Enam

2.7K 255 1
                                    

Seorang gadis berjalan tak tentu arah—tapi masih di lingkungan sekolahnya untuk mencari seseorang. Langkahnya gontai bahkan terkesan tidak bersemangat, ditambah dengan tatapannya yang kosong membuat gadis ini terlihat seperti orang yang tidak ada tujuan hidup. Matanya sembab akibat menangis karena mengingat kejadian yang menimpa dirinya saat di kantin tadi. Kejadian itu, kejadian itu benar-benar membuatnya malu. Membuatnya ingin melakukan semua hal kasar untuk seseorang yang berani melakukan seperti itu pada dirinya.

Langkah kakinya yang ditarik-tarik menghasilkan bunyi disepanjang koridor sekolah ini karena suasana sekolah yang sudah sepi. Bahkan gadis ini yakin hanya dirinyalah satu-satunya orang di sekolah ini. dan..., Iqbaal?

Kemana Iqbaal?

(Namakamu) langsung tersadar dari lamunannya. Ia ingat ia melangkahkan kaki seperti ini untuk mencari Iqbaal. Sahabatnya yang tidak ia lihat saat istirahat tadi. Tapi, kemana ia harus mencari sedangkan dirinya tidak yakin apakah Iqbaal ada di lingkungan sekolah atau tidak.

Langkahnya ia percepat menuju kelas XII IPA 2, kelas Iqbaal. Untuk apa? Hanya untuk memastikan bahwa keadaan kelas benar-benar kosong dan juga tas Iqbaal. Jika tas Iqbaal sudah tidak ada tandanya pria itu sudah pulang. Tapi jika masih ada, kemungkinan besar Iqbaal masih ada diruang lingkup sekolah ini.

Semakin lama, langkah kakinya malah semakin beradu seperti orang berlari. (Namakamu) melakukan hal ini ketika telinganya mendengar suara erangan orang kesakitan dan gedebug keras yang berasal dari ruang kelas paling ujung di koridor yang tengah dilewatinya. Itu adalah kelas Iqbaal, XII IPA 2. Dan (Namakamu) mengenal sekali bagaimana suara Iqbaal.

Beragam pertanyaan langsung memenuhi pikiran (Namakamu). Apa yang terjadi dengan Iqbaal? Mengapa suaranya terkesan bahwa dirinya sangat kesakitan? Apa di sana ada orang selain Iqbaal? seseorang yang ingin mencelakai Iqbaal? Melukai Iqbaal? Atau bahkan..., membunuh Iqbaal? Pikirannya yang terakhir dibuang jauh-jauh oleh (Namakamu).

Tangan (Namakamu) berhasil menggapai knop pintu kelas, menekan dan langsung membukanya hingga menghasilkan suara yang keras. Pandangannya langsung menyapu ke seluruh arah dengan nafas yang menderu cepat. Ia takut, takut terjadi sesuatu buruk menimpa pada Iqbaal.

Pandangannya terpaku pada seseorang yang berada di sudut kelas yang tengah sibuk membenturkan keras kepalanya ke dinding dan mengerang kesakitan. "Iqbaal!"

(Namakamu) melangkah secepat yang ia bisa. Mulutnya daritadi tidak henti-hentinya menyerukan nama Iqbaal. Tindakan Iqbaal ini bisa membunuh dirinya sendiri!

(Namakamu) menarik tangan Iqbaal, menjauhkan pria itu dari dinding. Dengan cepat Iqbaal menepisnya dan kembali membenturkan keras kepalanya, suara erangan kesakitan Iqbaal langsung memenuhi ruangan kelas yang kosong ini. Jika sakit, mengapa Iqbaal terus membenturkannya?

"Iqbaal!" suara (Namakamu) lebih keras dari sebelumnya. Ia langsung menarik tangan Iqbaal dan menghadapkan tubuhnya ke arahnya. Iqbaal memejamkan matanya menahan sakit dengan kening yang mengeluarkan darah. Iqbaal menyakiti dirinya sendiri.

"Lepasin gue, (Namakamu)!" Iqbaal kembali membenturkan kepalanya, kali ini kepala belakangnya yang ia benturkan pada dinding. Suara gedebug langsung menyusul, menggema di ruangan ini.

(Namakamu) tidak tahu harus apa ia sekarang. Bingung. Sebenarnya apa motif Iqbaal melukai dirinya sendiri? Sumpah demi apapun, (Namakamu) tidak tega melihat kondisi Iqbaal saat ini. Tubuhnya keringatan, keningnya mengeluarkan darah dengan ekspresi yang benar-benar menahan sakit. Iqbaal sakit? mengapa selama ini (Namakamu) tidak tahu?

"Berhenti ngelukain diri sendiri, Iqbaal!" Bentakan (Namakamu) itu tidak mampu menghentikan aktivitas yang Iqbaal lakukan. Justru Iqbaal semakin kencang membenturkan kepalanya ke dinding. Jika saja (Namakamu) tahu bagaimana cara menghentikan ini semua, akan ia lakukan saat ini juga.

AFRAID - Novita AnassatiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang