Sepulang sekolah, Vero benar-benar telah menunggu Zee di luar kelas. Sejak lima menit sebelum bel--Vero tidak ikut do'a sebelum pulang sekolah--dibunyikan, cowok itu sudah berdiri sambil bersandar pada tembok kelas sambil menenteng tas warna hitam yang ia gendong di punggung. Tubuhnya menegak begitu mendengar suara pintu dibuka, keluarlah Bu Diah--guru sejarah--diikuti Zee di belakangnya. Cewek itu membantu membawa beberapa lembar kertas ulangan ke ruang guru.
Zee menyadari keberadaan Vero ketika cowok itu berbisik pelan dengan tatapan 'jangan lama-lama, ya' dan langsung dibalas Zee dengan anggukan.
Tidak lama Vero menunggu di tempat awal sambil mengutak-atik ponselnya, Zee datang dengan wajah berseri. Cewek itu terlihat berbeda di mata Vero kala itu, karena tidak ada Bram di sampingnya.
"Sekarang?" Vero mengangkat salah satu alisnya dan dibalas anggukan mantap oleh Zee. Lalu mereka berjalan beriringan sampai ke parkiran, tanpa mereka sadari disudut lain sekolah terlihat Tya dan Sasti sedang mengamati mereka.
"Bener-bener sialan tuh cewek, udah dikasih kesempatan malah ngelunjak! Liat aja, gue nggak akan berhenti gangguin mereka," Tya memandang kepergian mereka dengan kedua tangan yang terkepal.
"Lagian lo kok masih suka gitu sih sama Vero? Udah tau dia nyakitin elo ngapain masih dibela, cowok kayak dia mah nggak ada baiknya!" Gerutu Sasti pada Tya.
"Lo tau kan kalo dari dulu yang gue suka cuma dia, nggak ada yang lain!" Suara Tya mulai naik dua kali lipat.
"Lo juga harus tau kalo dari dulu Vero itu cuek dan sekarang dia nunjukin perasaannya cewek yang dia suka dengan ngajak jalan yaitu Zee! Azura Fajrina!"
"Dengan mereka keluar bareng, bukan berarti mereka jalan-jalan, kan?" Elak Tya tak mau kalah.
"Tentu! Tapi bukan baru sekali kita lihat mereka jalan, tiga kali woy ini yang ketiga kalinya!" Sasti mulai kehilangan kesabaran menghadapi temannya yang satu ini. Teman yang susah sekali diberi alasan, berkepala batu.
"Yaudah terserah lo mau bilang apa tentang gue atau tentang mereka berdua, disini ada gue dan lo jadi yang pasti lo harus bantuin gue, apapun resikonya. Yuk cabut!"
Serentetan kalimat Tya lontarkan. Benar kata Sasti, tiga kali mereka terlihat pergi bersama maka sudah dipastikan ada tujuan lain selain masalah sekolah kan? Mereka terlihat akrab dan dekat. Vero yang selalu tertawa dan tersenyum ketika berada di dekat Zee, begitu pula sebaliknya. Padahal yang Tya kenal Vero merupakan cowok yang dingin dan cuek.
Fakta apa lagi yang bisa merubah segala kejadian pasti yang telah terjadi ini?
***
Mobil Vero berhenti pada sebuah restoran bergaya klasik yang sangat khas dengan nuansa Eropa. Menjadi tipe yang romantis sebenarnya bukan tipe Vero, namun dia mencoba berusaha semaksimal mungkin agar Zee suka. Entah ini berlebihan atau tidak untuk ukuran seorang anak SMA datang ke restoran ini dengan masih memakai seragam sekolah.
"Kita mau makan disini?" Tanya Zee begitu mereka keluar dari mobil dan melangkah masuk menuju restoran dengan pintu utamanya bermotif panda yang memakan daun bambu.
Vero menanggapi pertanyaan Zee dengan anggukan, ia tidak ingin terlihat berlebihan.
"Kok kita makannya di restoran? Biasanya kan di taman," tanya Zee lagi.
Vero menghembuskan napas pelan. "Iya, gue pengen aja cari suasana baru gitu. Emang lo nggak bosen ya makan disitu terus?"
Zee juga ikut menghembuskan napas pelan. "Kalo makannya bareng lo sih gue nggak bakalan bosen, lagian makanan disini kan mahal," gerutu Zee.
"Sekali aja, plis, mau ya?" Vero memasang wajah memohon yang gemas, Zee yang memandangnya ingin mencubit kedua pipinya yang menggoda itu.
Cewek di hadapannya memandang Vero datar dengan posisi kedua tangan yang ditekuk di depan dada. "Oke deh, sekali aja,"
Begitu Zee mengijinkan Vero untuk membawanya ke tempat ini, cowok itu langsung berlonjak kegirangan. Tangan mungil Zee langsung digandengnya masuk, melewati beberapa orang yang sedang makan atau sekadar mengobrol. Vero mengucap syukur dalam hati begitu kata 'oke' keluar dari mulut Zee, kalau tidak sia-sia sudah dia membayarnya semalam demi mendapatkan makan siang yang istimewa di tempat ini.
Alunan lagu dari Glen Fredly yang berjudul you are mulai everything mulai menggema hampir di seluruh tiap sudut ruangan restoran ini. Bukan request dari Vero, namun lagu ini bisa menjiwai siapapun yang mendengarnya saat itu. Termasuk Zee dan Vero, mungkin.
Dari kejauhan Vero sudah menebak kalau meja yang dia pesan telah dipersiapkan sebelumnya. Sebuah meja dengan dua kursi di sisi kanan dan kirinya, sebuah lilin yang dihias semenarik mungkin juga menghiasi meja tersebut. Tidak lupa makanan beserta minuman yang sudah dipersiapkan baru saja, pastinya masih hangat. Dan ada satu lagi, taburan kelopak bunga mawar juga menjadi pelengkap suasana indah tersebut.
Begitu mereka menempati meja itu, beberapa mata langsung memandang ke arah mereka. Entah takjub atau heran karena seorang siswa yang melakukannya. Lagi pula apa masalahnya kan kalau anak sekolah?
"Lo nggak salah pilih meja, Ver? Mungkin ini meja yang udah dipesan orang lain, pindah aja yuk. Malu nih banyak yang ngeliatin tau," Zee mempererat--lebih tepatnya meremas--genggaman tangan Vero. Tidak hanya satu atau dua mata yang memandangi mereka, hampir seluruh pengunjung restoran itu.
"Enggak, justru pemesan meja ini udah nempati mejanya. Yaitu kita," ucap Vero sambil meletakkan selembar kain di paha untuk menghindari kotoran saat makanan nanti.
Zee menelungkupkan wajahnya, masih berusaha menutupi tatapan oran walau beberapa diantaranya sudah tidak peduli lagi. Melihat sikap Zee seperti itu, Vero mencoba membuatnya merasa nyaman agar Zee tidak menolak cintanya saat Vero mengungkapkannya nanti.
Vero meraih tangan kiri Zee, cewek dihadapannya itu termangu keheranan menatapnya. Hati Zee memang sudah tidak karuan dibuatnya, bahkan Bram tidak pernah melakukan hal semacam ini kepadanya. Menurut Zee ini terlalu berlebihan.
"Kamu nggak usah khawatir diliatin orang, kan ada aku disini. Aku pasti jagain kamu," ucap Vero.
Baru saja dirinya lebih menekannya kata 'aku-kamu' pada gadis dihadapannya kini.
"Eh?" Zee terkejut ketika Vero memanggilnya dengan sebutan yang asing, aku dan kamu.
"Iya, Zee, kamu nggak percaya sama aku?" Vero menatap mata Zee lekat-lekat, mempertabah hatinya. Zee tidak tau kalau sedari dari Vero juga berusaha mengatur detak jantungnya.
Zee menahan napas mendengar kalimat yang terus keluar dari bibir manis Vero. "A-aku, aku percaya, kok," ucapnya terbata-bata.
Vero sedikit lega mendengar itu, tapi ia ragu dengan jawaban Zee. Zee bakalan nerima gue nggak ya? Semoga aja dia mau terima, cewek mana sih yang mau diperlakukan kayak gini, apalagi sama gue. Ya Tuhan! Batin Vero.
***
TBC!
Maaf ya akhir ceritanya emang sengaja dibuat gantung hehe, lanjutannya ada di bab selanjutnya.
Jangan lupa vomment yaaa☺❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Mua Aloha
Teen FictionPaling menyebalkan ketika kita tidak tau apa itu arti persahabatan. Ketika salah satu diantara kita menyimpan perasaan yang lebih. Dan ketika kita baru menyadari, kalau dialah cinta pertama kita. --- Azura Fajrina dan Bramantyo Putra. Sahabatan seja...