Sightless

twelve

"Kabar gembira untuk kita semua..."

Aku terkatuk sekali saat mendengar Jillian bergumam demikian. Astaga, aku hanya tersenyum geli mendengarnya.

"Aku senang kau sekarang sudah mulai tersenyum lagi." Kurasakan tangan Jillian mengelus halus rambutku. Aku tersenyum lagi. Kikuk ingin menjawab apa. 

Sementara tanganku sedang meraba-raba lembar demi lembar di buku sketsaku. Menghitung berapa banyak lembaran yang sudah aku habiskan selama sebulan ini.

"Gambarmu semakin bagus, Sha." Entah mengapa aku merasa Jillian tersenyum lebar. Entahlah, aku juga heran mengapa ia terdengar begitu gembira.

"Kau mengapa diam saja, Sha?" Dan, lebih bawel. Aku terkekeh, entahlah. Jillian memang aneh dua hari belakangan ini.

"Shaaaa. Ingin dengar sesuatu?" Tangan Jillian beralih ke pundaku, mengelusnya pelan lalu tiba-tiba menarikku kepelukannya. Astaga Jills!

"Yaaaaa, ada apa? Kau ini kenapa? Bahagia sekali hm?" Aku tertawa geli. Aneh rasanya tertawa disaat hatiku bahkan tidak tersenyum sekalipun.

Lagipula, adakah yang ingat kapan terakhir kali bibirku tertarik untuk mengukir setidaknya satu cengiran?

Tidak. Akupun sudah lupa.

"Besok, kita pergi ke Rumah Sakit. Kau--"

Aku langsung terkesiap, spontan melempar buku sketsaku agar aku bisa mendekat ke tubuh Jillian. "MIKE?"

Jillian terdengar terkekeh keras. "Wohoo, semangat sekali, sayang." Ia terkekeh lagi. "Ya.. bisa dibilang begitu." jawabnya, suaranya memelan.

"Bisa dibilang be--"

Belom selesai pertanyaanku aku ucapkan, Jillian sudah menyambar, "sudahlah. Lebih baik kau tidur cepat karena besok kita harus ke Rumah Sakit pagi-pagi sekali."

Entah aku salah dengar atau tidak, nada Jillian jadi berubah. Perasaanku, tadi Jillian sangat gembira, mengapa jadi datar dan dingin seperti itu?

Malas berfikir lebih lanjut, aku langsung menarik selimut dan tidur. Mungkin Jillian masih disini? Entahlah, aku terlalu sibuk memikirkan pertemuanku dengan Mike besok! 

Jadi, Selamat Malam.