Di dunia ini, ada tiga hal yang membuatku takut; pembunuhan, hantu, dan pikiran.
Ketiga hal itu menyeramkan dan akan membunuhmu suatu waktu. Kau tidak bisa mengendalikannya karena mereka datang dengan sendirinya. Kau tak bisa menghalaunya.
Awalnya aku tidak begitu takut akan pembunuhan, karena aku adalah seorang yang tenang dan jarang keluar rumah. Tapi, suatu hari, salah seorang teman menunjukkan film thriller yang begitu menyeramkan. Membuat mindset-ku yang awalnya tidak begitu mengkhawatirkan hal ini jadi mewaspadai dunia luar.
Aku takut pada hantu karena makhluk tak kasat mata itu berada di sekitar, mengintai nyawamu, menguasai tubuhmu kemudian membunuhmu secara perlahan. Sedangkan pikiran menghadirkan bayangan-bayangan yang tak ingin kau lihat, dengan sendirinya. Hal ini lebih menyeramkan daripada dua hal tadi karena pada faktanya, pikiranlah yang mengendalikanmu. Bukan sebaliknya.
"Isabella..., Isabella," panggil sebuah suara dari luar. Mataku yang sedari tadi terpaku pada gelas kaca yang menggelinding ke sana-kemari di lantai langsung menatap arah pintu. Di sanalah wanita setengah baya itu berdiri. Wajahnya tampak pucat dengan raut cemas yang terpatri .
"Apakah kau melamun? Jangan biarkan pikiranmu kosong."
"Aku tidak melamun, Ma, lagipula tidak ada seseorang yang bisa kulamunkan. Dan pikiranku tidak kosong." Aku menunjuk sisi kanan kepalaku, "di dalam sini ada banyak ide yang brilian."
Mama menghela napas. Kebiasaannya ketika selesai mengecek keadaanku dan menemukan diriku baik-baik saja. Aku pikir, wanita itu akan bereaksi lain jika menemukanku dalam keadaan semaput. Berteriak kegirangan, misalnya?
"Keluarlah, kau akan bosan mendekam di kamar terus. Sekali-sekali lihatlah dunia luar dan hentikan delusi bodohmu itu," Ucapnya, sedikit menohokku. Kemudian Mama pergi tanpa mengatakan apapun lagi.
Aku benci ketika ia terus berkata yang kuucapkan ini bodoh, gila atau semacamnya. Faktanya, dunia luar memang berbahaya. Ada sesuatu yang mengintaiku di sana. Ah, bukan. Seseorang lebih tepatnya. Orang itu berbahaya, ia mempunyai pisau lipat di genggamannya. Aku bertemu dia saat jalan-jalan di hari yang cerah dan hampir mati jika saja aku tidak berhasil melarikan diri saat dia mencoba mengejarku.
Karena itulah, aku benar-benar mengurung diri dan tidak ingin keluar rumah. Mempercayai seseorang pun rasanya begitu sulit.
***
Dari pagi, setelah mandi dan sarapan, aku hanya mendekam dalam kamar. Soalnya ini hari minggu, dan walaupun tidak jauh beda dari hari biasa, aku ingin lebih banyak menghabiskan waktu di ruangan kecil ini. Sekarang sudah pukul 14.30 dan aku mulai haus.
Aku turun dari kasur dan menuju dapur. Mengambil gelas dan menuangkan air, meneguknya dan merasakan segarnya di kerongkonganku.
"Bella." Aku berbalik ke arah si pemanggil. Oh, lihatlah... itu saudaraku yang tampan.
"Kenapa, Bryan?"
"Kau tidak apa-apa kan, kutinggal sendiri? Aku harus mengurus beberapa tugas kuliah di kampus."
"Tentu saja, di sini aman. Si creepy itu tidak bisa menemukanku." Bryan memutar bola mata malas.
"Memangnya, Mama ke mana?"
"Ada urusan di luar," Ucapnya singkat lalu segera meninggalkan ambang pintu tempatnya bersandar tadi. Sikapnya begitu ketus padaku, tapi tak apa. Dia kakakku dan aku harus menghormatinya. Yah... walaupun menyebalkan.
"Mama ada urusan... di luar ~," senandungku seraya berjalan kembali ke kamar.
Sebelum sampai ke tempat tujuan, aku melihat surat berlogo sebuah rumah sakit tergeletak di meja ruang keluarga. Sepertinya itu hasil pemeriksaanku seminggu yang lalu, aku ingat waktu itu Mama membawaku ke psikiater.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thoughts of Mine
Short StoryHi, Wattpaders :) Let's take a seat and enjoy my short stories over here. Gue juga mau sharing-sharing aja di sini. Tinggalkan jejak kalian berupa vote dan komen :)