two; the voice

4K 287 5
                                    


Aku menghembuskan nafas panjang saat sampai di rumah. Kukira hari ini akan berlangsung sangat menyenangkan, seperti saat hari pertama aku kursus di tempat itu. Iya, dulu, aku juga pernah mengikuti les piano di tempat itu. Saat umurku masih 10 tahun. Juga, bersama Zian.

Berbicara tentang Zian, kali ini aku sedang menggambar lagi sketsa wajahnya. Jujur, aku masih ingat betul wajah itu. Serta rambutnya yang khas.

Aku jadi tertawa kecil saat mengingat pertama kali kami bertemu. Saat itu, aku dan dia masih berumur 5 tahun. Dulu sekali, aku adalah Shabbrine yang jahil. Lalu karena melihat rambut Zian yang bisa berdiri sebegitu tegaknya, tangan Shabbrine kecil yang jahil mulai menggapai kepala Zian. Kemudian mengacak-acaknya sampai rambut itu tidak berbentuk lagi.

Astaga. Aku juga ingat ia waktu itu hampir menangis. Maafkan aku, ya, Zian.

goodnight Zian. sleep well. i miss you. -shabby.

01/18/14.

---

Aku kembali bersiap-siap saat waktu sudah sampai pukul 2:45 pm. Jangan sampai aku telat lagi seperti kemarin. Bisa-bisa aku akan diomeli lagi dengan guru yang kini kutahu namanya—Mr. Gru. Fikir saja, aku kan memang lupa akan semua tentang Piano. Maka dari itu aku mengikuti les lagi. Jadi, kurasa ia tak perlu menghabiskan tenaganya untuk memarahiku sepanjang 15 menit lamanya.

Aku langsung keluar kamar saat Jillian bilang mobil sudah siap. Aku berjalan keluar kamar, tanpa tongkat. Rumahku terlalu mudah untuk dihafal letak-letaknya. Jadi,  aku sudah sangat terbiasa begini.

Kami naik ke mobil. Saat Pak Jono masuk ke dalam mobil dan mulai menyalakan mesin, aku tak sadar 10 menit telah berlalu. Kami sudah sampai rupanya.

Seperti biasa, aku memencet pena ajaibku terlebih dahulu sebelum keluar mobil. Jillian yang sudah berada di luar, juga membantuku untuk turun dari mobil. Ia menutup pintu mobil dan berkata bahwa ia hari ini akan menemaniku lagi sampai usai kepada Pak Jono.

Kami berjalan berdampingan menuju tempat saat kurasa mobil sudah hilang di belokan. Saat sampai, Jillian tiba-tiba menepuk pundakku pelan. "Sepertinya kamu tidak sendiri."

"Maksudmu?"

"Bukan hanya kamu yang mengikuti les privat di hari Sabtu dan Minggu. "

"Ya. Mrs. Roth berkata ada 11 orang lain yang ikut di hari Sabtu dan Minggu. Kurasa, tak ada yang mau mengambil di jam sore."

"Siapa bilang?" tanya Jillian mengakhiri obrolan kecil kami saat itu, ia terkekeh pelan. Lalu saat Jillian menyuruhku untuk berhenti sebentar, aku kembali mencium aroma bunga itu. Pertanda aku baru saja sampai di ruang pertandaftaran atau bisa disebut juga ruang tunggu.

Aku dapat mendengar Mrs. Roth yang kembali mengobrol dengan Jillian setelah ia menyapa dan mempersilahkanku untuk masuk ke kelas.

Seperti kemarin dan mungkin seterusnya, aku masih harus meraba-raba lantai dengan tongkatku. Tapi, ketika aku mengingat letak kelasku, sepertinya aku tak perlu tongkat ini. Letaknya cukup mudah dihafal oleh kakiku.

Aku terus berjalan sampai mendengar suara seorang guru lagi. Bukan. Bukan suara Mr. Gru yang kudengar, tapi suara yang jauh lebih galak dibanding milik Mr. Gru. Aku mengenal suara ini kemarin. Suara itu kembali terdengar marah, dan sangar. Kurasa ia lebih marah dibanding hari kemarin.

Aku bisa merasakan seseorang yang berada di sampingnya. Mereka berdua tengah berjalan berlawanan arah denganku. Terdengar dari suara dengusan seseorang dan suara omelan guru yang tak henti-hentinya mengomel.

"Sekarang, coba nyanyikan lagu yang kemarin kusuruh kau untuk berlatih. Jika kau bisa selesai dengan baik, hukuman atas keterlambatanmu akan saya hapuskan." Suara itu terdengar semakin dekat dengan tempatku berpijak. Semakin dekat lagi saat seseorang laki-laki menyanyikan lagu yang familiar di telingaku. Kali ini bukan suara milik guru yang kudengar.

"Sir, I'm a bit nervous

'Bout being here today

Still not real sure what I'm going to say

So bare with me please

If I take up too much of your time."

Sayang sekali ia hanya menyanyikan lagu itu satu bait. Padahal, aku benar-benar menginginkan suara merdu itu menyanyikannya sampai habis.

Omong-omong, sepertinya Jillian benar. Aku tak sendiri disini.

SightlessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang