Semacam Cenayang

587 50 3
                                    

"Aw... "
"Hahahahaha"

Ellen kecil mengusuk lututnya yang memerah. Sementara tiga orang anak laki laki tertawa sambil berlari.

Ellen menarik napas panjang.

"Tidak aku tidak mau mendoakan sesuatu yang buruk."

Ellen meniup niup lututnya. Rembesan darah segar satu persatu menyembul dari sana.

"Tapi ini sakit...
Anak laki laki kelas sebelah yang nakal! Mereka selalu saja menggangguku. Kenapa harus aku? Mereka sudah keterlaluan! Semoga mereka dicakar kucing!"
Seketika Ellen membekap mulutnya sendiri.

Sepulang sekolah...

"Huwuwuwuwuwu..."

Tiga orang anak laki laki nakal tadi sedang meratapi wajahnya yang penuh cakaran kucing. Sepertinya mereka harus tidak masuk sekolah satu minggu untuk memulihkan diri. Ellen menghela napas dan menunduk. Dia sudah menduga.

Entah mengapa, Tuhan semacam mengistimewakan Ellen dalam hal ijabah doa. Apapun doa Ellen pasti dikabulkan. Apapun itu. Bahkan bila sekarang dia minta hujan uang barangkali Tuhan akan dengan senang hati mengabulkannya. Tapi tidak. Pikiran Ellen tidak pernah sampai ke situ.

Sejak kecil, Ellen berusaha keras menahan dirinya untuk tidak meminta hal hal yang aneh pada Tuhan. Ellen menahan diri untuk berdoa. Karena konsekuensi dari doa doanya selalu saja berakhir menyedihkan. Ellen bahkan sampai lupa cara memohon. Ellen trauma dengan segala hal yang berhubungan dengan pemohonan.

Konsekuensinya, Ellen tumbuh menjadi gadis introvert. Dia berusaha keras untuk tidak bersinggungan dengan siapapun. Dia tumbuh menjadi gadis yang super penurut. Bahkan dia sendiri berharap tidak ada siapapun yang mengenalinya.

Sejauh ini Ellen sukses bertahan menjalani semua itu. Dia bahkan sudah terbiasa. Ellen telah memahami identitasnya yang hanyalah seseorang dalam bayangan hitam. Ellen merasa aman dan nyaman dengan keadaannya itu hingga setelah wisuda...

"Bergaullah, Nak. Ibu mohon. Ibu sudah terlalu renta untuk menghidupimu"

Ibu, pensiunan PNS berusia 63 tahun, akhirnya mengucapkan ketidak berdayaannya. Ellen memahami itu. Satu satunya permohonan yang selalu ia ucapkan hanyalah usia yang panjang untuk ibu. Ellen tidak meminta apapun selain itu.

"Kamu anak ibu satu-satunya. Tapi bagaimanapun juga kamu tidak bisa hanya mengandalkan ibu"

Ellen mengangguk takzim. Usia ibu mungkin menipu. Ibu tampak seperti sudah 70an. Mungkin kerasnya hidup yang beliau lalui telah menguras habis tenaga dan kecantikannya.

"Carilah pekerjaan. Menjadi staf kantor butik pun tak apa. Asal kamu punya pekerjaan"

Esoknya, Ellen benar benar melamar di sebuah butik yang kemudian segera menerimanya hari itu juga. Doa ibu, sama seperti doa Ellen, cepat sekali dikabulkan. Mungkin mereka berdua pernah menolong seekor kucing kelaparan di jalan, atau sekadar memberi minum pengemis yang kehausan. Entahlah.

Bersambung

There's Something Wrong in the OfficeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang