Bab 11 Janji

38K 5.2K 464
                                    

Setelah pintu terbuka, Jeya bisa melihat Vanno duduk di teras, memetik gitar sambil menyanyikan lagu. Entah apa judulnya. Easy listening saja untuknya. Sepuluh tahun di pesantren membuatnya tidak kenal lagu. Setiap malam Jum'at, kegiatan di pesantren hanya diba'an atau marhabanan. Ada yang menyanyi dan ada yang menabuh rebana. Catat baik-baik, yang mereka nyanyikan adalah shalawat, bukan lirik lagu pop, dangdut atau jazz. Dan, rasanya sudah bahagia. Lebih bahagia ketimbang menghadiri konser One Direction atau konser idola Kpop. Bagaimana tidak senang lahir batin? Ada sebuah hadits yang pernah dia hapal, menyebutkan bahwa barang siapa yang membaca shalawat kepada Rasulullah sekali, maka Allah akan bershalawat sepuluh kali pada orang tersebut. Selain itu, seingat Jeya, yang paling banyak bershalwat, dialah yang paling dekat dengan Nabi saw pada hari kiamat.

Belum ada sehari dia meninggalkan pesantren, rasanya sudah kangen. Mengusir pikirannya yang ruwet, Jeya menghampiri Vanno, lalu duduk di sebuah kursi rotan.

"Sudah shalat isya?" tanya Vanno, berhenti memetik gitar.

"Aku sedang uzur," jawab Jeya, membenahi ujung jilbabnya yang terbang karena angin, "kamu?"

"Aku masih besok pagi."

Besok adalah hari Minggu. "Oh, maaf."

Vanno tersenyum, "aku yang seharusnya meminta maaf. Sudah membuatmu diusir dari pesantren."

Jeya benar-benar tidak bisa menutupi rasa ingin tahu. Atas dasar apa Vanno mengira dirinya diusir?

"Aku yang mengirim foto itu ke ketua pesantren putri. Kupikir, kamu akan ditegur saja untuk menjauhi Hammuka. Maafkan aku, Jeya." Diletakkan gitar itu di sebelahnya, "aku tidak memprediksi akan seperti ini. Untuk menebus kesalahanku, aku membantu Hammuka menemukan tempat dudukmu di kereta api. Beruntung, bandit berseragam itu bisa meyakinkanmu turun di Malang dan kembali ke Blitar lagi. Rasa bersalahku agak berkurang. Dan, sekarang adalah saat yang tepat untuk meminta maaf. Mumpung, Hammuka ke masjid."

Jeya hanya membalasnya dengan cengiran lebar, "jadi, kamu. Aku sudah berburuk sangka pada orang lain. Tidak ada yang perlu dimaafkan, Van, aku memang berniat pulang ke Surabaya setelah menemukan siapa yang sudah mencelakakanku sepuluh tahun lalu."

"Aku baru saja membaca berkasmu siang tadi. Jeya, aku salut padamu yang sampai hari ini masih-yah, seperti yang kulihat. Semula, aku berharap banyak pada kedekatanmu dengan Hammuka. Delapan tahun bersama, bukan waktu yang sebentar, dan selama itu pula, aku tidak pernah melihatnya berkencan. Dia hanya fokus pada dua hal. Pekerjaan dan Nisma. Tapi, semakin lama bergaul denganmu, dia sering membahayakan dirinya. Itu yang tidak kusukai. Aku mati-matian berusaha menjauhkanmu darinya, tapi Hammuka bilang, bahwa setiap jalan yang diambil untuk menjauhimu adalah jalan untuk menujumu. Hari ini telah membuktikan segalanya. Bahwa tidak ada yang bisa mengalahkan cinta, kecuali cinta itu sendiri." Pria itu menatap langit yang hanya ada satu-dua bintang. Bulan bersembunyi di balik awan. Nampak ragu memperlihatkan diri. Lalu, sekawanan angin menerpa lembut permukaan kulit Vanno, menyelimutinya dengan rasa dingin yang basah.

Jeya menunduk, tidak tahu harus mengatakan apa. "Sejujurnya, aku takut Hammuka kecewa pada keadaanku, pada masa laluku."

"Why? Kamu tidak menjual tubuhmu. Kamu tetap wanita terhormat." Vanno berhenti sejenak, "Hammuka menceritakan semuanya padaku. Aku percaya ceritanya. Aku juga percaya kamu."

"Orang-orang masih banyak yang beranggapan bahwa aku jalang. Mereka pikir, aku melakukan itu..., ehm, kamu tahu, bermasturbasi, mabuk lalu celaka."

"Apa kamu hidup untuk mendengarkan omongan orang tentangmu?"

Jeya menggeleng, "rasanya tidak nyaman."

"Lalu," Vanno mencoba mencari tahu lagi.

"Tambah tidak nyaman karena tahu bahwa ayahku dipenjara. Aku bersyukur bisa bertemu ayah. Meski keadaannya tidak lagi sama. Tapi, ada yang mengganjal bagiku. Hammuka adalah polisi yang menegakkan hukum. Sementara ayahku.... Kamu benar, Van. Aku tidak pantas, sama sekali."

Kasyaf (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang