sembilan -- hasrat jiwa

19 9 1
                                    

Malam ini Bram berdiam diri di ruang keluarga sambil menonton film dan makan camilan ringan. Tetapi dia tidak sendirian, melainkan ditemani oleh Bagas. Bagas sedang bahagia karena hari ini pacarnya sedang berkunjung ke rumah, kebetulan Mami masak banyak makanan.

Kak Putri, begitu Bram memanggilnya. Sudah dua tahun lebih kak Putri dan Abangnya berpacaran, itu artinya sudah dua tahun juga Bram menyandang status jomblo. Tentu saja sejak putus dengan Taskia, Bram lebih memilih untuk sendiri dulu. Bukan berarti dia gagal move-on.

"Nggak cari pacar, Bram?" Tanya kak Putri tiba-tiba sambil membawa piring besar berisi ikan gurame rica-rica.

Bram jadi salah tingkah dibuatnya. "Eh, kak Putri bisa baca pikiran orang ya?" Tebaknya.

"Loh jadi emang bener dari tadi kamu ngelamunin cewek?" Tanya kak Putri lalu duduk di samping kanan Bagas, sedangkan Bram duduk di samping kiri Bagas.

"E-enggak kok," jawab Bram sekenanya.

Bagas tertawa. "Gebetan Bram tuh banyak banget, Put. Dia sampe bingung yang mana yang harus dijadiin pacar,"

Bram menonjok lengan Bagas. "Enak aja! Gue gak kayak lo kali, sorry ya gue orangnya setia," elaknya.

"Emangnya Bagas nggak setia ya, Bram?" Pancing kak Putri yang membuat mata Bagas terbelalak.

"Tau deh dia." Bram mulai mengambil start. "Abang tuh dulu sering banget ngeluh, katanya setiap anniv kak Putri selalu marahin dia gara-gara lupa. Terus Abang pernah kesel juga gara-gara lupa jadwal les kak Putri, pernah juga waktu kak Putri sengaja nggak bales chat dia gara-gara Abang--" cerita Bram yang sudah seperti emak-emak kalau lagi rebutan diskonan.

"Diem napa, lo nyebar aib gue mulu deh," potong Bagas yang kini mulai geram gara-gara Bram membuka aibnya satu-persatu pada kak Putri.

"Belum kelar elah. Terus ya Abang pernah hampir kecantol sama anaknya bu--"

Bagas tak tahan dengan mulut Bram super lemes seperti slime. Satu-satunya cara agar Bram diam yaitu dengan membekap mulutnya. Kak Putri cengengesan melihat kedua tingkah laku kakak-beradik itu, seperti Tom dan Jerry.

"Sekali lagi lo ngomong, gue aduin ke Zee," ancam Bagas.

Bram tertegun mendengar nama itu disebut. Dia pun berpikir pasti suasana tambah ramai kalau dia hadir di antara mereka. Akhirnya dia berlari ke kamar, mengambil ponsel yang tergeletak begitu saja di atas ranjang. Jarinya lincah mengetik sesuatu di atas ponsel, tiga nada tersambung lalu seseorang di seberang sana mulai angkat bicara.

"Hai, Bram!" Sapa Zee.

"Eh, Zee, lo ke rumah gue dong makan-makan." Balasnya.

"Enggak ah, pasti rumah lo lagi rame banget,"

"Justru nggak rame kali nggak ada lo, buruan sini deh," ajak Bram.

"Oke, bentar ya, dah!" Zee pun memutuskan teleponnya.

Bram terlonjak kegirangan. Keluarganya jadi terasa lengkap sekarang, Papi dan Mami, Bagas dan kak Putri, serta Bram dan Zee. Ehem.

Pintu rumah Bram diketuk, namun bukannya Bram yang membukakan pintu malah Papinya, Sandy.

"Eh ada Zura, lagi perlu sama Bram?" Tanya Papi Sandy.

Mua AlohaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang