zero

15K 506 13
                                    

Aku masih tidak mengerti mengapa mereka memperlakukannya padaku, menjadikanku bahan cemoohan hanya untuk kesenangan.
Tidakkah sekolahnya mengajarkan mereka tentang attitude yang benar?

Lagi, aku bertanya pada diri sendiri, apakah aku pernah melakukan kesalahan di masa lampau? Atau mungkin mereka mengira aku ini seperti badut?

Ditertawakan di depan umum, lalu sebagian dari mereka memberi balas kasihan.

Kau pikir, hidup ini mudah?

Kau pikir hanya dengan menghamburkan uang orangtuamu, hidupmu akan selalu semulus kaki jenjang para supermodel?
Tidak. bahkan kaki itu bisa terkena goresan yang membuatnya tak lagi enak dipandang.

Semua tersusun rapih di atas kanvas bersih, bukan berarti dirimulah yang akan melukiskan semuanya.
Begitu pula aku.
Bukan aku yang menentukan takdirku, bukan pula salah orang tua yang melahirkanku.

Dia bernamakan takdir.
Dia sama sekali tidak berkata padamu bahwa kesenanganmu ada pada diriku dengan mempermalukanku di depan umum.

Aku memang tidak bisa melihat, tapi aku masih bisa merasa.
Aku juga manusia, harusnya kau juga tahu bahwa kita sama.
Kita spesies yang sama, bentuk kita pun sama.
Aku juga bisa merasakan getaran itu.
Sesuatu yang berdetak tidak sesuai ritmenya, tepat di dalam dada ini.

01/10/14.

✖✖✖

Aku mengambil secarik kertas lagi untuk mencorat-coret sesuatu. Kini telah menjadi hobi baruku untuk melampiaskan sesuatu pada kertas putih nan bersih. Aku meraba-raba meja di sebelahku, menggapai benda tabung yang berisi alat tulis seperti pensil dan lainnya.

Aku mengambil satu dan mulai mencoret. Tak perlu kertas atau alat tulis spesial untuk membantu si gadis buta satu ini untuk merangkai sketsa di kertas. Aku hanya perlu sebuah niat yang tulus di dalam hati lalu membiarkannya terbang bersama imajinasiku.

Jemariku terus bergerak teraarah membentuk suatu wajah. Wajah yang membuatku tersenyum dan bersedih di waktu yang bersamaan. Nama pemilik wajah ini Zian.

Bahkan detak jantungku masih berdetak dengan cepat saat mengingatnya. Tapi entahlah, dia menghilang saat kecelakaan merenggut separuh kebahagiaan dariku. Mama, Papa, Nenek, mereka semua terlalu berharga untuk Tuhan ambil. Tapi, Tuhan baik, kok. Ia masih menyisakan aku seorang Jillian, nanny berkepala-empat yang selalu setia padaku dan keluargaku. Kini hanya dirinya yang aku punya. Serta beberapa asisten rumah tangga lainnya.

Tuhan juga mengambil penglihatanku saat kecelakaan itu terjadi. Serta beberapa memori yang baru saja aku lakukan saat itu. Seperti; apakah Zian memang menghilang, atau ia bahkan ada bersamaku saat kecelakaan itu terjadi?

Aku juga sedikit kesal mengapa Jillian selalu menghindari pertanyaan mengenai Zian. Kau tahu, aku merindukannya. Amat sangat. Tapi memoriku tidak ingin berkerja saat kuperintahkan untuk mengingat apa yang telah terjadi padanya.

Cukup sudah, aku tidak ingin menangis. Lagipula, Jillian tadi bilang bahwa aku harus sudah siap lima menit lagi. Kau tau? Hari ini tepat hari pertamaku untuk kembali mengikuti kursus piano! Betapa rindunya aku dengan hal berbau piano. Dan, lagi-lagi, aku teringat ketika pertama kali Zian mengajarkanku bagaimana menekan tuts dengan baik.

Sepertinya aku harus berhenti mengingatnya sejenak karena kelopak mataku kini mulai basah.

SightlessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang