ibumu tanyakan, karena pasti ibumu bertanya pada wanita--yang dia minta untuk memanggilmu Ibu--bukan kamu.
"Oh, tunggu sebentar. Dia bilang mau ke kamar mandi ta--nah, itu dia!"
Refleks, kamu menoleh ke arah pintu. Jantungmu seakan berhenti ketika melihat seseorang yang datang. Seorang lelaki yang sangat kamu tahu. Jin.
Kamu menatap tidak percaya, hingga Jin duduk di tempat duduknya, yaitu posisi yang berhadapan denganmu. Matamu terbelak dan mulut yang menganga, sebelum akhirnya Ibumu sengaja menyenggol lengan. Kamu tersadar dan segera menatap bawah, menghindari tatapan Jin yang menatapmu dengan tersenyum.
"Nah, jadi kapan akan dilaksanakan?" ayahmu memulai percakapan.
"Bagaimana jika dilaksanakan secepatnya? Lebih cepat lebih baik. Lagipula, sejak remaja kita sudah merencanakan ini kan,"
"Bulan depan?"
"Bagaimana dengan pertunangannya?"
"Minggu kedua bulan ini? Lagipula, mereka kan satu sekolah. Pasti mereka sudah cukup kenal,"
"Setuju. Mama sudah ingin menggendong cucu,"
"Aish, pasti cucu kita akan lucu. Lihat saja calon orangtuanya. Yang satu tampan, yang satu cantik,"
Aku mengerutkan kening. Sebenarnya apa maksud perbincangan mereka?
"Bagaimana? Seokjin?" semua orang yang ada di meja makan itu menatap Jin.
"Aku sih menerima apapun keputusan Mama Papa," jawab Jin. Tak sengaja mata kalian bertemu ketika Jin melirik ke arahmu.
"(y/n)? Kami berencana menjodohkanmu dengan Jin. Bukan karena masalah perkerjaan Ayah, tapi dulu kami sangat ingin menjodohkan anak kita nanti. Kuharap kamu mau menerima perjodohan ini," jelas ayahmu.
Tunggu. Bukannya tadi di sekolah Jin bilang ia sudah punya tunangan? Apa jangan-jangan yang dia maksud itu--?
✖✖✖✖✖
Jadi ceritanya sok nggantung gitu(?) :v
Tolong kasih tau kalo ada typo atau kata-kata yang tidak berkenan, karna ini cerita langsung dipublish sebelum dicek ulang *ketauan malesnya kan* :v