(Part 1) I dont want you to know that i love you

502 30 7
                                    


Hari demi hari berlalu. Semakin cepat rasanya menuju Ujian Nasional. Gue benar-benar belum siap. Bahkan semua murid pun sepertinya belum siap dengan itu. Gue benar-benar belajar keras untuk menghadapi ujian ini. Gue takut ngecewain orangtua gue, terutama nyokap. Gue juga takut gak bisa masuk universitas favorit.


"Mel duduk sama gue ya nanti pas B.Indo" ajak Alfarizi yang tiba-tiba menghampiri bangku gue di ruangan seni budaya.

Gue hanya menjawabnya dengan anggukan dan kembali mengobrol dengan teman gue. Gue selalu begitu setiap dia mengajak duduk bareng atau jawaban gue hanya kalimat singkat "iya". Ya ampun seandainya saja dia tau seberapa senangnya gue setiap dia melontarkan kalimat ajakan itu.


Di ruang bahasa Indonesia, kami menunggu guru pengajar kami datang. Bu Siti, guru yang sangat seru dan bahkan menurut gue dia lumayan gaul. Gue duduk dengan dia hampir di setiap pelajaran ini.

"Mel, minjem hp yah buat denger lagu" ucapnya sambil mengambil hp gue di kolong meja.

Ah dia gak tau apa gue juga mau pakai hp itu? Dia memasang earphone tapi gue langsung mengambil salah satu gagangnya.

"Gue juga mau denger lagu. Berdua!" ucap gue sedikit mencoba untuk memasang muka judes.


Semenjak saat itu, kita sering mendengar lagu bareng. Sampai rasanya gue hafal dengan semua list lagu yang selalu kita putar. Tapi ntah kenapa ada dua lagu yang sampai saat ini kalau gue dengar, bikin gue langsung teringat dia. Gue juga ingat saat itu dia suka banget memutar lagunya Shawn Mendes yang berjudul Stitches.


Dia mengusap rambutnya agar alisnya terlihat. Dia bilang sama gue, "Gue udah mirip Charlie Puth kan Mel?" sambil tersenyum percaya diri.

"Dih mirip apanya coba" tanggap gue heran melihatnya tiba-tiba seperti itu.

"Mukanya lah" katanya, tapi kali ini sepertinya dia lebih percaya diri saat mengucapkannya.

"Beda jauh gila" jawab gue sambil menahan tawa.

"Mirip lah. Tinggal alisnya gue ilangin dikit" balasnya sambil tersenyum. Kali ini senyumnya lebih lebar. Gue gak tau apa yang ada dipikirannya, terkadang dia terlalu percaya diri soal memuji dirinya sendri. Gue hanya meresponnya dengan tawa.


Hampir setiap hari, setiap gue ngobrol atau duduk dengan dia, teman gue Driana selalu mengucapkan hal ini dengan riangnya, "Ih Mel, Lo cocok banget deh sama dia! Muka kalian mirip!!!".

Gue sampai hafal rasanya bagaimana Driana mengucapkannya bahkan sampai kini, gue masih bisa membayangkannya.


Kelas sejarah&geografi selalu jadi kelas yang remang-remang bagi gue. Ntah karena gue kurang tertarik dengan pelajarannya atau gurunya, tapi gue selalu merasa ngantuk setiap masuk kelas itu.


Dan hari ini, Raka berulah lagi. Sepertinya dia tidak pernah bosan gangguin gue. Gue sebal sekali rasanya saat dia ngatain gue yang aneh-aneh. Gue langsung aja menghadap depan dan tidak mau lagi mengobrol dengannya.

Mata gue mulai berkaca-kaca, rasanya ingin nangis. Tidak tau kenapa ucapan Raka tadi benar-benar menyakitkan rasanya untuk didengar. Gue menundukkan kepala gue dan menutup mata dengan tangan sementara Raka pergi gak tau kemana.


Tiba-tiba Alfa manggil gue dari meja sebelah, "Mel, sini sini" katanya sambil menepuk-nepuk bangku di sebelahnya tanda menyuruh gue duduk di situ.

Gue menuruti, gue mengusap dulu mata gue agar tidak terlihat bekas air mata tadi. Gue duduk di sebelahnya dan ntah kenapa dia bisa membuat gue tertawa lagi saat itu. Gue udah cukup terhibur dengan lawakannya itu. Ntah kenapa dia selalu bisa diandalkan disaat-saat seperti ini.


Namun, "Mel, gue pengen ngajak doi gue nonton nih" ucapnya tiba-tiba.

Ntah kenapa, rasa senang yang tadi gue rasain langsung berubah. Sedikit kaget rasanya saat mendengar dia mengucapkan itu. Sebelumnya dia memang pernah cerita sama gue tentang ade kelas yang dia suka, tapi gue gak pernah berpikir dia bakalan ngajak ade kelas itu nonton.

"Hah kapan lo mau ajak doi lo nonton?" tanya gue kaget.

"Sabtu ini, tapi temennya ikut juga" jawabnya sambil mengerutkan wajahnya sedikit.

Gue masih kaget, seribu satu pertanyaan ingin gue lontarkan rasanya, "Yaudah nonton aja. Sekalian traktirin dia nonton." Respon gue singkat. Gue hanya bertanya beberapa hal lagi, setelah itu gue kembali duduk di tempat gue.


Gue langsung bercerita tentang apa yang gue obrolin tadi dengan Alfa kepada Selin. "Sumpah tuh ade kelas beruntung banget. Gue aja yang udah lama deket sama dia ga pernah diajak nonton. Dan dia?yang baru disukain beberapa hari udah mau nonton bareng" curhat gue kepada Selin.

Selin mendengarkan dengan serius sekali. Tapi tetap saja nyesek, kenapa bukan gue aja yang berada diposisinya itu? Sedikit ga rela rasanya.

Semua sahabat gue bilang, lebih baik gue daripada ade kelas itu dari segala hal. Tapi sampai sekarang gue gak tau mereka bilang itu hanya untuk menghibur gue atau mereka benar-benar mengatakannya? Tapi gue tau gue gak boleh terus kecewa kaya gini. Gue ga mau kan dia tau tentang ini, apalagi tentang perasaan gue.


Sabtu...Minggu.... Di rumah kadang gue memikirkan perkataannya di hari rabu itu. "Dia jadi nonton gak ya?". Dalam benak gue, kalimat itu terus berputar-putar dan terulang tiap gue memikirkannya. Sebenarnya bisa saja gue langsung chat dia dan menanyakan tentang ini, tapi rasanya gue malu. Ditambah Alfa tuh beda banget kalo di chat, dia bener-bener cuek. Kaya yang males buat jawab, gue pasti malu kan kalau dia jawab singkat-singkat.


--------------------------------------------------

Nb: Maaf kalau ada tulisan yang typo atau ga nyambung:D

Kira-kira Alfa jadi gak ya nonton sama doinya?hmmm.....

DIA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang