BAB IV: Berkah Telat

7.3K 587 65
                                    

Aku yakin jika ada kekuatan sebuah doa dan aku selalu berdoa setiap harinya agar kita dapat sekedar saling mengenal.

Dan tanpa aku tahu, waktu yang aku harapkan tiba disaat yang tak terduga.

Hari ini.

**

MALAM ini, entah kenapa Alisha sulit sekali untuk sekedar memejamkan matanya lalu memasuki alam mimpi. Ia merasa seperti ada sesuatu yang selalu saja muncul setiap kala dirinya memejamkan mata dan Alisha sadar bahwa seseorang itu adalah Rafa. Padahal, ia sudah berusaha untuk menghafal rumus-rumus Matematika yang mungkin saja akan keluar esok hari namun selalu saja gagal karena pikirannya lebih dominan akan Rafa dibandingkan rumus-rumus Matematika-nya itu.

"Ish! Kenapa sih gue jadi gini banget?" tanya Alisha pada dirinya sendiri sambil terus menggulingkan dirinya ke arah kanan dan kiri. Alisha pun kemudian memutuskan untuk merubah posisi tidurnya lagi menatap ke arah jam dinding yang letaknya tepat di atas pintu kamar.

Waktu bahkan sudah menunjukkan pukul dua belas malam dan Alisha masih saja gelisah sendiri karena pikirannya terus-terusan terganggu. Hingga akhirnya, butuh kurang lebih lima belas menit –barulah Alisha dapat memasuki alam mimpinya.

**

Suara lantunan adzan yang berasal dari aplikasi handphone Alisha berbunyi pertanda waktu sudah menunjukkan waktu Shubuh sehingga Alisha berusaha untuk bangun dan duduk sejenak di pinggir kasur sebelum akhirnya menuju keluar kamar untuk mengambil air wudhu.

Sesudah ia melaksanakan ibadah sholat Shubuh, Alisha pun memutuskan untuk membuka buku Matematika sejenak hingga pukul enam kurang lima belas menit lalu, dilanjutkan mandi dan bersiap-siap untuk berangkat ke sekolahnya.

"Pagi, Ma." sapa Alisha pagi ini yang sudah bersiap menggunakan seragam putih abu-abunya serta tas ransel yang memang baru disampirkan di salah satu bahunya.

"Sarapan dulu, Al." balas Dian –Mama nya Alisha– sambil memberikan sepiring roti berisi selai coklat yang sudah menjadi favorit Alisha sejak ia menduduki bangku Sekolah Dasar.

"Mas Alvian udah berangkat ke kampus, Ma?" tanya Alisha sambil mengunyah sarapannya itu.

"Belum. Biasalah, dia pasti masih tidur sekarang." jawab Dian.

Setelah ia merasa sudah kenyang, Alisha dengan cepat menyambar segelas susu putih yang awalnya berada di tangan mamanya lalu, diteguknya dengan buru-buru. "Ma, aku berangkat dulu ya!" ucap Alisha sambil menyalami tangan mamanya.

"Iya, Nak. Hati-hati ya, ojeknya udah di depan?" tanya Dian memastikan sambil mengantar Alisha ke depan beranda rumah.

Alisha mengangguk dan setelah itu, ia langsung menghampiri ojek online yang sudah ia pesan beberapa menit lalu. "Pak Ori ya?" tanya Alisha memastikan.

Supir ojek online tersebut mengangguk meng-iya-kan dan selanjutnya langsung memberikan helm berlogo perusahaan ojek tersebut. "Udah, Dek?" tanya supir tersebut.

"Udah, Pak." balas Alisha dan kemudian, ia pun mengucap salam kepada ibunya. "Assalamualaikum, Ma!"

Mamanya pun memberikan lambaian tangan. "Waalaikumsalam!"

**

Alisha benar-benar panik saat ini, karena nyatanya ia tidak menduga bahwa perjalanan menuju SMA Harapan –SMA yang ditempati Alisha saat ini– menghabiskan waktu dua puluh lima menit karena macetnya Jakarta yang benar-benar 'gak banget!' sehingga sudah dapat ditebak sekarang Alisha sedang berlari-lari menuju gerbang sekolahnya untuk menunggu sebentar hingga Alisha masuk.

Clandestine✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang