dua belas -- ilusi yang nyata

153 3 2
                                    

Suasana kelas berlangsung seperti biasa. Di barisan pertama terlihat beberapa anak sibuk memperhatikan penjelasan guru di depan. Barisan kedua tampak memperhatikan tapi pikiran bertamasya kemana-mana. Barisan ketiga tentunya mulai bosan dan mengutak-atik ponsel mereka. Barisan keempat sedang sibuk mengobrol dari a sampai z, tapi berbisik-bisik takut kalau sampai Pak Ridho menangkap basah mereka. Barisan kelima menghilang tanpa jejak. Ada yang menyanggah kepalanya dengan kedua tangan, membenamkan wajah di atas meja, bahkan ada yang menggelar tikar di belakang kursi. Mereka benar-benar tertidur.

Pak Ridho--guru Agama--selalu berceramah dan membuat beberapa anak mengantuk. Ceramahnya tentang bab zina kali ini tidak ada yang peduli, padahal ketika membahas bab ini minggu kemarin mereka masih saja semangat memperhatikan. Kubu cowok salah satunya.

"Siapa itu tidur di belakang?" Teriak Pak Ridho begitu dia berdiri ke tengah barisan.

"Woy bangun lu!" Teriak Adi juga kala itu. Beberapa menit yang lalu Adi juga ikut tertidur, tapi dia berhasil lolos saat telinganya tidak lagi menangkap suara pak Ridho yang berceramah.

Ada empat anak yang menggeliat dan belum sepenuhnya nyawa mereka berkumpul langsung bangun ketika merasakan sentilan hebat di kedua paha mereka masing-masing. Satya, Irsyad, Billy, dan Reza. Keempat anak itu sama-sama terlonjak kaget begitu melihat sesosok pria berkumis tebal yang mengenakan peci hitam, kacamata serta kemeja putih sedang membawa penggaris panjang di tangannya.

"Ngapain kalian tidur di jam saya?" Bentaknya dan membuat mereka buru-buru duduk pada kursinya. "Kalo nggak mau ikut pelajaran saya silahkan keluar!" Lanjutnya.

"Maaf, pak!"

Pak Ridho berdecak. "Paham apa yang saya jelaskan tadi?"

Billy melirik pada Lea yang melambaikan tangan. Cewek itu berusaha agar keempat temannya tidak mendapat masalah walaupun tau mereka salah.

"Tentang zina!" Ucap Lea yang hampir tanpa suara, namun gerakan mulut Lea bisa ditangkap oleh Billy.

"Tentang zina, pak!"

"Ya sudah, kalian berempat maju ke depan dan jelaskan!" Pak Ridho menggiring--memegang kerah belakang Billy dan lainnya seperti anak kucing--mereka menuju depan kelas. Bukan ekspresi semangat belajar yang terlihat, melainkan eskpresi bangun tidur yang ditandai dengan mata merah dan ada bekas kerutan di pipi.

"Ayo Irsyad, sekarang tolong jelaskan apa itu zina?"

"Zina itu diperbolehkan, pak. Malahan kata tetangga saya yang sudah pindah rumah dulu itu enak banget, tapi saya belum pernah nyoba sih, pak." Jawab Irsyad tanpa dosa. Jawabannya barusan tidak mendapat apresiasi melainkan tatapan tajam dari pak Ridho dan tawa dari teman sekelas. "Kalo bapak pasti sudah--"

"Tolong diam, nggak usah ada yang tertawa! Kamu itu disuruh jawab kenapa malah ngelantur sih,"

"Lha bapak tanya pengertian zina, jadi saya jawab aja apa yang--"

"Sudah sudah!" Potong pak Ridho cepat. Matanya menatap satu-persatu murid yang duduk pada bangkunya lalu menunjuk salah satu dari mereka. "Bram, tolong bacakan apa pengertian zina."

"Jadi zina itu merupakan perbuatan tidak baik yang dilarang oleh agama karena perbuatan tersebut dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang belum sah menikah maupun sudah cerai, pak." Bram melemparkan senyum geli pada Irsyad yang menjawab super ngawur sebelumnya.

"Tadi saya juga mau jawab itu, pak, masih ada lanjutannya," sahut Irsyad.

"Alasan saja! Sana kalian berempat duduk, jangan sampai ada yang tidur lagi," perintah pak Ridho dan segera dilaksanakan oleh keempatnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 09, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mua AlohaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang