Tuhan adalah tempat terbaik untuk mencurahkan segala isi hati. Tuhan yang paling memahami. Tuhan bahkan lebih dekat dari urat nadi.
Saat orang yang paling kita sayangi menjauh, Tuhan tetap ada di sisi kita. Tak lelah mendengar keluh dan doa yang kita panjatkan kepadanya.
Hana tak hentinya mengucap syukur pada Tuhan karena telah membawa kakak kesayangannya kembali. Kembali pulang ke rumah dan menyadari kesalahannya.
Ia masih menyeka matanya yang lembap sembari melihat rupa kakaknya yang ia rindukan dengan saksama. Lantai pualam yang mereka duduki sekarang menjadi saksi bisu kepedihan mereka berdua beberapa tahun silam. Tepat malam ini, lantai pualam yang dingin kembali menjadi saksi. Bukan untuk melihat rasa sakit pada kedua netra mereka. Tapi untuk menyaksikan sendiri kebahagiaan dan pelukan hangat keduanya.
Hana masih ingat perkataan kakaknya beberapa menit yang lalu sebelum jam berbentuk rumah burung itu berdenting, menunjukkan pukul dua belas tepat.
"Hana, kakak minta maaf untuk semuanya. Selama ini kakak mencari pelampiasan atas masalah kakak. Mencurahkan segala penderitan kakak di dunia malam. Kakak berpikir bahwa tempat itu adalah rumah kakak. Tanpa sadar bahwa sejak kecil kakak sudah memiliki orang yang menyayangi kakak sepenuh hati. Tanpa tahu bahwa sebenarnya kamu adalah orang terbaik yang mengerti kakak. Tanpa sadar bahwa kamu adalah jalan pulang yang kakak lupakan. Maafkan kakakmu yang kurang ajar ini, Hana. Kakak lebih menyayangimu."
Hana menerima permintaan maaf kakaknya itu dengan sukacita. Tuhan mendengar doanya. Tuhan telah membuat Hana dan Nara kembali dekat seperti dulu. Lagi pula, Hana memang tidak bisa membenci kakaknya. Ia tidak lupa segala kebaikan kakaknya.
Setelah pelukan itu, mereka memutuskan untuk istirahat. Hana mempersilakan sang kakak tidur di tempat tidurnya. Dahulu, ini tempat tidur mereka berdua.
Esok paginya, Hana bangun terlebih dahulu. Kicauan burung gereja yang bersahut-sahutan mengusik tidurnya. Sang kakak masih tidur. Ia pun berjalan ke kamar mandi dan membersihkan dirinya.
Di meja makan sudah tersedia beberapa lembar roti dengan selai kacang di atasnya. Ia menemukan secarik kertas tak jauh dari roti-roti itu.
"Ini untuk kakakmu dan kau. Ibu harus ke pasar pagi ini."
Hana merasakan kebahagiaan yang berlipat. Ini pertama kalinya sejak tiga tahun terakhir sang ibu membuatkannya sarapan. Oh, bukan untuknya saja. Tapi juga untuk kakaknya. Ternyata ibu masih menaruh perhatian pada sang kakak. Hana kembali mengucap syukur. Ia memakan rotinya dengan riang.
Hari ini, ia bertugas piket. Satu-dua teman sekelasnya sudah mulai menyapu. Ia pun ikut membantu dengan membersihkan papan tulis.
Beberapa menit kemudian, teman-temannya yang lain datang. Suga, murid paling malas dan duduk paling belakang tiba-tiba berseru, " Hey, lihat PR matematika kalian dong. Aku belum mengerjakan satu pun. Nanti aku dipukul penggaris lagi oleh Miss Choi."
Miss Choi memang terkenal garang. Ia sering memukul muridnya yang berbuat salah tanpa ampun. Hana teringat minggu lalu Suga yang jadi sasaran penggaris kayu panjang guru separuh baya itu. Ia tertawa mengingatnya.
Beberapa laki-laki yang terkenal malas pun mengeluh. Mereka juga lupa kalau ada PR. Bangku perempuan menjadi sasaran mereka. Dengan lihai mereka merayu. Lihat saja, di sayap kiri, Jung Hoseok sedang mengeluarkan gombalan mautnya pada Hayeonㅡ murid paling pintar, tapi gendut. Hayeon yang geli mendengar gombalan Hoseok langsung melemparkan buku PR-nya sampai menampar dagu lancip Hoseok.
Sedang asyik menyontek, tiba-tiba bel masuk berbunyi. Kelas menjadi riuh akibat teriakan murid-murid pemalas. Belum puas berteriak, bencana yang lebih buruk datang.
Hentakan hak sepatu menggema di sepanjang lorong. Murid-murid gemetar. Ada yang melirik dengan takut dari ekor matanya, ada juga yang langsung berkeringat dingin.
Inilah yang ditakutkan. Miss Choi. Tapi, yang kami lihat di depan pintu sekarang bukan guru berambut keriting itu. Melainkan guru cantik dan muda.
"Selamat pagi, anak-anak. Saya akan menggantikan Miss Choi untuk sebulan ke depan."
Kor sahut-sahutan di dalam ruangan. Murid-murid mengulur waktu dengan bertanya apa saja pada guru yang kelihatan masih fresh itu.
"Minta nomor telepon dong, Buuu..." pinta Dokyeom, murid paling playboy dengan kerlingan jail. Disusul permintaan dan pertanyaan menggoda lainnya.
Hana hanya tertawa mendengar celotehan teman-temannya. Ia memalingkan wajahnya ke luar jendela. Ada seniornya, Kim Taehyung yang sedang men-dribble bola basket. Ada juga adik kelasnya, Mark, yang menghadap tiang bendera. Mungkin kena hukuman guru BP. Hana tertawa lagi.
Tapi, sesaat kemudian, tawanya hilang. Di sana, di atas kursi warna putih, ia melihat Jungkook mencium bibir Krystal dengan kasar. Mereka berdua sangat menikmati ciuman itu. Tak takut ada guru atau murid lain yang akan memergoki mereka berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Somebody To You /j.j.k
Teen FictionPernahkah kalian mengalami friendzone? Sakit,bukan? Ya,hal itu juga dirasakan Hana saat ini. Ia terjebak friedzone dengan Jungkook,sahabatnya sejak mereka masih suka bermain hujan. Sejak perasaan lebih dari sekadar kagum itu muncul pada diri Hana...