TELL ME

63 5 2
                                    

Jika seorang wanita menangis karena disakiti oleh seorang pria
Maka setiap langkah pria tersebut
Akan dikutuk para malaikat


Jadi waktu kemarin, saat aku menemui mamah di kamarnya........

Flashback
*last night*

"Mamah?" suaraku lirih.

Haha.... Tidak..tidak.. Mamahku hanya pingsan, tidak pergi meninggalkanku selamanya.

Perlahan mamah mulai membuka kedua matanya. Mungkin sedikit kabur penglihatannya. Matanya masih terlihat sembab, dan wajahnya masih nampak pucat. Tubuhnya terbaring lemas di atas tempat tidur.

"Mamah udah siuman?" aku menggenggam tangannya, menangis bahagia karena melihatnya sadar.

"Mah.. Mamah makan dulu ya? Ini aku bawain makanan."

"Mamah tidak lapar." suara mamah terdengar serak dan lemas. Tapi, dia tetap tersenyum padaku.

"Kalo gitu, mamah minum dulu ya?" aku membantu mamah bangun dari tidurnya untuk duduk, dan memberikan segelas air putih.

Mamah menghela nafas panjang.

"Mah.... Apa yang tadi terjadi?" tanyaku lembut.

"Mamah sangat mencintai papah, Nak."
Mamah berusaha tersenyun, padahal aku tau persis tidak mungkin mamah baik-baik saja. Air matanya berlinang, membasahi kedua pipinya yang halus.

"Mah... Vanya udah gede, Mah. Kenapa mamah tutupin dari Vanya?"

"Mamah hanya tidak ingin kamu memikirkannya. Kamu belajar yang rajin ya. Sebentar lagi kamu menghadapi UN. Kamu harus fokus dengan cita-cita kamu."
Mamah membelai rambutku yang terurai. Masih berlinang air mata dan tersenyum.

"Mah.... Vanya tau itu, tapi Vanya juga anak mamah. Vanya nggak mau mamah mendam ini sendirian." aku berusaha menahan air mata, dan menyeka air mata mamah.

Mamah menarik nafas panjang, dan menghembus perlahan.

Malam ini langit semakin gelap, dingin mulai menusuk kulit. Angin berbondong-bondong menerobos tirai, masuk lewat jendela yang sedari tadi belum ditutup.

"Bagaimana pendapatmu, jika ada sepasang suami istri yang memilih jalannya untuk berpisah?"
Mamah bukannya bercerita, malah mengajukan pertanyaan yang tidak ingin aku dengar.

"Mah... pertanyaan macam apa sih itu? Mamah tau kan, Allah membenci hal itu?" jawabku.

"Lalu bagaimana mempertahankannya jika sudah tidak ada lagi jalan keluar?"
Lagi-lagi mamah membuat terpuruk. Pikiranku benar-benar kacau. Enggak...hal ini nggak boleh terjadi.

"Mah... Mamah masih inget nggak, 5 tahun yang lalu? Waktu aku duduk dibangku kelas 7, aku benar-benar ingin keluar dari sekolah itu. Aku pikir semua akan memperlakukanku hal sama. Mem bully , menghinaku, menjauhiku, menyalahkanku, bahkan melawanku didepan teman-teman yang lain. Tapi mamah selalu menyuruhku untuk bertahan. Mamah selalu bilang jika kamu pergi, itu tandanya kamu yang kalah. Sia-sia saja pengorbananmu agar bisa masuk di sekolah itu, dan pada akhirnya kamu keluar begitu saja. Kamu harus bisa hadapi masalah kamu. Berdoalah, Nak. Allah akan mengabulkan setiap doa hamba-Nya yang meminta. Mamah yakin, pasti akan ada jalan keluarnya."

Aku teringat pada kejadian pahit itu. Masa yang paling aku benci sampai saat ini.

"Mah.... Vanya yakin kok, bakalan ada jalan keluar untuk masalah ini."

"Tapi papah mencintai wanita lain. Mamah tidak rela Van.. Nggak rela.."
Semakin deras air mata yang bercucuran. Aku memeluk tubuh mamah. Aku sendiri juga tak bisa menahan air mata lebih lama lagi.

"Istighfar, Mah.. Istigfar. Kita berdoa bareng-bareng ya Mah. Kita minta petunjuk kepada Allah." perlahan aku melepaskan pelukanku, dan menyeka air matanya.

Aku menuntun mamah untuk mengambil air wudhu. Karena kondisi mamah sedang buruk, aku yang memimpin sholat kali ini.

Let It FlowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang