Bagian_6

22.3K 1.1K 9
                                    

_Cobalah rasakan getar dihatiku. Disana, debaran itu begitu kuat terasa hanya untukmu. Pahami lah aku, orang tua yang kesepian, yang mengharapkan sentuhan darimu_

***********************************

                                                         

"Om ...," suara Ira yang tertahan membuat Nara terkekeh.

"Apa, sayang?"

Ira menghela napas frustasi. Panggilan sayang itu selalu diucapkan Nara setelah adegan ciuman mereka dikamar Nara, seminggu yang lalu, hanya jika mereka sedang berdua saja. Matanya berputar kesekeliling ruang tamu yang siang itu, tumben terasa sepi. Tidak seperti biasanya ada bik Atun yang berseliweran.
"Jangan kayak gini! Nanti ada yang liat."

"Tidak ada yang liat. Bik Atun sama pak Maman sudah om suruh pergi selama satu jam."

Ini juga yang berubah. Tidak ada lagi kata saya yang diucapkan Nara. Awalnya laki-laki itu ingin menggunakan kata aku, tapi Ira menolak. Terasa janggal katanya.

"Kalau tante yang pulang, gimana?"

Nara mendesah. Lagi-lagi Eleora menjadi penghalang kesenangannya.
"Dia enggak akan pulang. Percaya sama om!"

Ira memandang sangsi kearah Nara.
"Beneran?"

Nara mengangguk mantap.
"Benar. Om berani jamin untuk itu. Jadi, bisakan kamu diam? Biarkan om menikmati kesenangan om dulu."

Melihat keyakinan dimata Nara, membuat Ira hanya bisa mengangguk pasrah. Begini lah kebiasaan yang sudah terjadi semingguan ini. Ia dan laki-laki didepannya akan duduk berdua diruang keluarga, dengan Nara yang berbaring dipangkuannya. Nara bisa bersikap layaknya anak kecil jika sedang bersama dengannya. Bermanja-manja, meminta dielus rambutnya, bahkan Ira tidak boleh protes ketika tangan Nara mulai menjalar kemana-mana. Jika Ira protes sedikit saja, Nara pasti ngambek, mendiamkannya, dan mogok makan seharian.

"Shhh ...om, tangannya jangan masuk kedalam baju Ira dong!" mata Ira tertutup, menikmati sensasi nikmat yang sudah mulai ia kenali juga ia sukai.

Bibir Nara menyeringai, tidak mengindahkan ucapan Ira, tangannya bahkan meremas semakin kuat dan bersemangat. Bibir Ira boleh saja mengatakan jangan. Tapi, reaksi tubuh gadis itu mengatakan sebaliknya.
"Nikmati saja, sayang. Jangan banyak protes! Kalau kamu protes terus, ada hukuman yang pasti menunggumu nanti malam."

"Enggg ..., om Nara curang." Ira menggigit bibirnya untuk mencegah lebih banyak lagi desahan yang keluar dari bibirnya.

Nara terkekeh, tidak ingin menanggapi. Tangannya yang bebas melepaskan satu-persatu kancing piyama yang Ira kenakan. Kenapa Ira masih mengenakan sesiang itu? Jawabannya hanya satu. Nara yang meminta, katanya supaya tangannya bisa lebih leluasa menggapai kedua 'buah' kesayangannya jika mereka sedang berduaan.

Begitu seluruh kancing itu terbuka, tampak lah payudara Ira yang bulat dan kencang. Tidak ada sehelai benang pun yang menutupinya.
"Kamu tau saja, Ra, apa yang om suka?!"

Mata Ira yang sayu memandang kebawah, kearah Nara yang berbaring dipangkuannya.
"Kan om yang minta. Kalau Ira nolak, om pasti ngehukum Ira. Seperti beberapa hari yang lalu, om ngehukum Ira semalaman enggak boleh pakai baju, padahal kan kamar om dingin sekali ."

"Bagus. Sekarang dekatkan buah kesukaan om itu. Mulut om sudah enggak sabar ingin mencicipinya.

Walau sudah mulai terbiasa, tetap saja pipi Ira merona. Lalu, dengan perlahan Ira mendekatkan payudaranya kearah bibir Nara yang sudah terbuka menanti. Perih bercampur nikmat langsung Ira rasakan begitu sebelah payudaranya sudah masuk kedalam kuluman bibir Nara. Sebelahnya lagi diremas cukup kuat hingga perih bercampur nikmat berkali-kali lipat Ira rasakan.
"Shhh ... ce ...cepat sedikit om. Nanti bik Atun keburu pulang." desahnya nikmat.

Kumbang Dan Bunga [TTS #1 | TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang