satu -- kita

74 24 23
                                    

Bunga matahari yang menghiasi halaman belakang rumah gadis itu terlihat basah akibat hujan deras yang reda enam menit lalu.

Sore itu udara tampak lebih segar dan sejuk. Dari lantai dua kamarnya berada, dia dengan riangnya menuruni tangga, menuju bunga matahari kesayangannya yang tertanam indah.

Dia menyentuh tangkai dan daunnya yang basah, sekaligus menyium aroma dari bunga yang harum. Bunga matahari yang biasanya menghadap ke arah matahari kini menunduk malu-malu.

Gadis itu berjalan semangat ke arah ayunan yang letaknya tak jauh dari tempatnya berdiri tadi.

Nama gadis itu Zee. Cewek bermata cokelat madu dengan rambut hitam sebahu ini terlihat lucu menggunakan kaos biru bermotif burung flamingo yang dipadukan dengan rok selutut warna merah marun polos.

Zee berayun seorang diri, memperhatikan halaman rumah tetangganya yang sepi. Sambil berpikir apa yang dilakukan anak si pemilik rumah sekarang.

***

Di tempat yang berbeda, tidak jauh dari tempat Zee berada. Seorang cowok bertelanjang dada sedang tidur nyenyak di kamarnya. Suara gemericik hujan tadi menjadi musik pengantar tidur, apalagi hawa dingin yang menyeruak masuk lewat celah-celah jendela kamar membuatnya lebih pulas lagi.

Dalam tidurnya dia bermimpi bahwa Zee mengajaknya jalan-jalan di taman. Dia mengandeng tangan Zee yang hangat sambil berkeliling. Lalu tibalah mereka di kursi kayu yang hanya muat dua orang. Ia terlalu asik memperhatikan wahana seru didekatnya sampai dia lupa kalau ada Zee disebelahnya.

Zee memukul pundaknya, lama-kelamaan pukulan itu terasa lebih keras.

"Bram bangun!! Bangun woi!" Suara samar-samar itu yang dia dengar. Perlahan dia membuka mata, bukan Zee yang dia lihat tapi kakaknya, Bagas.

Bram terlonjak kaget begitu melihat Bagas yang biasa dipanggil Abang ini berdiri membawa raket bulu tangkis ditangan kirinya, siap memukul pantat mulus Bram.

Bram mendengus kesal. "Ternyata cuma mimpi, Bang, cuma mimpi!!" Serunya dengan raut muka yang seperti tak percaya.

"Ngomong apa sih lo? Buruan sana mandi, udah jam berapa nih." Bagas menarik lengan Bram secara paksa sampai cowok itu berdiri.

"Ya udah lo keluar aja, bentar lagi gue mandi." Jelasnya sambil berjalan ke arah jendela. Bram membuka jendela lebar-lebar dan menghirup pasokan oksigen baru.

Jalanan dan tanaman yang basah jadi pemandangan. Lamat-lamat matanya menangkap sosok Zee yang sedang duduk manis di atas ayunan. Matanya tidak berkedip selama masih fokus pada Zee.

Perasaan yang ge-er kalau Zee sedang menunggunya di bawah ayunan itu membuatnya langsung turun ke lantai bawah dan mandi.

Tidak butuh waktu lama dia segera naik lagi ke kamarnya, memilih pakaian apa yang cocok dipakai saat hujan reda. Tidak lupa menyemprotkan parfum hampir ke seluruh tubuhnya.

Akhirnya Bram siap turun untuk menghampiri Zee diayunan, namun cewek yang diharapkan ternyata sudah pergi dari tempat itu.

"Sial! Dia udah pergi lagi." Bram geram sampai-sampai dia mengacak-acak rambutnya yang sudah rapi karena diberi pomade tadi.

"Siapa yang pergi?" Celetuk seseorang dibelakangnya. Itu Zee, tidak salah lagi.

Bram buru-buru menoleh kebelakang, dilihatnya cewek itu sedang menyiram tanaman Tante Ira atau ibunya Bram di Green House.

Green House itu kebun toga dan bunga milik Tante Ira. Koleksinya sangat lengkap, sudah mirip seperti toko bunga. Bahkan Zee diberi enam bibit bunga matahari oleh Tante Ira, oleh karena itu dia sangat menjaga dan merawatnya.

Bram yang jadi salah tingkah melihat keberadaan Zee secara tiba-tiba itu cuma nyeletuk asal. "Itu tadi ada mobilnya tahu bulat, gue mau beli eh sekarang udah pergi."

Zee tau Bram bohong. "Dari tadi gue disini tapi gak ada tuh satupun orang jualan lewat."

"Ah masa sih? Lo jangan meragukan penciuman gue gitu dong, jelas-jelas tadi ada--"

"Serah lo deh, Bram." Potong Zee acuh, dia mulai menyerah dengan sahabatnya yang satu ini.

Iya 'sahabat'.

"Lagian, lo ngapain sih disitu?" Bram mulai mendekat ke arah Zee.

Rambutnya yang tadi berantakan sudah ia rapikan kembali. Malu dong sama calon pacar. Eh.

"Biasa, mami lo kan lagi keluar, jadi gue pengen aja ngurus tanamannya." Ungkap Zee yang kini menyiram tanaman anggrek bulan.

Bram ber-oh panjang. "Boleh gue bantuin nggak?" Senyumnya mengembang, antara tulus pengen bantuin sama modus deketin Zee.

"Emm, boleh deh. Kebetulan gue juga mau pulang dulu, nih." Zee menyodorkan teko aluminium ke Bram.

Tiba-tiba Bram menolak teko dari Zee, padahal dia sendiri yang minta mau menyiram tanaman. "Gajadi deh, gue liatin aja."

"Lah kok gitu? Udah ini." Zee tetap memaksa Bram untuk menerimanya.

"Yaelah jadi cewek gak peka banget sih." Ketus Bram dalam hati.

"Apa? Gak peka?" Tiba-tiba Zee menyahut, padahal dari tadi Bram diem aja.

Apa mungkin Zee yang dikenalnya sekarang sudah berubah. Dia jadi bisa baca pikiran orang? Kalau itu tandanya Bram harus lebih berhati-hati.

Bram jadi takut sendiri melihat Zee yang lagi senyum sinis ke arahnya, tapi dia tetap bertingkah cool, seolah nggak terjadi apa-apa. "Ngaco deh, ah."

Bram dan Zee. Mereka sudah bersahabat sejak kecil. Keluarga mereka sudah akrab satu sama lain. Bagaimana sikap Zee maupun Bram di rumah, kedua keluarga itu sudah hafal. Bagaimana tidak, ibu mereka jago banget cerita.

Kalau lagi tidak sibuk, dulu mereka selalu ngobrol bareng di bawah pohon jambu yang sekarang sudah ditebang sambil mengawasi Alfin, Zee, Bagas, dan Bram bermain. Mereka membicarakan kelakuan anak masing-masing.

Zee anak kedua setelah Alfin Faridzal ini lahir di bulan April jam satu siang setelah sholat Jum'at. Ayah Fajar atau Zee biasa memanggilnya dengan sebutan Handa yang waktu itu lagi mengaji di masjid jadi buru-buru pulang ke rumah gara-gara istrinya mau melahirkan. Setelah berusaha dikeluarkan dari rahim Bunda selama tiga jam lamanya, akhirnya tangis bayi merah itu pecah dan diberi nama Azura Fajrina.

Sedangkan Bram anak kedua setelah Bagaskara Putra, cowok yang lahir jam delapan pagi di bulan Desember, setelah Maminya yang ngidam baru selesai makan buah belimbing ini merasakan bayinya berputar dengan cepat.

Sudah mirip bumi aja Bram di kandungan yang berputar pada porosnya. Apalagi lahirannya pagi-pagi, ganggu orang sarapan aja. Inilah Bram, cowok dengan nama lengkap Bramantyo Putra.

***

To be continue!!

Halo, sebenernya ini karya keduaku tapi yang pertama udah aku hps gara-gara aku lupa alurnya jadi ini karya pertamaku, hehehe.

Maaf ya kalo bahasanya msh agak kaku gitu, tapi kalo kalian suka makasih banget😘😘

Mua AlohaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang