SATURDAY EUFORIA

46 3 0
                                    

Jika kau takut untuk mengatakan
Cukup mainkan musik yang kau pilih
Dan lirik dalam lagu akan menyampaikannya
Nyanyikan sekeras mungkin
Seolah kau benar-benar telah mengatakannya


Terlepas dari rumah. Terlepas dari sekolah. Hari ini adalah akhir pekan yang aku nanti sejak 6 bulan yang lalu. Konser musik yang digelar di tengah kota atau lebih tepatnya di alun-alun ini, tidak setiap akhir pekan diadakan.

Malam yang indah. Bintang pun ikut serta dalam acara ini. Cahaya gemerlap sepanjang jalan menuju alun-alun sungguh mempesona. Lampion yang menggantung di udara, tidak kalah mengundang perhatian. Sungguh, ini adalah malam yang begitu meriah. Terasa ramai sekali, untuk aku yang datang sendirian.

" Mochaccino satu ya, Mas." aku menghampiri salah satu stan minumuan disana.
Sambil menunggu, mataku terus mengamati sekeliling. Banyak orang tak asing bagiku, tapi aku tidak mengenalnya.
"Atas nama Kak Vanya. Mochaccino with grass jelly nya satu ." panggil si mas-mas yang jualan.

Aku membalikkan badan setelah mendapatkan minumanku. Dan tiba-tiba...
Bukkkk....
"Aduhhh.." responku bersamaan dengan orang yang bertabrakan denganku.
"Maaf...maaf...aku nggak se.."
"Sorry.. Sorry...aku..." suaraku dan suaranya bertabrakan pula, tapi tak sempat dilanjutkan karna mataku bertemu dengan matanya seketika.

Aku membencinya...
Dia adalah kesalahan dimasa lalu..
2 tahun yang lalu..
Dan seharusnya aku tidak bertemu dengannya lagi...

Aku berjalan cepat untuk menghindarinya.
"Vanya, tunggu!"
Ternyata dia mengikutiku,dan aku memutuskan untuk berlari.
"Jangan lari!" dia menarik tanganku.
Aku berusaha melepaskannya, tapi genggamannya terlalu kuat. Aku merintih, tapi mencoba untuk tetap tidak bicara.
Dia adalah Jerry. Laki-laki yang berusia 3 tahun lebih tua dariku.

"Lepasin, Vanya!" seseorang berteriak.
Seketika aku dan Jerry tertuju padanya.
Jerry melepas genggamannya.
"Siapa lo?" Jerry mendekat seolah ingin menantang.
"Gue pacarnya Vanya! Jangan ganggu dia!" dia menarikku tanganku. Dan membawaku pergi dari Jerry.
Jerry tidak mengejar. Dia hanya mengepal tangannya dan terlihat kesal dari raut wajahnya.

-------------------------------------------------------------

Sedikit menjauhi keramaian. Aku berada di bawah pohon dengan kerlap-kerlip lampu sekarang.
"Kamu nggak pa-pa?" Aldi mengawali pembicaraan.
Aku hanya tersenyum dan mengangguk...
"Kamu...." suaraku berpapasan dengannya. Aku dan Aldi tertawa kecil.
"Kamu dulu aja." Aldi menawarkan.
"Kamu aja." aku membalikkan tawaran.
"Ladies first."
Ok..aku nyerah. Daripada pembahasannya cuma "kamu dulu aja, kamu dulu, kamu...,kamu.." ahh..gitu aja terus, sampek pohon toge jadi pohon pisang.

"Kamu kok tadi bisa ada di kejadian itu sih?" tanyaku.
"Oh..cuma kebetulan aja. Waktu aku lewat, terus aku lihat dia narik tangan kamu erat banget. Dan kamu kayak kesakitan gitu."
"Terus??" aku menatap matanya dengan tajam.
"Terus apanya? Ya aku nggak suka aja, lihat cewek diperlakuin kayak gitu."
Aku cuma diem. Aku penasaran dengan apa yang dia katakan tadi. Ahh... Mungkin hanya alasan.
"Kok diem? Ohh..iya.. Sorry ya soal tadi." lanjutnya.
"Maaf buat apa??"
"Yang aku ngaku jadi pacar kamu. Haaha..." tertawa kecil.
Aku juga ikut tertawa. "Nggak pa-pa kok. Anyway.. Makasih ya udah bantuin aku."
Aldi hanya tersenyum.
"Oh ya..tadi kamu mau tanya apa?"
Untung aku inget. Hampir aja aku lupa, kalo tadi dia mau nanya sesuatu.
"Emh... Kamu kesini sama siapa?"
"Sendiri."
"Temen-temen kamu?"
Aku hanya mengangkat kedua bahuku.
"Kamu sendiri? Kesini sama siapa?"
"Sendiri juga."
"Temen-temen kamu?"

Derrr...derr...derr...
"Ehh... Lihat! Ada kembang api. Kita kesana yuk. Kayaknya konsernya mau dimulai deh."
Aldi menarik tanganku tanpa menjawab pertanyaanku. Okeh.. Aku rasa itu tidak begitu penting juga.

Aku dan Aldi sudah berada di tengah keramaian. Berdua?? Exactly.
Aku kira aku akan menyanyi dan melambaikan tangan sendiri. Dengan dikelilingi pasangan-pasangan anak muda yang asik dengan gandengannya.

"Selamat malam semuaa??" sambut pembawa acara.
Woooaaaaa....
Semua bersorak antusias. Setelah rentetan ucapan basa-basi. Tibalah band pertama untuk tampil. Semua penonton melambaikan tangan.

30 menit kita disini
Tanpa suara
........................

"Di..makasih ya?"
"Apa?"
"Makasih."
"Buat apa?"
"Karna udah nemenin aku nonton konser disini." aku tersenyum padanya.
"Aku juga. Mungkin aku bakalan nonton sendirian, kalo tadi aku nggak ketemu kamu." Aldi membalas dengan senyumannya, yang sungguh membuatku terpaku.
Lalu, kita melanjutkan untuk menyanyikan lagu. Sekeras mungkin dan semerdu MUNGKIN.

Ada yang lain
Di senyummu
Yang membuat lidahku
Gugup tak bergerak
Ada pelangi
Di bola matamu
Dan memaksa diri
Tuk bilang...
Aku sayang padamu...

Aku bertatapan dengannya saat di lirik terakhir. Pandangan bertemu pada satu titik. Senyum melengkung sempurna seperti bulan sabit. Baru aku sadar saat aku membalas senyumannya , ternyata dia menggenggam tanganku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 26, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Let It FlowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang