Little Jungkook

187 32 0
                                    

"Cinta ini terus tumbuh sepanjang waktu di hatiku. Tapi, rasa sakit juga menggerogoti di waktu yang bersamaan."

     Jarum jam terus berputar. Beberapa saat lagi, bel istirahat akan berbunyi. Hana tak lagi memikirkan jajanan apa yang akan ia beli nanti. Tak dia pikirkan ulangan harian kimia setelah istirahat berakhir. Yang ada di pikirannya sekarang hanyalah Jungkook. Katakanlah dia jahat. Karena ia ingin Jungkook dan Krystal berpisah secepat mungkin. Ia ingin pasangan yang sedang dimabuk asmara itu berganti status menjadi putus.

"Na, kamu gak mau keluar?" Seyeon mengguncang pelan bahu Hana.

Hana tersenyum seraya berkata, "Aku malas keluar, Seyeon. Kamu saja ya."

"Ada apa, Na? Kamu sakit?"

"Tidak. Aku cuma sedang malas saja. Tolong belikan aku jus mangga ya." Hana tersenyum mengatakan permintaannya.

"Siap, Bos!" Seyeon mengacungakn jempolnya.

   Otaknya memutar kembali memori saat ia dan Jungkook masih berumur enam tahun.

Flashback on

"Jungkook pulang sama siapa?" seorang gadis kecil berambut ikal dengan jepitan rambut kupu-kupu bertanya antusias.

    Jungkook tampak kaget. Bukankah selama ini tidak ada murid yang berani menyapanya? Semua menganggap Jungkook menakutkan karena sorot mata tajamnya. Mulutnya pun tak kalah kejam di usianya yang masih kecil.

     Lazimnya, anak berusia enam tahun tak mengenal kesedihan yang berarti. Hidup mereka selalu diwarnai tawa. Tak ada beban.  Mereka mungkin menangis saat pensil mereka hilang atau saat mereka berkelahi khas anak kecil. Mereka tidak mengenal permusuhan. Semua bisa jadi teman bagi mereka.


    Tapi Jungkook berbeda. Ia sudah punya masalah sejak kecil. Orang tuanya sudah bercerai dan meninggalkannya pada sang nenek. Membuatnya tak pernah merasakan kasih sayang ibu dan ayah. Membuatnya sedih saat melihat anak-anak lain yang diantar-jemput orang tua.

    Ia menjadi murid pendiam. Hanya menjawab saat guru bertanya. Tatapan matanya yang tegas dan memancarkan cahaya kesedihan itu menusuk setiap pasang mata orang yang memandangnya. Maka dari itulah, tak ada yang berani mendekatinya.

Kecuali satu nama. Hana.

"Sama nenek." jawabnya tegas.

"Oh, kalau gitu Hana tungguin sampai nenek Jungkook datang, ya. Hehehe..."

Hana tertawa polos sampai deretan gigi putihnya terlihat.

"Ngapain nunggu aku? Sana pulang! Aku bisa nunggu sendiri." Jungkook membentaknya.

    Bukannya takut dengan bentakan Jungkook, Hana justru tertawa kecil. Ia mendekatkan tubuhnya pada Jungkook yang lebih tinggi darinya beberapa senti.

"Kakak Hana juga belum datang. Kita tunggu sama-sama saja, ya."

Jungkook hampir membentaknya lagi sebelum sebuah suara menegur, "Jungkook-ah. Ayo kita pulang, sayang."

    Jungkook tertegun. Ini jelas bukan suara neneknya. Neneknya pasti bersuara serak. Lalu, siapa pula yang memanggilnya sekarang?

   Ia mendongak dan mendapati seorang wanita cantik berpakaian dokter. Ia tersenyum manis.

Ini adalah Bibi Park. Tetangganya.

"Tapi, nenek belum jemput Jungkook. Jungkook pulang sama nenek."

"Sayang, nenek lagi pergi sama teman. Ayo pulang sama Bibi." Bibi Park tersenyum lagi. Bagi anak kecil seperti Hana dan Jungkook, senyuman itu adalah senyuman bahagia. Mereka tak mengerti apa yang tersembunyi dari senyuman Bibi Park.

    Di saat yang bersamaan, kakak Hana datang dan mengajaknya pulang.

    Di perjalanan, Jungkook diam saja. Bibi Park pun sama. Hanya saja, ia diam karena gelisah. Ia tak tahu apa yang akan ia katakan pada anak kecil ini. Melihat tatapan polos Jungkook  membuat dada kirinya berdenyut. Mana mungkin ia memberitahu kabat seburuk ini pada anak kecil yang belum mengerti.

"Jungkook sayang, kita makan dulu ya."

Bibi Park memecah keheningan.

"Nanti saja di rumah, Bi. Jungkook kan biasanya makan siang sama nenek."

"Jungkook sayang gak sama Nenek?"

"Sayang banget dong. Soalnya kan Nenek yang rawat Jungkook dari dulu. Ibu sama Ayah nggak tau ke mana. Nenek yang selalu sabar kalau Jungkook nakal. Nenek yang ngajarin Jungkook semuanya. Pakai baju, makan, sampai cara supaya gak ngompol lagi. Pokoknya Jungkook sayang banget sama Nenek."

      Mendengar kalimat Jungkook, Bibi Park menutup mulutnya. Itu adalah kalimat terpanjang yang pernah Jungkook katakan. Bibi Park begitu sedih mendengarnya. Ia tak sanggup memberikan kabar dukacita ini pada Jungkook sekarang.

"Bibi nggak tahu kapan Nenek pulang. Mungkin masih lama. Jungkook makan sama bibi saja, ya." Bibi Park mengatakannya dengan suara tercekat.

Jungkook cemberut. Ia mengangguk perlahan.

Di restoran ayam ini, Jungkook makan dengan lahap. Bibi Park tersenyum melihat betapa imutnya anak ini. Jika teman-teman sekolah Jungkook bilang ia anak yang mengerikan, mereka salah. Mereka belum mengenal Jungkook sepenuhnya.

Sudah pukul lima sore. Bibi Park mengajak Jungkook ke rumahnya. Jungkook langsung menggeleng keras. Ia menegaskan ia harus pulang sekarang. Di pikirannya, neneknya sedang menunggu di rumah sendirian.

Mata Bibi berkaca-kaca. Ia membujuk Jungkook lagi. Bilang bahwa neneknya baru menelepon dan bilang akan menginap di rumah temannya itu.

Akhirnya Jungkook kecil menurut.
Malam itu, pertama kalinya Jungkook tidur bersama orang lain. Dan malam itu, sebuah kebenaran akan terungkap.

Somebody To You /j.j.kTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang