Rumah Bibi Park terasa nyaman dan hangat. Susasana keluarga yang bahagia terpatri dengan jelas di rumah ini. Terbukti dari banyaknya foto keluarga, mulai dari Bibi Park menikah sampai anak mereka yang sekarang sudah seumuran Jungkook.
Jungkook tertegun melihat foto-foto itu. Senyum semringah mereka benar-benar asli.
"Bibi, apa mama dan ayah nggak sayang Jungkook?" sekarang tangan mungilnya mengelus bingkai foto di sebelah guci antik yang terlihat mahal.
Bibi Park yang tadinya ingin berjalan ke dapur menghentikan langkahnya karena pertanyan Jungkook.
Ia bingung menjawabnya.
"Ya … sayang dong. Cuma mereka lebih percaya sama nenek kamu daripada diri mereka sendiri. Suatu saat mereka pasti akan kembali, kok," ujar Bibi Park dengan senyuman paksa.
Jungkook kembali mengamati foto-foto dalam berbagai bentuk dan ukuran itu.
Bibi Park punya seorang anak. Park Jimin namanya. Ia belajar di sekolah yang jaraknya lebih jauh daripada tempat Jungkook belajar. Hari ini sampai tiga hari ke depan, Jimin tidak ada di rumah ini karena ia ikut sang ayah ke Seoul.
Jungkook membayangkan jika dirinya yang ada di dalam foto itu. Berada di tengah-tengah. Diapit mama dan ayah. Dan neneknya ada di belakang, mungkin?
Oh, nenek! Ia rindu neneknya. Tapi Bibi bilang nenek masih lama pulang.
Ia berhenti melihat foto-foto itu saat Bibi Park meneriakinya untuk segera menyikat gigi dan tidur.
Ia berniat masuk kamar sebelum mendengar Bibi Park berbicara di telepon, "Aku belum bilang padanya ..."
"Kau gila? Dia anak kecil yang cerdas. Anak lain mungkin tidak mengerti soal kabar dukacita. Tapi, Jungkook ... ia pasti mengerti ..."
"Kau sudah lihat jenazahnya? Ya, neneknya memang orang baik ..."
"Kita akan kremasi nenek Jungkook besok. Saat Jungkook sudah pergi ke tempatnya belajar …"
Mata Jungkook membulat. Jantungnya berpacu begitu cepat. Ia termangu beberapa saat sebelum akhirnya ia mendatangi Bibi Park yang sedang menghela napas.
"Bibi … Bibi bilang, nenekku pergi dengan temannya? Tapi tadi, Bibi berbicara di telepon bahwa nenek akan dikremasi?" Jungkook berkata dengan suara parau.
Bibi terkejut atas perkataan Jungkook yang tiba-tiba. Lihat, kan? Ia anak yang cerdas. Bahkan ia sudah mengerti apa arti kremasi di usia enam tahun.
"Sayang, tadi itu …"
"Bibi, bawa aku ke tempat nenek sekarang!" Jungkook berkata tegas dan air mata yang berlinang.
Bibi Park tak bisa melakukan apa pun lagi selain menuruti omongan Jungkook. Karena kalau tidak dituruti, bisa saja Jungkook nekat pergi sendiri ke sana dan entah apa yang akan ditemuinya di jalan nanti.
Bibi Park mengambil kunci mobil dengan tergesa-gesa. Sementara Jungkook menghapus air mata yang terus keluar dari kelopak matanya.
Di perjalanan, tidak ada suara lain selain tangis Jungkook. Bibi Park tak ingin bercerita dulu. Bisa saja hal itu membuat hati Jungkook semakin sakit lagi.
Sesampainya di rumah sakit, Jungkook langsung berlari ke kamar yang tadi diberitahu oleh Bibi Park. Bibi tergesa-gesa mengejarnya. Lari Jungkook begitu kencang.
Jungkook mendorong pintu putih itu dengan kasar hingga terbanting ke dinding. Ia berharap yang tadi dibicarakan Bibi Park di telepon hanyalah candaan. Tapi, harapannya tak terwujud.
Di dalam sana, yang ia temukan adalah seorang wanita tua berusia sekitar delapan puluh tahun yang terbujur kaku. Wajahnya pucat pasi.
Jungkook memeluk nenek kesayangannya itu dengan erat.
"Nenekkkkk … bangun dong. Jangan bercanda. Nenek bakalan tidur sama Jungkook malam ini kan? Besok nenek juga harus antar Jungkook sekolah. Jangan tiduran terus dong, Nek..." Air mata Jungkook terus menetes.
"Nek, ini semua bohong kan? Nenek pasti bakal bangun sebentar lagi. Terus nenek bakalan bacain dongeng kesukaan Jungkook. Iya, kan? Ayo dong, Nek…"
Tapi, sekeras apa pun usaha Jungkook, itu semua sia-sia. Untuk apa kita bicara pada mayat? Ruhnya mungkin akan mendengar suara Jungkook, tapi Jungkook tak mau ruh yang mendengar. Ia mau telinga neneknya yang mendengar tangis Jungkook kali ini.
Bibi Park yang baru saja sampai begitu tersentuh melihat Jungkook yang terus memegang tangan dingin neneknya.
"Jungkook, sudah sayang. Nenekmu sudah tenang di sana," ucap Bibi dengan suara bergetar.
"Kok bisa nenek tenang di saat aku sedih di sini? Biasanya kalau aku nangis nenek bakalan hapus air mata aku." Jungkook kecil masih berharap neneknya akan bangun.
Tangan Bibi bergerak mengelus pipi lembap Jungkook.
"Sekarang Bibi yang akan hapus air mata kamu. Kamu ikhlasin ya, sayang. Nenek juga pasti sedih kalau cucu kesayangannya nangis." Bibi Park menghapus air mata Jungkook dengan sayang.
Setelah dibujuk beberapa kali, jungkook akhirnya mau bergerak dari tempat tidur neneknya. Hanya beberapa senti, karena setelah itu ia kembali memeluk neneknya dengan air mata.
Ia berjanji dalam dirinya. Ini adalah air mata yang terakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Somebody To You /j.j.k
Fiksi RemajaPernahkah kalian mengalami friendzone? Sakit,bukan? Ya,hal itu juga dirasakan Hana saat ini. Ia terjebak friedzone dengan Jungkook,sahabatnya sejak mereka masih suka bermain hujan. Sejak perasaan lebih dari sekadar kagum itu muncul pada diri Hana...