Hampir satu jam aku duduk di perpustakaan, memandangi tugasku. Harus dari mana aku mengerjakan tugas ini. Bagi Arka mungkin tugas ini sangatlah mudah. Mengingat otak Arka sangat encer. Tapi aku, bahkan baru melihat angka-angka ini sudah membuatku pusing. Mengandalkan keterangan dosen aja otakku belum mampu memahaminya. Biasanya Abi yang membantuku bikin tugas tapi saat ini Abi sendiri lebih banyak tugasnya ditambah dia juga lagi persiapan untuk magang demi skripsinya.
"Serius amat"Seru seseorang yang tiba-tiba duduk
disampingku"Gak usa ganggu deh" Jawabku malas karena aku terlalu pusing dengan tugas-tugasku.
Dia berdiri di belakangku mengambil buku tugas di depanku yang sedari tadi aku pandangi.
"Alfiiin balikin" seruku berusaha merebut bukuku kembali, namun tangan alfin menghalangi tanganku. Tubuhnya membelakangiku. Sedangkan tangan yang satunya membawa bukuku dan membacanya. Aku masih mencoba meraih bukuku saat tiba-tiba dia membalikkan badannya. Kini kami bertatapan sangat dekat bahkan aku dapat aku merasakan bau parfum tubuhnya.
"Sory" Ucapku dalam kondisi canggung. Kembali aku duduk di bangku tadi, tatapanku lurus ke depan. Aku dapat melihat Alfin juga melakukan hal yang sama. Dia mendudukkan dirinya di bangku sebelahku.
"Mau Gue bantuin ngerjakan ini?" Alfin menunjuk buku tugasku yang berada di meja di depannya.
Aku memutar bola mataku "emang lo bisa"
"Laporan keuangan kayak gini doang mah keciil".
Alfin menatap ke arahku. Aku mengangguk mengiyakan tawarannya.
Aku memutar bola mataku heran melihat Alfin begitu serius mengerjakan tugasku sambil mulutnya menerangkan padaku. Tidak tampak kesulitan sedikitpun di wajahnya. Bagaimana bisa semudah itu dia mengerjakan tugasku? dia baru semester satu sedang aku semester tiga. Antara dia terlalu pintar atau aku yang terlalu bodoh.
"Faham kan yang gue jelasin?"
"Hah" terlalu terkesima dengannya membuat aku hampir gagal fokus. Aku menggeleng.
"Yaelah dari tadi gue jelasin masak lo gak faham?"
"Tau ah kalau udah urusan sama angka-angka otak gue selalu pusing".
"kalau gitu kenapa lo masuk FEB? ngambil akuntansi lagi, kan kasian otak lo tiap hari ketemu angka-angka" Alfin mengerutkan dahinya. "Lo kan bisa masuk sastra mungkin, gue lihat tulisan lo di mading cukup bagus."
"Sastra itu gak keren, gak bikin orang-orang bangga sama gue, lain halnya kalau gue masuk FEB"
"Buat apa lo bikin orang lain bangga sama lo. kalo lo gak bahagia. Lo gak jadi diri lo sendiri"
"Udah deh gak usah bawel mending lo lanjutin ngerjain tuh tugas" aku berdecak kesal.
*****Aku keluar kelas dengan keaadaan senang sekaligus tak percaya.
Flashback on
"Kanaya selamat tugas kamu yang paling baik di antara teman-teman kamu." Seru dosen yang memerikasa tugasku.
"makasih pak" jawabku
"Saya gak nyangka kamu dapat mengerjakan tugas ini dengan sempurna gak ada kesalahan sedikitpun"
Aku hanya tersenyum. Dalam hatiku bergeming ' Maafkan saya pak bukan saya yang mengerjakan tugas itu tapi Alfin.'
Flashback off
Pandanganku melihat sekeliling. mencari Alfin. Aku harus mengucapkan terimakasih pada cowok itu. Akhirnya aku menemukan cowok itu duduk di taman dekat lapangan Basket. Aku menghampirinya dan duduk di sampingnya.
"Hay.. Makasih ya.." ucapku penuh senyuman.
"Atas..?"
"karena lo udah ngerjain tugas gue. Tugas gue dapat A loh."
"Lo seneng?" jawabnya datar dan cuek
"Ya iyalah"
Sementara dia hanya diam. Pandangannya lurus ke depan. Hatiku bertanya-tanya. Kenapa dia jadi cuek gini. Biasanya kan aku yang cuek sama dia?
"Lo kenapa masuk FEB?" pertanyaan Alfin membuatku bingung. "apa orang tua lo yang maksa lo masuk FEB?"
"Papa nggak pernah ngomong langsung sih? Tapi aku bisa baca fikirannya." Jawabku lirih. Alfin menatapku dengan tatapan bingung.
"Kenapa sih lo tanya-tanya kayak gini" decakku kesal "jangan-jangan lo masuk FEB gara-gara dipaksa Bokap lo ya makanya lo tanya gue kayak gini"
Dia mengambil nafas panjang kemudian dihempaskan. "Bukan kug. Udah lupain aja. . Sebagai imbalannya karena gue udah bikin tugas lo dapat A, sekarang lo temenin gue main basket ya." wajahnya mendadak sumringah.
Tanpa menunggu jawabanku, Alfin menyeret tanganku ke tengah lapangan. Aku senang Wajah Alfin sudah kembali seperti biasanya. Gak papalah aku menemaninya main basket. Eh apa? Basket. Aku sudah janji pada diriku sendiri gak akan main basket lagi sejak kecelakaan yang menimpa Arka.
"Sory gue gak bisa main basket"
"Gak papa gue ajarin"
"emm bukan gitu tapi.." Aku bingung bagaimana menjelaskan pada Alfin. "pokoknya gue gak bisa main basket lagi"
Aku melarikan diriku kembali duduk di taman, Alfin mengikutiku.
"maksud lo apa gak bisa main basket lagi. Emank sebelumnya lo pernah main basket?" Alfin memberikan penekanan pada kata lagi.
"Dulu gue sering main basket." jawabku lirih. "ada suatu kejadian yang bikin gue janji pada diri gue sendiri gak akan main basket lagi"
"apa?"
"emm... " Aku ragu ingin mengatakannya pada Alfin."Kejad_"
"Kanaya..... lo ya gue cariin kemana-mana malah enak-enakan berduaan disini" suara caca membuat kata-kataku terhenti. Entah dari mana datangnya tiba-tiba aja dia udah di sampingku. Di sisi lain aku seneng, dengan gitu aku gak perlu melanjutkan penjelasanku ke Alfin.
"Ada apa sih ca? berisik banget" seru ku.
"cie yang lagi pacaran kayaknya kesel banget gue ganggu"
"Siapa juga yang pacaran, gue tu udah punya Abi"
"Lo selingkuh dari Abi juga gak rugi kug nay kalo cowoknya ganteng gitu" Caca menggerakkan pandangannya ke Alfin.
"Huss ngomong apaan sih" Aku memberi tatapan marah ke Caca
"sory.. sory.. gitu aja marah. Gue ke sini mau ingetin lo kita ada rapat PMI. Lo mau bareng gue nggak?" Hampir aja aku lupa kalau caca gak ingetin.
"Yaudah gue bareng lo" Aku mengarahkan pandanganku ke Caca. Kemudian pindah ke Alfin "fin lo mau bareng kita sekalian nggak?"
"Gak gue masih ada urusan. Ntar gue nyusul aja."
"owh.. yaudah kita duluan ya" pamitku pada Alfin. Alfin hanya mengangguk.
Aku dan Caca melangkahkan kaki ke ruang PMI.
"Nay lo kug makin akrab aja sih sama alfin. Emang lo ada hubungan apa sama dia?" tanya Caca.
"Teman biasa Ca. Dia orangnya asyik di ajak ngobrol."
"Wiih gue gak nyangka sahabat gue yang cuek ini bisa ngobrol asyik juga sama Alfin" seru Caca diikuti gelak tawa meledekku.
"Apaan sih.. Pikirin tuh gebetan lo si Irwan. kedahuluan orang baru tau rasa lo."
"Ih kenapa jadi ngomongin gue."
Wajah Caca berubah merah saat aku menyebut nama irwan. Aku tau caca memang suka sama irwan. Dulu waktu aku memberi tahu kalau Irwan anggota PMI Caca langsung ngebet ikut PMI juga. Sayangnya sampai sekarang Caca tak pernah berani mengungkapkannya.
====0====
Tolong Voment ya...

KAMU SEDANG MEMBACA
Maaf, Aku Mencintaimu
Roman pour AdolescentsKanaya putri Artavia seorang mahasiswa semester 3 yang menjalani hidupnya dengan bayangan rasa bersalah atas kematian kakaknya. Pertemuannya dengan Alfin Ardiansyah Putra mengubah segalanya.. Tapi siapa sebenarnya Alfin? kenapa dia tiba-tiba datang...