2023.4

1.1K 190 14
                                    

Seulgi sungguhan tak tahu apa yang ada dalam pikirannya saat ini, maupun beberapa detik lalu. Dipungutnya lagi ponsel yang baru saja dia lempar ke sudut kasur dan membaca ulang pesan terkirimnya beberapa detik lalu.

"Di convenience store." Ingin rasanya dia menangisi pesannya demi membatalkannya terkirim.

Di convenience store? 

Dia tahu persis saat ini kantongnya sedang tercekat dan rumahnya sudah masuk jatuh tempo dan tinggal masalah waktu saja dia diusir dari sana. Tapi orang yang mengajaknya ketemuan adalah Park Jimin.

Park Jimin.

Dan bisa-bisanya Seulgi memutuskan bertemu di convenience store??

"Masa bodoh dengan semuanya." 

Gadis itu melempar ponselnya lagi, kali ini dia tak ingin menangisi keputusannya lagi.

Disisi lain, seorang pria juga membanting ponselnya dalam kamarnya yang gelap gulita. Berbeda dengan Seulgi, sebuah senyum justru merekah dalam kegelapan.

Persis seminggu lalu mereka bertemu dan itu bukan hal yang sangat buruk. Bahkan, sepertinya rencana Jimin harus maju lebih cepat dibanding rencananya.

******

"Kau tahu soal kontrak buruh?"

Malam yang dinanti mereka akhirnya datang.

Jimin mengenakan coat hitam, khusus malam ini dia tidak membawa mobil. Dan seolah seluruh dunia tahu malam ini adalah malam spesialnya, seluruh jalanan dan convenience store sepi. Dan Park Jimin tak bisa lebih senang karena itu.

Untungnya, Seulgi belum datang jadi Jimin bisa bebas bercemas diri disana. Lagipula sudah lama dia tidak ke convenience store dan saat dia sendirian disaat, itu terasa membahagiakan.

Disisi lain, karena keputusan bodohnya Seulgi masih tak bisa memutuskan apa yang harus dia pakai malam ini. 

Itu terdengar lucu bukan?

Seorang Kang Seulgi yang tak pernah mempedulikan penampilan ini tiba-tiba harus memperhatikan setiap inch tubuh dan wajahnya untuk beberapa bulan kedepan, mengingat dia akan bekerja untuk Jimin.

Hah, beberapa bulan bagaimana, untuk pergi menemuinya di convenience store saja Seulgi benar-benar kehabisan ide pakai baju apa.

Dan sudah satu jam dia memilah pakaian, Seulgi putus asa. Tidak mungkin dia membiarkan Jimin menunggu lebih lama lagi, jadilah diambilnya sweater merah lamanya serta diikatnya rambutnya menjadi ikat kuda.

Setidaknya itu keputusan yang tepat mengingat sesampainya dia disana, Seulgi dapat melihat jelas rona pink yang muncul dipipi Jimin saat mereka bertemu.

"Kontrakku tidak berlangsung lama, kok. Maksimal Desember." Jimin terbata menyampaikan keterangan tambahannya, begitu wajah Seulgi mengeras saat mendengar kata 'Kontrak Buruh'.

"Karena ini proyekku pribadi, aku tidak mempermasalahkan bagaimana kau mengerjakannya. Dan karena ini proyekku pribadi, aku menawarkan beberapa akomodasi untukmu." Seulgi mengerjap, Jimin sepertinya benar-benar paham apa yang dia butuhkan sekarang. "Kau bisa tinggal bersamaku kalau mau. Kalau kau ingin cepat menyelesaikannya, kau bisa berdiskusi apapun denganku setiap waktu kalau kau tinggal dirumahku."

Gadis itu menghela nafasnya.

Ini betul-betul cobaan besar baginya.

Gaji dari proyek ini sungguh memuaskan, kalau dia tak punya setumpuk hutang orangtuanya. Kalaupun dengan gaji 4 bulan ini dia habiskan untuk membayar hutang, Seulgi tak punya uang yang tersisa lagi untuk membayar rumah.

Kalau saja aku pria, sudah pasti kuambil akomodasi itu..

"Jadi begini," Seulgi tak pernah membayangkan akan mengambil keputusan sesulit ini sekarang, "Kau sepertinya juga tahu aku tak mungkin mengambil akomodasinya mengingat aku masih seorang perempuan, lagipula apa kata tetanggamu jika aku pindah ke rumahmu? Aku akan tetap mengambil proyekmu."

"Tentu, bukan masalah. Kurasa sekarang ini clear ya? Aku menunggu hasil karyamu, Nona Arsitek." 

Jimin menawarkan sebuah jabat tangan, dan belum apa-apa Seulgi sudah ragu menerimanya.

*****

"Kok sendirian kemarin waktu di nikahannya Taehyung?"

Menjadi pria yang gentle, Park Jimin memaksa gadis itu untuk ditemani sampai rumah.

"Ya namanya belum punya pacar, dipaksain PD aja pas kemarin."

"Kamu ngiri ga liat mereka tahu-tahu udah nikah? Rasanya baru kemarin mereka jadian.."

Keduanya tenggelam dalam pikirannya masing-masing. Tak perlu disebutkan, pasangan suami istri baru itu benar-benar membangunkan hasrat mempunyai rumah tangga sendiri bagi Jimin. Sementara bagi Seulgi, dia benar-benar ingin menikah dalam waktu dekat dan rasa-rasanya tak ada lelaki manapun yang lebih cocok menjadi pemimpin hidupnya selain pria yang ada di sisinya malam ini.

"Eh," Terbangun dari lamunannya, mata Seulgi menangkap sepasang sosok tinggi besar yang tahu-tahu masuk kerumahnya dan mengeluarkan barang-barang Seulgi yang sedikit itu. Dan lagi, Park Jimin membuktikan hanya dirinya seorang yang dapat bersanding dengan Seulgi di pelaminan kelak. 

Sebelum Seulgi berpikir lebih lanjut, Jimin sudah menghadapi kedua sosok itu.

"Permisi pak, ada apa ya ini?" Meski hanya bermodalkan cahaya temaram dari lampu teras rumah tua itu, wajah pria asing itu sudah terlihat mengerikan. "Kepemilikan rumah ini atas nama Nona Kang Seulgi sudah habis masa jatuh temponya. Dia harus saya paksa keluar dari rumah ini secepatnya."

"Lalu kalau dia ingin masuk kembali kesini, berapa banyak yang harus dia bayarkan?"

"Ya anggap saja dia membeli rumah ini ulang. Saya akan pasang harga di pagar rumah ini besok." Jimin menggulung bibirnya, berpikir. "Saya permisi dulu."

******

"Dia bilang kau harus membeli ulang rumah itu kalau ingin masuk lagi."

Setelah paman itu pergi, Seulgi keluar dari bayangan pohon rindang depan rumahnya dan segera menghampiri Jimin lalu mengambil barang-barangnya.

"Hm, Jimin-ah.. Bisa tidak aku mengambil option akomodasi yang kau tawarkan tadi? Aku benar-benar tak mengira secepat ini aku akan diusir."

The Architect and ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang