Tidak Biasa

269 25 2
                                    

Ellen duduk sampai miring miring. Pahanya dirapatkan. Sesekali dia meringis, lalu miring miring lagi. Duh. Ellen tidak tahan lagi. Segera dia menekan tombol ctrl dan s lalu kabur berlari meninggalkan komputer yang masih menyala.

Duh. Kamar mandi lagi ada orangnya pula. Ellen tidak bisa lagi menunggu lama. Kebiasaan buruk memang, Ellen baru meluncur ke kamar mandi kalau sudah kebelet banget dan hampir mengompol.

Duk duk duk

Ellen berlarian menuruni tangga sambil berharap toilet untuk customer sedang kosong. Dari atas dia bisa melihat Bu Siska sedang serius menjelaskan sesuatu pada Satya. Satya juga tampak serius. Tapi mereka berdua buru buru diam ketika melihat Ellen.

Tanpa permisi Ellen segera masuk ke kamar mandi yang kebetulan kosong. Hatinya sangat lega.

***

"Makasih ya, mbak, tugasku sudah diketikkan."

Satya tersenyum sangat manis. Siapapun akan jatuh cinta pada pandangan pertama dengannya bila dia seperti itu. Asal dia nggak ngomong saja.

Ellen mengangguk, juga tersenyum manis. Matanya yang bulat lebar menyipit di sela sela poninya yang berantakan. Pipinya bersemu merah. Cahaya matahari yang menerobos melintasi sela sela korden membuat wajah Ellen bercahaya.

Deg.

Satya menahan napas. Dia tahu Ellen cantik sejak pertama kali dia bangun tidur pada pertemuan pertama mereka sekitar satu bulan yang lalu. Tapi Satya baru sadar bahwa semakin hari Ellen semakin cantik saja. Setiap kali melempar senyuman, setiap kali itulah level kecantikan Ellen semakin bertambah di memori Satya.

Pipi Satya bersemu merah. Dan seperti biasa, dia pause dan melongo.

"Ehem"

Pak Ravi membuyarkan romantisme pagi itu. Tiba tiba saja dia sudah berdiri di belakang Satya. Jemarinya menelusuri undangan bersampul hitam di dalam kardus.

"Mumpung masih pagi, kalian dapat dispensasi mengerjakan administrasi."

Satya mengepalkan kedua tangannya dan hampir bersorak.

"Sebagai gantinya, pergilah mengantar undangan ini. Saya mau semua terantar hari ini juga."

Dengan sok bossy, walau dia memang bos sih, pak Ravi melenggang pergi. Meninggalkan Satya yang mewek sambil memegang pipi. Sementara seperti disihir, Ellen justru berdiri dan mengangkat kardus yang cukup berat itu.

"Ayok"

Satya melongo.

"Mbak..."

"Ya?"

"Mbak ngomong sama aku?" Satya menunjuk hidungnya. Matanya mengerjap tak percaya.

"Iya."

Lagi lagi Ellen tersenyum manis. Wajahnya tampak ceria walau sedang memakai kaus garis garis putih hitam dan celana warna krem.

Deg.

Satya memegang dadanya sendiri. Entah kenapa sepertinya hari ini dia kena serangan jantung dua kali.

Saat mereka berdua menuruni tangga, mereka melihat Bu Siska sedang bicara serius dengan kakaknya. Sementara wajah Pak Ravi lebih tenang dan ceria. Dan saat Ellen melintasi mereka untuk pamit, Pak Ravi tersenyum sangat manis pada Ellen. Membuat wajah Ellen bersemu merah, dan tanpa sengaja tangan kirinya mengusuk dada. Mungkin dia kena serangan jantung juga.

Sementara Satya bersitatap dengan Bu Siska, seolah mereka sedang dalam misi rahasia.

"M... Mbak beneran ini? Eh, maksudnya, mbak mau boncengan sama aku?"

There's Something Wrong in the OfficeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang