SEBELAS

9 1 0
                                    

_Alfin

"Brak,"

Suara itu mengalihkan perhatianku dari buku yang ku baca. Mendongak, melihat dia. Ingin segera aku menghampirinya, tapi aku masih marah padanya. Dia tersenyum padaku. Ingin aku membalas senyumnya namun mulutku terasa kaku. Bingung apa yang harus aku lakukan. Dia berjalan ke arahku, masih dengan senyum manisnya. Aku masih menatapnya datar. Otakku menyuruhku pergi, namun hatiku menyuruhku tinggal. Akhirnya hatiku lah yang menang.

Sebuah lengan tiba-tiba melingkar di pinggangnya, membuatku kembali tersadar. Abi si pemilik lengan itu, dialah pemilik hati kanaya sesungguhnya, bukan aku.
*****

Aku pulang dengan hati kacau, Entah kenapa hatiku bisa sekacau ini. Aku membanting tasku di ruang tengah.

"Arrghhhh," teriakku dengan emosi, lenganku menyapu semua yang ada di meja hingga vas bunga dan majalah berjatuhan.

"Masyaallah.. tuan, tuan kenapa," seru bi ratih pembantu rumahku.

Aku menghela nafas, "bikinkan saya minum seperti biasa." ujarku masih dengan emosi.

"brush," aku memuntahkan jus jeruk yang di suguhkan bi Ratih.

"Ini minuman apa pait, gak enak, gak bisa bikin minum ya," bentakku dengan emosi yang menggelora. "ganti cepat."

"Tapi itu jus jeruk seperti biasanya tuan, biasanya tuan suka." jawab bi ratih dengan wajah memelas.

"Saya bilang ini gak enak, saya minta ganti, ngerti gak sih. Dasar pembantu gak tau diri, pembantu bodoh."

"I.. iya tuan saya ganti,"

"Gak usah di ganti bi," sahut sebuah suara " bukan jus jeruknya yang salah tapi dia," Rafka menunjukku dengan jari telunjuknya.

"Gak usah ikut campur," ujarku dengan emosi.

Rafka menoleh ke bi ratih, "Maaf bi, bisa tinggalkan kami," bi ratih mengangguk lalu pergi. Rafka kembali memandangku yang masih membatu dengan tangan terkepal, "lo kalo pengen marah, marah aja tapi gak usah di lampiaskan ke orang lain."

"Gue gak ngerti lo ngomong apa,?"

"Lo terlalu pinter untuk gak ngerti omongan gue."

aku terdiam sejenak, menghela nafas panjang, menemukan remot tv di depanku, ku ambil lalu ku lempar ke dinding dengan sekuat tenaga, "aaahhhhh," teriakku.

"Banting aja semua barang di sini, kalo emang itu buat lo lega," Rafka menghela nafas, kemudian duduk di sampingku. "Untung aja lo anak orang kaya jadi bisa beli lagi barang-barang yang abis lo banting. Kalo gue tiap marah suka bantingin barang, bisa bisa gak jadi lulus kuliah kedokteran gue." lanjutnya di sertai kekehan tawanya.

Aku mendengus, tak tertarik dengan candanya, "apaan sih lo."

"Apa yang bikin lo kayak gini,?" tanyanya, aku diam tak menjawab, "Kanaya ya?."

"Kug lo tau,?" tanyaku.

Rafka terkekeh, "Sudah gue tebak. Sejak dari bandung lo itu berubah, jadi uring-uringan, suka nglamun. Apa yang dia perbuat di bandung sampek bikin lo kayak gini?.

"Dia mau sama gue karena gue kaya, gue anaknya Tomi Rahardi si pengusaha terkenal." aku menghela nafas, "Kanaya sama aja dengan cewek-cewek lain."

Awalnya aku senang saat tiba-tiba dia mengakui aku sebagai pacarnya di depan keluarganya. Kemudian hatiku hancur saat dia menyebut 'anak Tomi Rahardian' dengan senyum sombongnya. Aku telah salah menilai dia, aku pikir dia beda dengan cewek-cewek lain. Ternyata sama, dia berteman denganku karena aku kaya, karena aku anaknya Tomi rahardian.

Maaf, Aku MencintaimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang