BAB XXXV: Mulai Terbuka

5K 351 26
                                    




Setidaknya, saya ingin merasakan kebahagiaan –walaupun itu sementara.

Karena, di tiap kali saya bahagia. Ada saja hal lain yang membuat saya kembali terjatuh dan sulit untuk bangkit kembali.

**

            "MAKASIH ya, Raf," Alisha memberikan helm milik Rafa yang sempat ia gunakan di perjalanan tadi.

            Rafa mengangguk.

"Lo gak mau mampir dulu?" tanya Alisha.

            Lelaki yang masih menggunakan seragam putih abu-abunya itu terlihat langsung mengecek waktu melalui jam yang melingkari pergelangan tangan kanannya, sebelum akhirnya ia kembali menatap Alisha untuk menjawab, "Sori, Sha. Gue langsung balik aja,"

            Kali ini giliran Alisha yang mengangguk paham, karena memang saat ini waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. "Yaudah, gih sana," ucap Alisha.

            "Gue tungguin lo sampe masuk rumah dulu, baru gue pergi," jawab Rafa dan tentu saja kalimat itu dapat semudah itu membuat kedua pipi milik Alisha bersemu merah. Untungnya, saat ini langit sudah gelap sehingga Rafa tidak bisa melihat semu merah di wajah Alisha dengan jelas.

            "Udah sana, buruan masuk," Rafa kembali berbicara, karena gemas dengan sikap Alisha yang justru terdiam terpaku menatap dirinya.

            "Iyaa, iya! Yaudah, lo hati-hati, ya," ujar Alisha. Setelah itu, ia mulai membuka pagar rumahnya dan memasuki halaman depan rumahnya.

            Deru motor Rafa kembali terdengar di indra pendengaran Alisha dan juga semakin lama suaranya menghilang –pertanda bahwa Rafa sudah berlalu pergi.

            Gadis itu benar-benar tak bisa menyembunyikan senyumnya saat ini. Otaknya kembali dipenuhi dengan kejadian di Kota Tua yang benar-benar tidak diduga sebelumnya oleh Alisha saat itu.

            Rafa, Rafa, kenapa sih lo bisa banget bikin gue seseneng ini?! batin Alisha berusaha menahan pekikannya. Ia sungguh-sungguh tidak bisa menghilangkan senyumannya mala mini.

            Bahkan tanpa sadar, Dian yang sudah membukakan pintu untuk anak keduanya menatap Alisha dengan tatapan kebingungan. Bayangkan saja, ia menemukan anaknya di depan rumahnya dengan senyuman creepy seolah-olah ia sudah kemasukkan oleh unsur ghaib.

            Dengan gerakan spontan, Dian–mama Alisha–langsung memegang dahi putrinya tersebut. "Gak panas kok tapi," ucapnya sendiri.

            "Ih, Mama! Ngapain sih?" Tiba-tiba saja tangan Dian langsung diturunkan dari dahi milik Alisha dan tanpa sadar, Dian segera berucap Alhamdulillah dalam hatinya.

            "Kamu aneh banget sih, Al. Di depan rumah malah senyum-senyum gak jelas gitu, bikin mama takut aja!" Dian kembali melangkah pergi menuju dapur, karena acara masak-memasaknya sempat tertunda setelah mendengar suara deru motor berhenti di depan rumahnya.

            "Gapapa kok, Ma," Namun, justru senyuman lagi yang ditampilkan oleh Alisha sehingga Dian tidak mampu berkata apa-apa lagi selain menggelengkan kepalanya –pasrah akan sikap anaknya yang tiba-tiba berubah aneh seperti ini.

            Ya Tuhan, lindungi lah anak saya. Dian memajatkan doa dalam hati.

            "Tadi kamu dianterin siapa?" tanya Dian mulai kepo.

            Astaga, sepertinya Dian salah bertanya lagi. Karena, bukan jawaban-lah yang didapatkan melainkan senyuman yang semakin mengembang.

Clandestine✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang