7

548 88 4
                                    

[Park Shin Hye POV]

Saat itu ayah memberi ku sebuah amplop hasil lab ketika aku ingin merebahkan tubuh ku yang lelah, aku membaca lembar demi lembar dengan sangat teliti. Banyak kata, angka dan symbol yang sungguh sama sekali sedikit pun tak dapat aku pahami. namun satu hal yang pasti, aku melihat satu kata yang berada di pojok kanan bawah, tepatnya satu paragraf sebelum kata kata lain yang sungguh tak ingin aku baca lebih jauh. Hasil : Alzheimer 

Aku mencoba menahan air mata ku yang ternyata tak dapat ku bendung lagi. Tangis ku, bahkan aku tak tahu tangis apa ini ? seketika muncul banyak hal yang memenuhi otak ku, segala bentuk kekhawatiran yang timbul meskipun sebenarnya aku belum tahu pasti apa itu alzheimer. Ayah mengusap lembut air mata yang membasahi kedua pipi ku dengan kedua ibu jari nya. Aku mencoba untuk mengatur laju pernapasanku. Ayah terlihat begitu tegar menghadapi semuanya, tidak seperti diri ku.

"jangan menangis sayang, appa akan selalu baik-baik saja" katanya lalu tersenyum lembut kepada ku, aku berusaha untuk membalas senyum nya. Aku merasa seperti seorang yang benar-benar lemah, sungguh aku tidak bisa melihat ayah ku seperti ini.

Ayah perlahan membawa ku kedalam dekapannya, dekapan hangat dengan sensasi kehangatan yang berbeda, jemariya mengelus rambut ku. Aku tak memiliki siapapun selain ayah dan Kim Seokjin, ibu meninggal setelah melahir kan ku dan ayah memilih untuk membesarkan ku seorang diri. Lantas Kim Seokjin ? ia adalah pria dengan berbagai macam kelembutan dan ketenangan yang sungguh membuat ku selalu bersyukur berada di sampingnya.

"tidurlah sayang" ayah menyudahi dekapannya dan menepuk pelan bahu ku sebelum berajak pergi meninggalkan kamar.

Hari ini semuanya seakan tampak rumit bagi ku, setelah sekian lama bersama Kim Seokjin bahkan aku baru mengetahui sosok ibu kandungnya. Penyakit ayah yang sungguh membuat aku takut dan sikap yang ibu seokjin perlihatkan membuat ku gamang.

Aku merasakan getaran pada ponsel ku, tertera nama Kim Seokjin disana.

"apa kau sudah tidur ?" suara lembutnya seakan senandung bagi ku.

"hmmm jika aku sudah tidur kau akan mendengar suara dengkuran ku saat ini Kim Seokjin" aku medengarnya tertawa renyah.

"apa kau sudah makan Shin hye-ya ?" pria ini selalu khawatir tentang hal-hal kecil, pria yang sangat detail dengan apapun.

"aku sudah melakukan semua yang akan kau tanyakan" sungguh aku sudah sangat hapal dengan apa saja yang akan ia tanyakan, aku mendengarnya berdecak.

"baiklah kalau begitu, tidur yang nyenyak Park Shin Hye" sambungan telephone itu pun terputus, seokjin memang bukan pria yang pintar ber basa-basi, namun ia sangat pintar membawa diri dan menyikapi segala sesuatu.

Kim Seokjin, entah kapan tepatnya aku jatuh hati pada pria itu. Mungkin pada pandangan pertama, ya aku mengasumsikannya begitu karena memang ia adalah sosok pria sempurna.

Aku sungguh tidak dapat tidur, pembicaraan ku dengan ibu seokjin seketika kembali memenuhi seluruh ingatan ku.

"aku menyukai mu Park Shin Hye" sungguh aku melihat ketulusan dari kedua iris wanita cantik itu.

"aku sungguh tidak heran jika memang seokjin tertarik dengan mu" aku mengulas senyum mengisyaratkan rasa terimakasih atas pujian yang ia lontarkan.

"tapi rasa suka ku dan ketertarikan putra ku terhadapmu belum cukup untuk bersanding dengan segala kesempurnaan yang putra ku miliki" kami beradu pandang. sungguh aku benar-benar yakin ia adalah ibu kandung Kim Seokjin, pria yang sungguh aku cintai.

Apa memang benar aku terlalu lancang menjadi seorang wanita yang masuk kedalam kehidupan sempurna seorang Kim Seokjin untuk menghancurkan segala sesuatu yang sudah dan akan ia miliki ?

Benarkah aku memang tak cukup pantas untuk berada di sisinya, mencintai dan dicintai olehnya ?

Lamunan ku terusik tak kala aku mendengar ada aktifitas pada ruang tengah, dengan perlahan kedua kaki ku melangkah untuk menggapai knop pintu kamar ku.

Ayah, aku melihatnya tengah menempel beberapa kertas berisi tulisan tangannya pada dinding.

"appa ?" ia menoleh dan kembali memberikan senyum nya.

"bukan kah aku meminta mu untuk beristirahat eumm ?" aku melangkahkan kaki ku dan melihat kertas yang baru saja ia tempelkan dekat dengan lemari pendingin.

'07.00 sarapan, Shin Hye tidak menyukain bawang' aku memandang ayah dengan bingung, sebenarnya apa yang saat ini tengah ia lakukan ?

"kemari lah" ayah menuntun ku untuk duduk pada kursi dekat dengan meja makan.

"dengarkan appa baik-baik" ayah menggenggam jemari ku dengan hangat.

"penyakit ku, cepat atau lambat pasti akan membuat aku susah untuk menjalani aktifitas seperi kebanyakan orang, mengingat, bicara dan juga menjaga mu Shin Hye-ya" tuturnya dengan nada yang terasa sendu. Sungguh aku ingin sekali menyudahi pembicaraan ini, tapi aku menyadari ayah hanya memiliki ku, bahkan saat kondisinya seperti ini hal yang masih ia khawatirkan adalah aku.

"tapi appa adalah pria yang tangguh. Buktinya appa bisa membesarkan ku seorang diri tanpa bantuan siapapun" ujar ku menyemangatinya. Ayah mengusap punggung tangan ku.

"kau harus mulai membiasakan diri untuk selalu ingat makan yang teratur Park Shin Hye" aku menganguk mantap. Saat itu aku berjanji pada diri ku sendiri, bahwa aku akan menjaga ayah ku dan membayar seluruh asih sayang yang ia berikan kepada ku.

"appa" ayah menaikkan kedua alisnya. Saat seperti ini sungguh ayah ku memang terlihat sudah tua.

"apa tidak sebaiknya kita pergi ke rumah sakit lain ?" ayah menggeleng.

"bahkan kau juga sudah mengetahui bahwa aku pergi ke tiga rumah sakit yang berbeda namun hasil nya tetap sama" ya, aku mengetahuinya. Tapi mengapa harus ayah ku yaang mengalaminya ? tak cukupkah dengan kau mengambil ibu ku dari sisi kamu tuhan ? apa kau juga ingin mengambil ayah ku untuk menemani ibu disana ?







Bersambung...


House of CardsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang