BAB XI: Heart Attack

6.7K 481 26
                                    

Selalu ada nyaman yang membuatmu bimbang. Ingin terus berada disisinya, namun ia bukan milikmu. Ingin menjauhkan dirimu darinya, namun apa daya, hati tak mampu melakukannya.

**

SETELAH melaksanakan sholat Dzuhur berjamaah di masjid sekolah seorang diri karena teman-temannya –Kelvin, Dirga, Davino, dan Azka– lebih memilih untuk stay di kelas, Rafa memutuskan untuk menghabiskan waktu pelajaran ke-delapan-nya di kantin. Itu sudah menjadi kebiasaan lelaki tersebut jika ia malas dan sedang tidak mood mengikuti pelajaran di kelas.

Sesampainya lelaki itu di kantin, ia membeli minuman terlebih dahulu sebelum akhirnya mengambil tempat duduk paling strategis untuk bersembunyi –selanjutnya, ia mengeluarkan handphonenya dari saku celana seragamnya dan membuka grup LINE yang berisi Kelvin dkk.

gesrek (5)

Rafa: gue lg di kantin, pd mau ikut cabut gak kesini? (12.45 PM)

Kelvin: GAS POL LAH GW! Otw cuy~ (12.46 PM)

Davino: otw bro (12.46 PM)

Azka: enggak dah, gua lg mau tobat skg (12.46 PM)

Dirga: hah apanya yg dicabut? (12.46 PM)

Dan untuk pertanyaan yang dilontarkan Dirga terakhir, itu benar-benar salah satu ciri khas yang dimilikinya. Telmi –telat mikir– sudah menjadi sifat yang sepertinya mendarah daging di dalam diri Dirga. Ya, mungkin itu salah satu alasan kenapa sampe sekarang Dirga masih menyandang status jomblo akutnya.

Tidak beberapa lama, pundak Rafa sudah langsung dipukul kecil dari arah belakang dan begitu Rafa menengok sudah terdapat Kelvin dengan senyum cengengesan tak berdosanya itu.

"Sendiri aja lo. Awas kesambet kebanyakan masang muka datar." ledek Kelvin.

Rafa memutar bola matanya tidak peduli akan ucapan Kelvin, "Gak nyambung."

"Santai dong, Raf. Santai." kali ini giliran Davino yang menyahut. Laki-laki paling normal dari ke-empat teman lainnya walaupun memang pada akhirnya, yang lebih perhatian akan segalanya adalah Kelvin.

"Oh iya, Raf. Semalem kok gue gak ngeliat lo ya?" ucap Kelvin yang sudah mengernyitkan keningnya bingung.

Davino mendengar itu juga hanya manggut-manggut setuju sambil menanti jawaban dari Rafa.

"Gue balik duluan. Lo tau sendiri Haris gimana." balas Rafa.

Namun, Kelvin dan Davino masih tetap tidak puas akan jawaban serta penjelasan yang menurut mereka sangat amat tidak bisa disebut penjelasan.

Kelvin mendecak sebal sebelum menjawab, "Ya iya sih, tapi sumpah jawaban lo itu gak membantu sama sekali."

"Dia ngajakkin lo balapan lagi semalem, kan?" tebak Davino.

Rafa sempat terdiam malas untuk menjawab jujur sampai akhirnya, ia memilih untuk mengangguk saja. Toh, apa bedanya ia berbohong dengan jujur?

Davino menghela nafas pasrah melihat jawaban tersirat dari anggukan kepala Rafa, ia tidak habis pikir bahwa sahabatnya yang satu ini masih tetap mau meladeni sikap kekanak-kanakan yang dimiliki oleh Haris.

"Sebenernya, lo itu punya masalah apa sih sama dia?" tanya Davino yang mulai terlihat lelah akan sifat sahabatnya yang begitu pintar menyimpan sejuta rahasia-nya. Bagi Davino, menyimpan sejuta rahasia tidak membuat keadaan lebih membaik namun malah sebaliknya sehingga jika lelaki itu ada masalah –sudah dapat dipastikan, ia langsung menceritakan hal tersebut kepada teman-teman terdekatnya agar ia merasa sedikit lega.

Clandestine✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang