LIMA

40 2 0
                                    

_Alfin

Setelah kejadian di taman waktu itu aku benar-benar penasaran. Banyak sekali aku menemukan keanehan dalam hidup kanaya. Aku putuskan untuk menanyakan pada Caca. Kanaya sangat dekat dengan caca. Pasti Caca tau sesuatu tentang Kanaya.

"Jadi apa yang lo tau tentang Kanaya" Tanyaku pada caca yang tengah duduk di hadapanku, di sebuah cafe. aku memang mengajaknya ketemu di tempat ini supaya tidak ketahuan kanaya.

"Banyak" jawabnya. "Apa yang pengen lo tau tentang kanaya dan apa tujuan lo tanya kayak gini."

"Gue pengen bahagiain kanaya"

Caca menatapku tajam seolah-olah sedang mengintimidasiku. Ternyata mengorek informasi dari Caca tak semudah yang ku kira.

"Gue serius, gak tau kenapa sejak gue ketemu dia. Gue pengen banget bahagiain dia." Aku berusaha meyakinkan Caca

"Ok gue percaya sama lo. Sekarang apa yang mau lo tanyakan"

"Kenapa dia gak main basket lagi? Kenapa dia masuk FEB dan ngambil jurusan akuntansi padahal dia gak suka hitung-hitungan? dan kenapa dia sering cuek sama semua orang?"

"Jawabannya cuma satu.." pandangan caca menatap ke arahku "ARKA".

Aku memberi Caca tatapan bertanya.

"Arka itu kakaknya Naya. Dia meninggal empat tahun lalu. Naya selalu ngerasa bersalah atas kecelakaan itu"

"Kenapa? Bukannya Naya gak bersama Arka waktu kecelakaan itu.?"tanyaku penasaran

"Darimana lo tau waktu itu naya gak sama Arka" Caca menatapku curiga

"Eng... nebak aja buktinya naya masih hidup"

"owh.. waktu itu naya yang maksa Arka pulang cepat-cepat supaya bisa nganterin dia latihan basket padahal waktu itu jalan lagi mendung dan grimis. Terus di perjalanan pulang kecelakaan itu terjadi. Setelah tau Arka gak bisa diselamatkan Naya sangat syok. Sejak itu dia janji gak mau main basket lagi. Dia juga berubah jadi cuek."

"Terus soal dia masuk FEB?"

"Karena kematian Arka keluarga kanaya berubah. Mamanya yang waktu itu dalam satu mobil sama arka, mengalami depresi hebat. Ayahnya selalu diam. Keadaan rumahnya menjadi dingin. Makanya Nay berusaha menjadi Arka berharap dapat mengembalikan keadaan keluarganya seperti dulu lagi. Dia melakukan hal-hal yang Arka lakukan, seperti kuliah FEB, Ikut BEM, ikut PMI."

Penjelasan Caca membuat aku terdiam di tempat.

"Kalau lo suka sama kanaya tolong lo jaga dia. jangan pernah sakitin dia." seru Caca kemudian.

"Bukannya lo tau Naya udah punya Abi?"

"Gue tau Naya gak pernah cinta sama Abi. Dia pacaran sama Abi hanya karena Abi ketua BEM, Abi pintar, seperti Arka." Caca menatap ke arahku. Kalau lo beneran pengen bahagiain Kanaya lo harus bikin dia lepas dari Abi. Abi itu cowok brengsek."

Aku benar-benar kehabisan kata-kata. Dalam hati Aku berjanji, akan aku kembalikan kehidupan kanaya seperti dulu.

*****
Aku menghempaskan diriku dikasur. Pandanganku menatap lekat langit-langit atas. Memikirkan penjelasan Caca tadi. Aku mengutuk diriku sendiri. Bisa-bisanya selama ini Aku membiarkan cewek itu hidup dalam kesedihan.

"Hei ngalamun aja loh"  seseorang menimpukkan bantal ke mukaku, mengagetkanku.

"Rafka. Lo kapan dateng?" seruku kaget melihat sepupuku ada disini.

Rafka adalah sepupuku. Sejak lulus SMP dia dan keluarganya pindah ke New york. Dia baru saja lulus kuliah kedokteran. Tujuannya datang ke Indonesia karena akan menjalani profesi barunya sebagai co ass di Rumah sakit ternama di Jakarta. Dan dia akan tinggal di rumahku.

"Tadi pagi. Lo sih kluyuran mulu sampek gak tau sepupu lo yang ganteng ini datang"

"Bukannya lo baru mulai jadi co ass minggu depan?" tanyaku.

"Iya sih tapi gue mau jalan-jalan dulu keliling Jakarta, makanya gue datang lebih cepat."

"Owh." Jawabku singkat. Lalu kembali merebahkan diriku di kasur, tak memperdulikan Rafka.

"Gimana hubungan lo ama bokap lo? udah baikan?"

"Gue ma bokab baik-baik aja" Aku menjawab malas pertanyaan Rafka.

"Fin.. fin.. lo dari dulu tetep sama ya, kalau ada masalah gak pernah mau cerita. Gue udah tau semuanya dari bokap lo. Dia nyuruh Gue tinggal di sini itu supaya gue bisa nasehatin lo."

"Owh jadi lo mau ikut-ikutan Papa nglarang gue kuliah di situ. Trus nyuruh gue jauh-jauh dari cewek itu. Gue gak butuh nasehat lo" aku mengepalkan tanganku marah.

"Gue gak mau ikut campur urusan lo. Gue tau lo ngerti yang terbaik buat masalah lo. Gue cuma pengen jadi sepupu, sahabat ataupun kakak yang baik buat lo. Gue pengen berbagi keluh kesah dengan lo. Tapi sepertinya keinginan gue gak akan terwujud Karena lo gak pernah berubah. Lo masih menikmati kesendirian lo. Lo egois."

Kata-kata Rafka mebuatku tertohok. Selama ini aku memang selalu menjauh dari siapapun, termasuk Rafka. Ini bukan pertama kalinya Rafka ngomong pengen jadi temanku. Dulu waktu masih tinggal di Jakarta Dia sering datang ke rumahku menawarkan pertemanan denganku, berusaha dekat denganku. Tapi aku selalu mengacuhkannya. Aku tak ingin berteman dengan siapapun. Aku terlalu  menikmati kesendirianku. Kesendirian yang akhirnya aku sadari sangat menyakitkan.

"Gue cabut dulu." seru Rafka, terdapat nada kecewa pada suaranya. Dia melangkah meninggalkanku.

"Rafka" seruanku menghentikan langkah Rafka yang telah sampai di ambang pintu."Berjanjilah lo bakal selamanya jadi sahabat baik gue"

"Lo serius?"

Aku mengangguk "Setelah semua yang terjadi, gue sadar, gue gak bisa menghadapi semua masalah gue sendiri. Gue butuh teman untuk berbagi."

Rafka mengulurkan tangannya padaku, memberiku salam persahabatan "Gue janji gue bakal jadi sahabat yang baik buat lo selamanya".

Aku menggapai tangannya dan tersenyum lega. Aku rasa memang sudah saatnya aku membuka diriku untuk berteman dengan orang lain. Kematian mama, Kejadian beberapa tahun lalu yang membuat aku ketakutan sampai sempat berhenti sekolah. Sudah cukup membuktikan kalau aku tak bisa hidup sendiri. Apalagi saat ini aku sedang mendekati Kanaya untuk melancarkan misiku. Mungkin Rafka bisa membantuku.

****

Aku berdiri di Ruang 103 menunggu cewek itu datang. Hari ini hari jum'at, aku ingat dia ada kuliah pagi. Seperti saran Rafka semalam, nanti sepulang kuliah Aku akan mengajaknya menghabiskan waktu seharian. Aku dengar mahasiswa semester 7 sudah mulai magang. Jadi Aku gak akan khawatir Abi Akan menggagalkan rencanaku.

Tak butuh waktu lama menunggu kehadirannya. Aku lihat Dia sudah berada di ujung koridor sedang berjalan ke arah sini. Aku masih tetap pada posisi semula, bersandar pada dinding sebelah pintu ruangan ini. Sampai saat Dia di hadapanku.

"Hei" sapaku.

"Lo ngapain depan kelas gue?"

"nungguin lo. Lo nanti kuliah sampek jam berapa?"tanyaku.

"cuman satu mata kuliah palingan ntar jam 10 juga udah selesai.

"emm.. ntar pulang kuliah bisa temenin gue.. ke toko buku? Gue bingung mau minta temenin siapa. Gue gak punya banyak teman." Aku menggaruk-garuk kepalaku yang tak gatal.

"Emm boleh deh. Ntar gue hubungi kalau kuliah udah selesai. Gue masuk dulu ya."

"Ok"Jawabku sebelum dia masuk kelas meninggalkanku.

Aku lega dia menerima ajakanku. Jujur, Meskipun kami sudah lumayan akrab. Tapi aku masih selalu gugup saat mendekati dan mulai obrolan dengannya. Maklum, sebelum ini aku tak pernah mendekati siapapun. Selalu Orang lain yang mendekatiku duluan, itupun selalu aku acuhkan. Untungnya sekarang ada Rafka yang memberiku ide. Dalam hal begini memang Rafka lebih ahli. Walau sebelumnya Dia sempat mentertawakanku saat aku menceritakan bagaimana caraku awal-awal mendekati Kanaya.

====0====


Tolong Voment..

Maaf, Aku MencintaimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang