BAGIAN 4

17.5K 2.1K 62
                                    

Ray menutup dan langsung mengunci pintu kamarnya. Mencegah abangnya menerobos masuk untuk melanjutkan interogasi.

Salahnya juga yang sengaja memancing. Namun, Ray malas terus menutupi.

Hubungan tarik ulurnya bersama Ganindra saja sudah cukup membuatnya agak pusing. Apalagi kalau harus main kucing-kucingan dengan keluarganya yang memang kelewat berlebihan kalau masalah seperti ini. Terutama dua kakak lelakinya.

Untuk mengurangi rasa beban dan kerunyaman yang mungkin terjadi di masa depan, Ray memang sudah memutuskan untuk mulai jujur pada keluarganya. Ingin mengaku kalau saat ini dia sudah punya seseorang yang spesial. Dimulai dari menampakkan dengan jelas keberadaan Ganindra di depan mereka.

Ray mengganti seragam dengan pakaian rumah, lalu mengempaskan diri di atas tempat tidur berseprai warna lilac miliknya dengan tangan mulai aktif memainkan ponsel.

Dia mulai asik memeriksa beberapa akun sosial media miliknya. Sesekali membalas beberapa chat dari Sherra dan Aira yang menanyakan bagaimana perjalanan pulangnya bersama Ganindra. Dia hanya membalas seperlunya.

Setiap kali fokus pada sosial media, Ray juga tidak bisa menahan diri untuk memeriksa akun Instagram milik Ganindra.

Cowok itu hanya memiliki follower sekitar dua ratusan. Di sana juga cuma ada dua posting-an foto.

Satu foto untuk logo milik salah satu klub sepakbola Eropa favoritnya. Satunya lagi berisi gambar Ganindra bersama Restu dan Diaz yang diambil dari arah belakang. Ketiganya tampak berada di sebuah pantai dan sedang fokus memandang siluet matahari yang tengah tenggelam.

Ray tidak peduli pada punggung dua cowok lainnya. Dia hanya fokus pada punggung tegap milik Ganindra yang terbalut kaus berwarna cokelat gelap. Bagian tengkuk cowok itu juga selalu bisa mencuri perhatian Ray ketika menatap foto tersebut.

Kalau diizinkan, ingin sekali rasanya Ray memeluk punggung itu dengan erat. Punggung yang terlihat seperti barikade. Seakan tak tersentuh. Namun, menjanjikan kehangatan. Kekokohannya tampak melambai-lambai untuk selalu minta didekati. Terutama oleh Ray yang terlanjut mendapati betapa spesialnya cowok itu di matanya.

Lamunan Ray terkait punggung maskulin Ganindra terganggu oleh bunyi yang berasal dari pintu kamarnya. Dia menatap pintu tersebut dan langsung tersenyum geli ketika melihat kenop pintu bergerak-gerak pelan seperti ada yang tengah mencoba membuka dari luar.

Dia segera bangkit dan membukakan pintu, lalu membiarkan sosok mungil berambut cokelat gelap masuk dengan jalan yang agak sempoyongan.

Ray kembali menutup dan mengunci pintu, sebelum bergerak cepat ke arah sosok mungil tadi. Dia meraup anak itu dalam pelukan dari arah belakang.

"Haduh! Makin berat aja ponakan Tenan, nih. Bau acem, lagi!" ucapnya sambil mengangkat anak lelaki berumur lima tahunan itu ke atas tempat tidurnya. "Nyenyak nggak tadi bobo siangnya?"

Yang ditanya hanya mengangguk sambil mengucek matanya dengan raut datar. "Kata Nenek mandi sama Tenan aja," gumamnya pelan.

"Okeee," sahut Ray. "Tapi, kita nggak jalan dulu, ya, sore ini. Nanti malam aja kita ajak Kakek beli Yakiniku."

"Kenapa?" tanya anak itu dengan mata yang sekarang sudah sepenuhnya membulat lebar. Tidak mengantuk lagi seperti sebelumnya.

"Om Ganindranya lagi pergi sama temannya. Besok aja kita main lagi ke taman, ya?"

"Tapi, Omgan udah janji sama Ares." Anak tersebut berucap pelan seperti bergumam.

Ray tersenyum geli. Keponakannya ini memang suka sekali menyingkat panggilan agar mudah diucapkan olehnya. Buntutnya malah menjadikan panggilan tersebut terdengar lucu di telinga orang lain.

Raynanda yang kalau di rumah dipanggil Nanda diganti Ares dengan sebutan Tenan, singkatan dari Tante Nanda. Ganindra yang baru dikenalnya langsung dipanggil dengan sebutan Omgan, singkatan dari Om Ganindra, alih-alih sebutan "kakak" seperti yang diminta cowok itu.

"Nanti pasti diajarin lagi main basketnya. Hari ini kita libur dulu ya," bujuk Ray sambil mengusap penuh sayang pada rambut cokelat gelap milik Ares, warisan almarhum ibunya yang memang bukan asli Indonesia.

"Tapi, ingat, ya." Ray kembali mengingatkan persyaratan di antara mereka. "Nggak usah kasih tahu Om Rei atau Ayah kalau kita sering main sama Om Ganindra. Oke?"

Ares memutar matanya ke atas, tampak berpikir dengan raut menggemaskan. Tak lama, dia akhirnya mengangguk patuh dan membisikkan sesuatu di telinga Ray dengan gestur malu-malu.

Setelah mendengar bisikan keponakannya, Ray langsung pura-pura tersenyum masam sebelum akhirnya mengacak rambut Ares dengan gemas. "Iya, entar es krim sandwich-nya nambah, deh. Huh, dari siapa sih kamu belajar tawar-menawar begini?"

Ares menyengir lebar. Menggunakan telunjuk kanan, dia menunjuk ke arah Ray. Ray gemas dan kembali mengacak puncak rambut anak itu.

Ares adalah putra tunggal dari abang sulungnya. Tidak usah ditanya, Ray memang sangat sayang sekali pada keponakannya.

Selain karena anak itu satu-satunya makhluk terimut di rumah mereka, juga karena Ares penyebab utama hingga Ray bisa menemukan sosok asli Ganindra yang teramat spesial di matanya.

Bocah itu seperti penghubung antara dirinya dan Ganindra sekaligus kelemahan cowok itu. Ray menyeringai ketika mengingat satu hal ini.

Ganindra akan melunak ketika dihadapkan dengan Ares. Itulah senjata ampuh yang digunakan Ray sehingga berhasil mendapatkan cowok itu.

[19.12.2016]

[04.05.2022]

CatalystTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang