Lima belas

2.3K 225 4
                                    

"Baal..." satu kata itu berhasil keluar dari mulutnya dibarengi dengan satu tetes air mata yang berhasil meloloskan diri. Entah mengapa ia ingin menangis senang. Senang karena bisa mendengar suara Iqbaal lagi. Senang mengetahui bahwa pada akhirnya, dirinya akan bisa hidup lebih lama lagi dengan Iqbaal.

"(Namakamu)?"

(Namakamu) tersenyum bodoh sembari menghapus airmatanya yang sempat jatuh beberapa kali. Mengapa ia harus menangis, sih?

"Lo bisa ke sini?" tanya (Namakamu) menjaga suaranya agar tidak terdengar terlalu senang karena bisa mendengar suara Iqbaal lagi.

"A-Apa? Lo kenapa? Mimisan? Lo sakit? Ya Tuhan! Kok bisa, sih? Parah nggak? Sekarang lo di mana? Tante Ashiya ada di sana? Apa—

"Gue kangen lo."

Gila memang jika (Namakamu) menelfon Iqbaal dan langsung berbicara ke intinya. Tapi, (Namakamu) pikir ini adalah kalimat yang mampu membuat Iqbaal berhenti menjejalkan pertanyaan untuknya, bukan? Entah mengapa (Namakamu) juga tidak bisa lagi menahan kalimat itu dari dalam dirinya. Dan kelegaan pun (Namakamu) rasakan setelah mengucapkannya.

(Namakamu) tidak tahu apa yang dilakukan Iqbaal di sana karena sampai sepuluh detik berikutnya Iqbaal tidak merespon ucapannya. Hanya terdengar suara Bastian yang menyerukan namanya berkali-kali dan memaki karena Iqbaal tak kunjung menoleh ke arahnya. Iqbaal bersama Bastian?

Mungkinkah saat ini Iqbaal tengah menetralkan degup jantungnya yang bergerak seolah-olah ingin keluar dari tempatnya? Entahlah. Jika saja Iqbaal mengatakan kalimat seperti itu pada (Namakamu), mungkin dirinya akan berguling-guling menahan jeritan kesenangan.

"Lo bisa ke sini? 20 menit lagi gue mau operasi."

"O-Operasi apa?"

(Namakamu) tersenyum dan menahan airmatanya yang berteriak ingin jatuh lagi. "Gue udah dapat donor jantung, Baal."

Tidak butuh waktu lama bagi telinga (Namakamu) untuk menahan jerit histeris bahagia dari Iqbaal. (Namakamu) tidak tahu apa yang tengah dilakukan pria itu di sana. Tapi yang (Namakamu) dengar saat ini, suara benda yang terdengar seperti terjatuh dan teriakan Iqbaal yang berkata pada Bastian dan mengatakan bahwa (Namakamu) sudah mendapatkan donor jantung.

Tadi pagi Mamahnya bilang pada (Namakamu) bahwa ada yang mendonorkan jantung untuk (Namakamu). Bukan mendonorkan sih sebenarnya. Tapi ada pasien rumah sakit di sini yang meninggal dan kebetulan jantungnya cocok dengan jantung (Namakamu). Bukan usaha yang mudah untuk Tante Ashiya memohon pada keluarga agar jantung jenazah tersebut bisa dipindah tangankan. Bahkan sempat ada perdebatan kecil, tapi untungnya Mamahnya itu tidak kehabisan alasan untuk mendapatkan jantung tersebut demi anak satu-satunya.

Akhirnya pihak keluarga menyetujui dan dokter berkata operasi akan dilaksanakan sesegera mungkin. Dan (Namakamu) menyetujui itu. ia berjanji akan merawat jantung itu sebaik mungkin. Lagi pula siapa yang tak ingin hidup lama dengan Iqbaal?

Ini adalah hadiah untuk Iqbaal. Hadiah yang (Namakamu) janjikan empat hari kemarin. Hadiah ini berlaku untuk selamanya.

Hidupnya.

Hidup (Namakamu).

(Namakamu) bisa hidup lebih lama—bahkan selamanya dengan Iqbaal.

"Serius lo? Waaa! Gila gila! Oke-oke gue ke sana—" Iqbaal memutuskan kalimatnya karena napasnya tersenggal dan saat ini pria itu tengah sibuk mengatur napas. Entahlah apa yang Iqbaal lakukan di sana hingga membuatnya kesulitan bernapas-. "—eh apa? 20 menit lagi? Gila lo! Rumah sakit lo kan jauh, (Namakamu)."

AFRAID - Novita AnassatiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang